Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Kisah Pangeran Mangkubumi dan Sejarah Berdirinya Kabupaten Sragen

Ilustrasi Pangeran Mangkubumi || foto: maenuddineducation.wordpress.com

Perjalanan Pangeran Mangkubumi dan Perang Melawan Belanda

Pangeran Mangkubumi, adik Sultan Pakubuwono II dari Mataram, menaruh kebencian besar terhadap Kolonial Belanda. Intervensi Belanda yang terus-menerus terhadap Mataram sebagai pemerintahan yang berdaulat mendorongnya untuk melarikan diri dari istana dan menyatakan perang terhadap Belanda. Perang ini dikenal sebagai Perang Mangkubumen (1746-1757).

Dalam perjalanannya, Pangeran Muda beserta pasukannya dari Keraton melewati Desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, dan Guyang. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak dan Karangnongko, yang termasuk wilayah Sukowati.

Pembentukan Pemerintahan Projo Sukowati

Di Desa Pandak, Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa ini dijadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Pangeran Mangkubumi meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati. Beliau juga mengangkat beberapa pejabat pemerintahan.

Pemindahan Pusat Pemerintahan dan Perluasan Kekuasaan

Karena kurang aman, pusat pemerintahan dipindahkan ke Desa Gebang di tahun 1746. Dari sana, Pangeran Sukowati memperluas wilayah kekuasaannya hingga meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari, dan beberapa desa lainnya.

Perjanjian Giyanti dan Salatiga

Dengan kekuasaan yang semakin besar, Pangeran Sukowati terus melawan Belanda bersama saudaranya, Raden Mas Said. Perjuangan mereka berujung pada Perjanjian Giyanti (1755) atau Perjanjian Palihan Negari, yang membagi Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Sukowati dinobatkan sebagai Sultan Hamengku Buwono I, sedangkan Raden Mas Said menjadi Adipati Mangkunegara I dengan wilayah separuh Kasunanan Surakarta.

Sejarah Kabupaten Sragen

Sejak tanggal 12 Oktober 1840, wilayah strategis Sragen ditunjuk sebagai Pos Tundan, tempat menjaga ketertiban dan keamanan lalu lintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan. Pada tanggal 5 Juni 1847, Sunan Paku Buwono VIII dan Residen Surakarta Baron de Geer menambah kewenangan Pos Tundan dengan tugas kepolisian, sehingga wilayah ini disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen.

Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.

Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang. Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada jaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.

Memasuki era kemerdekaan Indonesia, Kabupaten Pangreh Praja Sragen berubah menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.

Sumber : Pemkab Sragen (Sejarah dan Hari Jadi Pemerintahan di Kota Sragen, 1987)

Exit mobile version