WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Kalangan petani di Jatipurno Wonogiri kini kembali membudidayakan tanaman coklat. Hal ini sebagai imbas naiknya harga kakao hingga tembus Rp 120 ribu perkilogram.
Kabar menggembirakan itu turut mendongkrak bisnis tanaman lainnya. Dimana terjadi lonjakan permintaan bibit tanaman coklat.
Sabirin, seorang penggiat kakao di Giriyoso Jatipurno Wonogiri, mengungkapkan iklim yang luar biasa dan tanah yang subur telah membantu dalam perkembangan tanaman Kakao di Jatipurno. Sejak pertama kali kakao ditanam di Jatipurno Wonogiri pada tahun 1982, telah terbukti bahwa Jatipurno adalah tempat yang ideal untuk penanaman kakao.
Namun, meskipun potensinya besar, pada awalnya masih ada banyak kendala terkait dengan pengelolaan dan pemasaran hasil kakao. Harga kakao yang rendah, hanya sekitar 2000 rupiah per kilogram, membuat banyak petani kecewa meskipun berhasil dengan panen yang melimpah.
Banyak tanaman kakao terpaksa diganti dengan tanaman lain seperti sengon dan jati karena kurangnya keuntungan dari penjualan.
Namun, semangat para petani tidak pernah padam. Mereka terus berusaha dan akhirnya, hasilnya mulai terlihat.
โHarga kakao mulai merangkak naik di awal tahun 2024, bahkan mencapai 120 ribu rupiah per kilogram. Hal ini memicu semangat baru bagi para petani untuk kembali menanam kakao di lahan-lahan mereka,โ beber Sabirin, Rabu (8/5/2024).
Meskipun harga kakao dunia saat ini mencapai 138 ribu per kilogram, menurut Karno Sri Widodo, seorang pedagang kakao di Jatipurno Wonogiri, harga lokal masih berada di sekitar Rp70 ribu per kilogram untuk biji kering, sementara untuk biji kakao yang sudah difermentasi mencapai Rp120 ribu per kilogram.
Karno Sri Widodo mengaku masih kesulitan memenuhi permintaan pabrik yang rata-rata mencapai 2 ton per minggu. Alhasil dia terpaksa mencari pasokan dari luar daerah, seperti dari Ponorogo dan Trenggalek, untuk memenuhi permintaan tersebut.
Peningkatan penjualan bibit kakao juga menjadi tren baru belakangan ini. Tarmin, pemilik kebun bibit Griya Amanah di Jatipurno Wonogiri, mengatakan permintaan bibit kakao semakin meningkat.
Bahkan, dirinya telah mendatangkan bibit dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) untuk menyediakan bibit unggul dan berkualitas bagi petani.
โDulu bibit kakao kurang diminati, bahkan dibagikan secara gratispun masyarakat kurang antusias. Namun, belakangan ini, permintaan bibit kakao meningkat. Kami bahkan harus mendatangkan bibit unggul dan berkualitas dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) untuk memenuhi permintaan tersebut,โ ujar Tarmin.
Dengan semakin berkembangnya potensi kakao di Jatipurno Wonogiri, terlihat adanya perubahan yang signifikan. Para petani yang dulunya terpaksa beralih ke tanaman lain kini kembali mengusahakan lahan-lahan mereka untuk menanam kakao.
Malah sejumlah desa mengalokasikan dana desanya untuk budidaya dan pengelolaan tanaman kakao, untuk menjadi salah satu komiditi unggulan di desanya.
Meski begitu, masih ada banyak tantangan yang dihadapi oleh para petani kakao di Jatipurno Wonogiri. Masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam hal pengelolaan, pemasaran, dan pendidikan bagi para petani agar industri kakao dapat tumbuh secara berkelanjutan.
Dalam hal ini, dukungan penuh dari pemerintah dan berbagai pihak terkait sangat diharapkan. Hanya dengan kolaborasi yang solid antara pemerintah, penggiat kakao, dan para petani, industri kakao di Jatipurno Wonogiri dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat. Aris Arianto