JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sekali melakukan monitoring ke sejumlah rumah sakit, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengendus adanya tiga rumah sakit yang melakukan tagihan fiktif ke Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Akibat tindakan nakal dari tiga rumah sakit itu, negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 34 miliar.
“Satu RS di Jawa Tengah (fraud) Rp 29 mIliar, dua RS di Sumut ada Rp 4 miliar dan Rp 1 miliar hasil audit atas klaim BPJS Kesehatan,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan pada Rabu (24/7/2024).
Terbongkarnya kecurangan tersebut berdasarkan monitoring KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan BPJS Kesehatan.
Pahala mengungkapkan, modus fraud ini umumnya ada dua. Pertama, kata dia, misalnya diklaim 10 kali fisioterapi. Tapi, nyatanya hanya dua kali. Kedua, pasien dan terapinya ada. Namun digelembungkan nilai klaimnya.
“Itu kami temukan tahun 2018,” kata Pahala dalam diskusi ‘Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN’ di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, tersebut.
Menurut Pahala, praktik curang yang dilakukan rumah sakit itu juga meliputi pembuatan pasien fiktif untuk diberikan tindakan medis dan diklaim ke BPJS Kesehatan. KPK menyebut praktik itu sebagai phantom billing. Dari tiga rumah sakit tersebut, ada tagihan klaim 4.341 kasus. Padahal, faktanya di lapangan sebenarnya hanya ada seribuan kasus di catatan medis.
“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis,” kata sia. “Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis (fiktif).”
Pahala meyakini, praktik lancung yang dilakukan rumah sakit ini banyak dilakukan, namun saat ini KPK baru mengambil sampel di tiga rumah sakit. Pihaknya mengimbau agar RS yang melakukan fraud lebih baik terbuka. Sebab, dalam kurun enam bulan ke depan timnya akan melakukan pembongkaran secara masif audit atas klaim jaminan kesehatan.
Sejauh ini KPK belum mengambil sikap atas temuan itu, meski Pahala telah melaporkan temuan itu ke pimpinan KPK.
“Pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini dipindahkan ke penindakan. Nanti urusan siapa yang ambil apakah kejaksaan yang lidik atau KPK itu nanti diurus sama pimpinan KPK,” kata Pahala.
KPK menyatakan upaya menelusuri dugaan kecurangan tagihan fiktif sejumlah rumah sakit dalam mengajukan klaim tagihan fiktif kepada BPJS tidak mudah. Bahkan menurut Pahala, terdapat kalangan masyarakat yang tak tahu data diri dan kepesertaan BPJS Kesehatan-nya dicatut oleh rumah sakit untuk mengajukan klaim tagihan fiktif kepada BPJS Kesehatan.
“Kenapa bobol? Ya gimana kalau didesain, orangnya kan enggak tahu juga bahwa namanya dibuat ngeklaim BPJS,” kata Pahala.
Makanya berlapis-lapis dibikin, pas pada audit atas klaim, step 4, barulah ketahuan setelah saat ke lapangan, ini orang ada atau tidak? Begitu ditanya, enggak ada ini orang.”
Pahala memaparkan, praktik klaim tagihan fiktif rumah sakit itu diyakini melibatkan banyak pihak, mulai dari dokter sampai manajemen tertinggi rumah sakit. Para dokter nakal, kata Pahala membuat dan menandatangani rekam medis, catatan program pasien, pemeriksaan penunjang, serta kelengkapan syarat-syarat lainnya untuk mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan supaya terkesan legal.
“Kenapa klaim fiktif ini jadi concern kita? Karena enggak mungkin satu orang yang ngejalanin, enggak mungkin dokter saja yang ngejalanin. Yang kita temukan sampai pemilik-pemiliknya-pemiliknya, Dirut (direktur utama)-nya,” katanya.
Melalui data yang terkumpul dari pasien, para pelaku kemudian yang berkomplot membuat klaim kesehatan fiktif. Misalnya menggelembungkan jumlah tagihan melampaui jumlah tindakan medis yang diberikan pasien, memanipulasi jumlah jenis layanan kepada pasien yang ditagihkan kepada BPJS Kesehatan, serta mengajukan tagihan yang sama berulang kali.
Kemenkes akan sanksi tegas
Kemenkes mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit yang terlibat dalam kasus klaim fiktif BPJS Kesehatan. Kemenkes menyebut izin praktik dari rumah sakit yang terlibat bisa dicabut. Tak hanya fasilitas kesehatan, tetapi juga para pekerja yang terlibat juga bakal kena libas.
“Kita turun sama-sama ke lapangan mengecek. Kami sudah dapat data dari BPJS tapi kami perlu verifikasi. Bahwa tidak saja faskesnya tapi individunya juga akan dikenakan sanksi,” kata Inspektur Jenderal Kemenkes Murti Utami dalam diskusi tersebut.
Murti mengatakan pihaknya telah memiliki data lengkap untuk mengusut temuan tersebut. Dia memastikan Kemenkes akan memberikan sanksi tegas kepada tiap rumah sakit dan dokter yang terlibat kasus penipuan klaim fiktif. Murti mengatakan saat ini Kemenkes dan KPK mendorong para rumah sakit yang telah melakukan klaim fiktif mengembalikan seluruh uang hasil penipuannya.
Selama enam bulan ke depan para pelaku diharapkan mengembalikan uang hasil klaim fiktif tersebut. Dia menambahkan jika batas waktu toleransi itu telah selesai, Kemenkes bersama KPK dan BPKP akan melakukan audit secara masif terkait temuan kasus klaim fiktif.
“Hari ini kita ini masih berbaik hati ceritanya. Pak Pahala memberikan waktu sampai enam bulan teman-teman faskes kalau memang melakukan klaim fiktif atau fiktif diagnosis ini sudah saatnya untuk mengembalikan atau memperhitungkan itu kepada teman-teman BPJS,” ujar Murti.