SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia, dalang Ki Bayu Aji Pamungkas kembali mengadakan lomba biliar antarkru untuk tahun kedua.
Acara tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan dan kekompakan di antara anggota rombongan seni, yang terdiri dari berbagai unsur seperti pengrawit, dagelan, tukang sound, hingga peniti gamelan. Seluruh kru ikut meramaikan acara yang penuh canda tawa dan keakraban itu.
Teguh Wayudiono, seorang alumni S1 Karawitan yang kini sedang menempuh studi S2 Pendidikan Seni di Universitas Sebelas Maret (UNS), menekankan pentingnya kegiatan tersebut untuk mempererat loyalitas dan persaudaraan di antara anggota rombongan.
Teguh, yang telah bergabung dengan rombongan sejak 2022, menggambarkan dalang Ki Bayu Aji Pamungkas sebagai sosok yang sangat peduli, selalu memastikan seluruh kebutuhan krunya terpenuhi.
Demikian pula, Anggit Miawan, yang baru mulai mengemban peran sebagai pengendang selepas pandemi Covid-19, juga menyampaikan pengalamannya dalam rombongan seni tersebut.
Menurutnya, frekuensi pentas sangat bervariasi, dan pada bulan-bulan tertentu bisa mencapai 15 kali pentas dalam sebulan. Anggit menambahkan bahwa lomba tersebut lebih sebagai upaya untuk meramaikan suasana dan mengakrabkan semua anggota kru, meskipun ia sendiri mengaku tidak bisa bermain biliar.
Ki Bayu Aji Pamungkas sendiri menjelaskan, lomba tersebut sebenarnya bermula dari respons netizen di YouTube yang mempertanyakan bagaimana pelawak dan pengrawit berkolaborasi di atas panggung.
“Ini sebenarnya berawal dari netizen YouTube yang berpikir bahwa kalau dalang nggarapi dagelan, apakah tidak akan terjadi gesekan. Padahal, di atas panggung, kita punya standar sendiri untuk gojekan,” ungkap Ki Bayu.
Ia menekankan bahwa chemistry antara pelawak dan pengrawit sudah terbangun dengan baik, dan lawakan yang terjadi di atas panggung tidak perlu dianggap serius.
“Contoh, saat Gareng menari dikendangi, tapi saat Bagong menari tidak dikendangi. Nah, orang awam mungkin mengira ada pilih kasih. Padahal, itu hanya untuk menghidupkan suasana,” jelasnya.
Ki Bayu Aji menjelaskan, lomba biliar tersebut juga menjadi wadah untuk membangun suasana yang lebih akrab di antara semua kru. Dengan adanya acara tersebut, Ki Bayu berharap tidak ada lagi sekat-sekat di atas panggung, dengan tetap menjaga etika dan sopan santun.
“Harapan saya, kita memang harus memberi tahu yang sebenarnya kepada netizen yang jarang tahu apa yang terjadi di balik panggung,” tambahnya.
Suasana lomba biliar itu sendiri berlangsung dengan sangat meriah, dengan keakraban yang terjalin di antara para peserta. Para kru, yang sering tampil bersama di panggung, merasa lebih dekat dan solid melalui acara tersebut.
Semua kru, baik pengrawit, tukang sound, maupun peniti gamelan, diperlakukan sama dan dianggap sebagai bagian dari keluarga besar.
Ki Bayu menjelaskan, lomba tersebut bukan sekadar kompetisi, melainkan sebuah sarana untuk memperkuat rasa kebersamaan dan keakraban di antara semua anggota kru. Acara itu juga menjadi kesempatan bagi mereka yang biasanya sibuk dengan aktivitas harian di luar pentas, untuk berkumpul dan saling menguatkan hubungan kekeluargaan. Suhamdani