JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi, eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo telah dijatuhi vonis 10 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain pidana badan selama 10 tahun, SYL juga dihukum untuk membayar denda Rp 300 juta dan uang pengganti. Total uang pengganti yang mesti dibayar mencapai lebih Rp 14 miliar.
Vonis tersebut dijatuhkan, setelah SYL terbukti melakukan pemerasan terhadap bawahan senilai Rp 44,5 miliar dan gratifikasi Rp 40,6 miliar di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) selama menjabat periode 2021-2023.
Dia dinilai terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
“Menghukum terdakwa Syahrul Yasin Limpo untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.147.144.786 ditambah USD 30.000,” kata Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan di Persidangan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).
Besaran uang pengganti yang dijatuhkan itu diketahui tak sampai separuh dari total penerimaan SYL dalam perkara ini.
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim meyakini bahwa SYL telah menerima Rp 44.269.777.204 dan USD 30.000.
Uang tersebut diperoleh SYL dari hasil sharing para pejabat Eselon I di lingkungan Kementan.
“Jumlah uang patungan atau sharing dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementan RI yang dikumpulkan demi keperluan dan kepentingan terdakwa Syahrul Yasin Limpo cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar Rp 44.269.777.204 dan USD 30.000,” ujar Hakim Anggota, Fahzal Hendri.
Uang sharing itu berasal dari perintah SYL kepada beberapa anak buahnya pada awal tahun 2020. Hakim meyakini bahwa pada saat itu SYL memberikan perintah agar jajaran Eselon II menyetor 20 persen untuk keperluan operasional SYL sebagai Mentan.
“Terdakwa telah menyampaikan kepada saksi Imam Mujahidin Fahmid, terdakwa Kasdi Subagyono, terdakwa Muhammad Hatta, dan saksi Panji Haryono, adanya 20 persen diskresi menteri atas program di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada terdakwa untuk menutupi biaya operasional terdakwa Syahrul Yasin Limpo selaku Menteri Pertanian,” kata Hakim.
Jika perintah itu tidak dipatuhi, maka pejabat terkait terancam dipindah tugaskan atau nonjob.
Ternyata uang tersebut tidak hanya digunakan untuk keperluan operasional SYL sebagai menteri, tetapi juga kepentingan pribadi, keluarga, hingga koleganya.
“Bahwa dari penggunaan sharing, sebagaimana rincian tersebut di atas, terbukti dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan terdakwa yang dapat dikategorikan sebagai kepentingan kedinasan terdakwa selaku Menteri Pertanian maupun kepentingan pribadi terdakwa maupun kepentingan keluarga dan kolega terdakwa,” ujar Hakim Fahzal.