JOGLOSEMARNEWS.COM — Menjelang Pilkada 2024, pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten diminta untuk menunda pencairan bantuan keuangan. Hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya netralitas pemerintah daerah terhadap jalannya Pilkada.
Menurut aktivis LSM mantan Direktur LSM PATTIRO (Pusat Telaah Informasi Regional) Alif Basuki, program bantuan keuangan di pemda kabupaten atau kota yang bersumber dari APBD rawan digunakan untuk kepentingan politik terutama bagi kepala daerah yang mendukung paslon dari partai pengusungnya.
“Dimana anggaran bantuang keuangan tesebut disalurkan lewat salah satu OPD. Misalnya seperti di Boyolali. Dimana bantuang keuangan digelontorkan lewat BKD dengan nilai Rp 22 miliar menjelang Pilkada 2024. Rawan disalah gunakan,” ujarnya, Kamis (26/9/2024).
Alif menambahkan, meskipun tidak secara langsung bantuan keuangan daerah yang diperuntukan untuk desa melalui kepala desa tersebut untuk Pemenangan Pilkada calon yang didukung Bupati, namun pemberian bantuan yang akan digelontorkan pada saat momentum pilkada saat ini riskan di belokkan issue pemberiannya.
“Rawan karena bisa dibelokkan untuk kepentingan dukungan salah satu calon yang di dukung Bupati saat ini. Untuk itu demi menjaga netralitas birokrasi/ASN dan Bupati Boyolali, bahwa Bantuan Keuangan dari APBD Pemda Boyolali untuk pencairannya sebaiknya harus di tunda dulu setelah pelaksanaan Pilkada,” imbuhnya.
Alif menambahkan, langkah tersebut untuk memastikan Pilkada berjalan dengan tidak melibatkan penggunaan APBD yang terselubung.
“Demi menjaga netralitas, BKD harus menunda pencairan bantuan keuangan tersebut untuk desa melalui Kepala desa setelah Pilkada. Jika BKD tetap melaksanakan pencairan tersebut sebelum pilkada maka diduga BKD telah memihak kepada salah satu calon yang di dukung oleh Bupati,” tukasnya. Prihatsari