Beranda Umum Jangan Berharap Mencari Buah Nangka di Pasar Nongko

Jangan Berharap Mencari Buah Nangka di Pasar Nongko

Suasana Pasar Nongko di Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo | tribunnews

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jika saat ini Anda mencari buah Nangka di Pasar Nongko, Solo, jangan berharap akan berhasil mendapatkannya. Jika mujur bisa mendapatkannya, namun jangan kecewa jika tidak memperoleh apa yang dicari.

Namun andaikata itu di tahun 1800-an akhir, dapat dipastikan Anda bakal tidak kecewa. Pasalnya, konon menurut sejarahnya, Pasar Nongko bermula dari pasar buah-buahan, yang sebagian besar adalah buah nangka.

Pada masa itu, Pasar Nongko terkenal sebagai tempat transit para pedagang buah yang datang dari berbagai daerah, khususnya dari kawasan utara Surakarta, seperti Gundi, Telawah, Kedungjati, Simo dan daerah lainnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, Pasar Nongko berkembang dari semula hanya merupakan pasar buah, menjadi tempat transaksi jual beli berbagai macam barang dagangan.

Perkembangan pasar Nongko itu, terutama ditopang oleh pembangunan jalan kereta api dan Stasiun Solo Balapan, yang lokasinya hanya sekitar 400 meter di sebelah timur Pasar Nongko.

Pembangunan Jembatan Komplang pada masa itu, diakui atau tidak, telah memicu perkembangan pasar Nongko. Orang-orang yang berasal dari wilayah Surakarta bagian utara, banyak menjual hasil buminya di Pasar Nongko tersebut.

Tak bisa dipungkiri, transaksi jual beli di Pasar itu menjadi semakin ramai. Pesatnya perkembangan pasar Nongko tersebut menjadikan pemerintah tergereak untuk membenahi sarana dan prasarana pasar tersebut.

Oleh karena itulah, pada tahun 1986 Pemerintah Kota Solo mendapatkan bantuan pembangunan gedung pasar dari pemerintah pusat.

Baca Juga :  Manis dan Segar, Ini Buah-buahan yang Matang di Bulan Februari Hingga Maret

Untuk diketahui, Pasar Nongko terletak di Kelurahan Mangkubumen, Kota Solo. Pasar ini secara resmi bernama Pasar Turisari, karena lokasinya yang berada di daerah Turisari. Pasar ini terletak di Jalan Hasanudin, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Solo.

Monumen Pasar Nongko

Berbicara mengenai Pasar Nongko, tidak bisa dilepaskan dari Monumen Pasar Nongko, yakni monumen yang terkait dengan peristiwa Agresi militer Belanda II.

Inilah monumen Pasar Nongko yang terletak di sebelah timur Pasar Nongko,sebagai pengingat adanya peristiwa Agresi Militer Belanda II | tribunnews

Monumen Pasar Nongko terletak di tengah persimpangan jalan Pasar Nongko, tepatnya di sisi tumur pasar, yang merupakan pertemuan antara Jalan Prof Dr Supomo dan Jalan RM Said, di depan kantor Kelurahan Mangkubumen.

Monumen itu dibangun menjadi pengingat atas Agresi Militer Belanda II dan Serangan Umum Empat Hari Kota Surakarta.

Sesuai dengan namanya, Pasar Nongko pernah menjadi area medan perang antara pasukan Indonesia yang terdiri atas TNI dan gabungan laskar rakyat dan pelajar.

Pada masa itu, laskar rakyat berjuang mati-matian melawan serdadu militer Belanda yang datang bersama pasukan sekutu guna kembali merebut Indonesia setelah merdeka.

Gerakan pasukan Indonesia yang menggunakan cara bergerilya, membuat pasukan Belanda harus selalu melakukan operasi militer.

Salah satu tempat yang menjadi medan penyerangan mereka adalah Pasar Nongko.

Sebagaimana tertulis di batu prasasti di monumen Pasr Nongko, ada puluhan warga sipil yang ikut menjadi korban dalam peperangan tersebut.

Baca Juga :  Seluruh Komisi di DPR Tunda Pembahasan Efisiensi Anggaran Bersama Kementerian

Bahkan seorang anak kecil juga ikut meninggal dan menjadi korban peperangan.

Menurut Sejarawan Solo Societeit, Dani Saptoni, kejadian berdarah di Pasar Nongko mengundang amarah dari komunitas internasional.

Karena serangan tersebut terjadi pada 11 Agustus saat gencatan sudah terjadi namun pihak serdadu Belanda dan sekutu melanggarnya.

Oleh karenanya, Pemerintah Kota Surakarta membangun tugu monumen agar masyarakat selalu mengingat peristiwa tersebut.

Monumen Pasar Nongko dibangun dari batu marmer yang kokoh, dan  diresmikan oleh Ketua Dewan Harian Nasional Angkatan 45 pada tahun 1980.

Pada saat itu, Ketua Harian Dewan Nasional adalah Jenderal Soerono sebagaimana tertulis di batu prasasti. Suhamdani

Disarikan dari Wikipedia dan tribunnews