GUNUNGKIDUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebanyak 4.310 Balita di Kabupaten Gunungkidul masih mengalami gizi buruk (stunting). Demikian catatan yang ada di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul.
Menurut Kepala Dinkes Gunungkidul Ismono, jumlah Balita yang mengalami gizi buruk tersebut sekitar 15,25 persen dari 28.260 Balita yang diukur tumbuh kembangnya, pada 2023 lalu.
Sementara, dia melanjutkan, target baseline dalam RPJMD 2021-2026 disebutkan angka stunting di Kabupaten Gunung harus mencapai angka 14 persen.
Sedangkan, dirinci dari tahun 2020 data stunting sebesar 17,43 persen, tahun 2022 15,5 persen, dan tahun 2023 sebesar 15,2 persen.
“Sedangkan, pada 2024 ini ditargetkan bisa mencapai 14,9 persen. Kemudian, pada 2025 14,6 persen, dan pada 2026 target baseline bisa tercapai yakni 14 persen, harapannya seperti itu,” kata dia, ujarnya, Rabu (14/5/2024).
Sementara dari hasil Survei Kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dari tahun 2021 dengan SSGI prosentase balita stunting di kabupaten Gunungkidul sebesar 20,6 persen.
Lalu, pada 2022 prosentase stunting hasil SSGI naik menjadi 23,6 persen dan pada tahun 2023 dengan dilakukannya Survei Kesehatan Indonesia (SKI) prosentase balita stunting di Gunungkidul menurun menjadi 22,2 persen.
Sementara dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan oleh Tenaga Gizi di Puskesmas pada tahun 2022 menunjukkan angka 15, 42 persen atau sekitar 4.574 balita, sedangkan untuk tahun 2023 menurun menjadi 4.310 balita atau sekitar 15, 25 persen.
Terpisah, Wakil Bupati Gunungkidul sekaligus Ketua TPPS stunting Heri Susanto mengatakan, implementasi kebijakan percepatan penurunan stunting di Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan program Penanggulangan Stunting dengan Konsumsi Protein Hewani dalam Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) atau NANTING SIHENI DALMASI.
“Gerakan ini menggalakan Konsumsi Protein Hewani khususnya kelompok usia 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Serta, mendukung ibu dalam keberhasilan menyusui eksklusif dan perkaya protein hewani dalam MPASI,” jelasnya.
Tak hanya itu untuk percepatan penurunan, kata dia, juga menggalakkan seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
Serta, melakukan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif dalam penurunan stunting.
“Pentingnya pencegahan stunting mulai dari usia remaja, calon pengantin, ibu hamil dan pada usia balita terutama pada pemebrian MPASI -nya,” urainya.