Beranda Umum Nasional Prabowo Kembali Diingatkan untuk Tak Bentuk Kabinet Gemuk, Pakar: Anggaran Makin Berat

Prabowo Kembali Diingatkan untuk Tak Bentuk Kabinet Gemuk, Pakar: Anggaran Makin Berat

Presiden Jokowi bersama rombongan terbatas termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertolak menuju Jawa Timur untuk kunjungan kerja, Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (8/3/2024) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Presiden terpilih, Prabowo Subianto kembali diingatkan untuk tidak membentuk kabinet gemuk selama pemerintahannya. Pasalnya, beban APBN semakin berat selama lima tahun ke depan.

Peringatan itu dilontarkan oleh Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Ia meminta Prabowo tidak menambah jumlah kementerian dan lembaga dalam kabinet mendatang.

Menurut Wijayanto, jumlah menteri yang banyak tidak menjamin berjalannya pemerintahan yang efektif.

“Dengan ide membangun kabinet yang besar, tentu akan berdampak pada besarnya anggaran untuk kementerian, mulai dari belanja pegawai dan pengadaan barang. Dan tidak ada juga jaminan kabinet yang besar dengan kinerja pemerintahan yang efektif,” kata Wijayanto dalam diskusi di kampus Pramadina, Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Wijayanto mengatakan jumlah menteri dalam kabinet yang ada saat ini sebenarnya sudah cukup banyak. Kata dia, menambah kementerian baru turut memberatkan beban anggaran dan membuka risiko korupsi yang besar pula. Sebab, Wijayanto melihat kecenderungan politik bagi kue untuk partai-partai yang menyokong Prabowo di pemilihan presiden.

“Urusan (dari) partai dan nonpartai tidak berpengaruh, yang penting profesional. Tapi kita tidak bisa menafikkan bahwa sosok dengan latar belakang partai lebih rentan terlibat kasus korupsi,” kata dia.

Baca Juga :  Fakta Baru: Ternyata AKP Dadang Juga Berondong Rumah Kapolres usai Tembak Mati AKP Ryanto Ulil!

Selain itu, menurut Wijayanto, Indonesia masuk daftar 10 besar negara dengan jumlah menteri terbanyak. Padahal, idealnya pemerintahan yang efektif justru diisi tak lebih dari 25 menteri.

“Bahkan Cina sebagai negara yang besar dan berpengaruh, pemerintahannya hanya diisi oleh 24 menteri, India ada 31 menteri, Vietnam dan Singapura hanya 18 menteri,” katanya.

Wijayanto berpendapat, sebaiknya pemerintahan Prabowo Subianto fokus untuk hati-hati menggunakan anggaran di tengah kondisi perekonomian yang tidak pasti. Dia juga menyarankan agar Prabowo Subianto memikir ulang untuk melanjutkan sejumlah proyek yang digarap pemerintahan Jokowi.

“Ada banyak proyek strategis yang berbiaya besar dan kurang efektif. Yang paling sering disorot tentunya adalah IKN,” kata Wijayanto,

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institue for Development Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, tantangan terbesar pemerintahan Prabowo adalah warisan utang yang mencapai 40 persen terhadap PDB.

“Sehingga efektivitas pemerintahan itu sangat krusial. Makin banyak menteri, artinya makin banyak juga belanja tetap yang sebenarnya bisa dialihkan pada belanja modal untuk pembangunan,” ujar Esther.

Baca Juga :  Tak Bisa Berbuat Apa-apa untuk Selamatkan Sritex, Menaker Yassierli: Kita Tunggu Hasil Kerja Kurator

Esther mengatakan belanja rutin kementerian dan lembaga menyedot cukup besar porsi anggaran negara. Sedangkan di saat bersamaan, kata dia, Prabowo punya janji politik lewat program sarapan bergizi gratis dan melanjutkan pembangunan IKN.

“Seharusnya belanja negara itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika belanja untuk pembangunan lebih besar, maka menimbulkan multiplier effect yang lebih luas,” kata Esther.

www.tempo.co