SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus penganiaya yang mengakibatkan meninggalnya dunia santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ta’mirul Islam Masaran, Sragen memasuki babak baru. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Sragen, Jawa Tengah dengan memberikan vonis 4 tahun pada dua orang anak yang terlibat kasus kekerasan di Pondok Pesantren Ta’mirul, Senin (26/8/2024).
Korban penganiayaan hingga meninggal dunia bernama Daffa Washif Waluyo (14) sedangkan pelaku penganiayaan berinisial SA asal Boyolali dan IB asal Klaten. Korban meninggal pada Sabtu 19 November 2022 lalu.
Sedangkan Sidang dipimpin oleh Hakim Indra Kusuma Haryanto.
Jika sebelumnya JPU mengajukan tuntutan 5 tahun penjara pelatihan kerja 6 bulan dan restitusi Rp 57 juta. Lantas Putusan sidang, memvonis 4 tahun penjara dengan restitusi Rp 57 juta. Dasar putusan berdasarkan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan anak.
Setelah palu sidang diketok Hakim, sempat terjadi ketegangan antara keluarga korban dengan keluarga pelaku di lingkungan PN Sragen. Situasi tersebut cukup mencekam lantaran terdengar sumpah serapah dari kedua belah pihak yang saling memaki. Lantas keluarga korban cukup terpukul dengan ketegangan tersebut.
Perwakilan Tim Kuasa Hukum korban dari pengacara delegasi 911 Hotman Paris, Ristanto Joyo Hadikusumo menyampaikan perkara ini tahap kedua. Setelah pelaku utama yang melakukan pemukulan sudah diputus hakim pada April 2023 lalu.
”Kami menghormati keputusan majelis hakim, terima kasih pada majelis hakim yang memutuskan penjara 4 tahun pada terdakwa atas inisial SA dan IB. Kami mewakili keluarga sementara menerima,” terangnya.
Setelah ini pihaknya akan mendiskusikan dengan pihak keluarga korban. Karena setelah putusan hakim, terjadi semacam insiden dengan keluarga terdakwa. Setelah situasi kondusif, baru diambil langkah selanjutnya.
Ristanto berharap tidak terulang kasus kekerasan di dalam lingkungan pondok pesantren. Lantas lingkungan ponpes harus ada pengawasan dan pengawalan yang ketat dan tepat. Karena dari dampak kasus ini sangat berat bagi keluarga korban.
”Dengan nyawa yang hilang anak satu-satunya, kami juga merasakan. Dampaknya saat ini ibu korban masih dalam perawatan psikiater, neneknya meninggal dunia. Ini peristiwa yang dampaknya besar sekali. Kami mohon dukungannya agar ibu korban bisa survive,” terangnya.
Lantas pihaknya menyayangkan ada insiden setelah putusan dibacakan. Pihaknya menyebut ada provokasi dan konfrontasi. ”Harusnya kalau sudah minta maaf, hal semacam itu tidak dilakukan,” bebernya.
Sementara kuasa hukum pihak terdakwa, Awod menyampaikan pihaknya berupaya akan mengajukan banding. Semestinya perkara sudah selesai 2 tahun lalu. Polisi sudah melakukan penyelidikan, dan satu orang sudah divonis.
”Semestinya sudah selesai, tapi karena viral ditambah tim dari pengacara Hotman Paris, biasanya setelah viral penegak hukum sudah tidak objektif lagi,” ujarnya.
Huri Yanto