Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Ini Cara Sederhana Dosen FH UII untuk Buktikan Kaesang Nebeng Jet Pribadi Masuk Gratifikasi atau Bukan

Putra Presiden RI, Joko Widodo, Kaesang Pangarep, seusai memberikan klarifikasi di gedung ACLC Komisi Pemberantasan korupsi, Jakarta, Selasa (17/9/2024). Kaesang Pangarep memberikan klarifikasi ke KPK terkait laporan pengaduan masyarakat yang tengah di proses oleh Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat KPK dalam dugaan penerimaan gratifikasi berupa fasilitas mewah pesawat jet pribadi yang dipergunakan melakukan perjalanan ke Amerika Serikat bersama istrinya Erina Gudono | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di tengah polemik penentuan gratifikasi jet pribadi atas dari Putra Bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UII), Eko Riyadi punya cara sederhana untuk menentukan tindakan Kaesang tersebut masuk kriteria gratifikasi atau bukan.

Sebagaimana diketahui, tidak sedikit yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh putra bungsu Presiden Jokowi itu tidak merupakan gratifikasi, karena Kaesang bukanlah penyelenggara negara.

Mengenai hal itu, Eko Riyadi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UII)  mengatakan:

“Normatifnya, anak Presiden harus tunduk di bawah kaidah publik”.

Karena itu, menurut Eko Riyadi, cara menguji keterkaitannya dengan gratifikasi sangat sederhana.

“Cara menguji apakah pemberian layanan jet pribadi itu gratifikasi atau bukan, menurut saya sederhana. Apakah jika Kaesang bukan anak Presiden, fasilitas nebeng jet pribadi itu akan diberikan?” kata dia kepada Tempo.co, Rabu (18/9/2024) malam.

“Jawabannya yang paling masuk akal adalah tidak mungkin,” ujarnya.

Eko Riyadi menjelaskan, fasilitas itu diberikan diduga erat kaitannya dengan kepentingan bisnis si pemberi tebengan dan posisi Kaesang sebagai anak Presiden.

“Selain itu, anak Presiden juga harus tunduk di bawah etika penyelenggara negara utk wajib bebas dari KKN,” katanya.

“TAP MPR mengenai penyelenggara negara yang bebas KKN juga mengatur keluarga pejabat negara,” kata Eko Riyadi, menandaskan.

Kaesang Sebut Nebeng Naik Jet Pribadi

Sebagaimana diketahui, Kaesang Pangarep mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (17/9/2024). Ia hadir untuk mengklarifikasi dugaan gratifikasi berupa penggunaan jet pribadi ke Amerika Serikat sejak akhir Agustus.

Kaesang tiba didampingi oleh kuasa hukum dan juru bicaranya, serta menyatakan bahwa kedatangannya merupakan inisiatif pribadi sebagai warga negara yang patuh hukum, bukan karena panggilan resmi.

“Meskipun sebenarnya, saya tidak ada kewajiban” kata anak Jokowi itu kepada awak media di Gedung KPK, Selasa pagi.

Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menjelaskan bahwa perjalanannya menggunakan pesawat jet pribadi ke Amerika Serikat pada Agustus lalu hanyalah ‘nebeng’ teman.

“Numpang ke teman, kalau bahasa bekennya nebeng,” kata Kaesang, Selasa lalu.

Juru bicara Kaesang, Francine Widjojo, menjelaskan kronologi perjalanan Kaesang dan istrinya, Erina Gudono, ke Amerika Serikat dengan jet pribadi. Menurutnya, Kaesang awalnya berencana berangkat ke Amerika Serikat pada 20 Agustus dengan pesawat komersial.

Namun, secara kebetulan, seorang teman Kaesang juga akan pergi ke Amerika Serikat pada 18 Agustus 2024. Akhirnya, Kaesang memutuskan untuk berangkat bersama temannya karena tujuan mereka sama.

“Kebetulan searah, jadi nebeng,” kata Francine di Kantor KPK pada Selasa (17/9/2024).

Namun, keterangan Francine itu berbeda dengan apa yang diutarakan Kaesang sebelumnya di KPK. Saat itu, Kaesang mengaku hanya berempat di dalam jet pribadi, dan tidak ada di dalamnya pemilik pesawat.

Hal itu pula yang kemudian diungkapkan oleh KPK kepada media.

Sebelumnya, pada 11 September, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menegaskan bahwa pihaknya akan menyelidiki dugaan gratifikasi jet pribadi yang diterima oleh Kaesang. Selain itu, menantu Jokowi yang juga Wali Kota Medan, Bobby Nasution, diduga menerima gratifikasi serupa.

Saat ini, kasus dugaan gratifikasi tersebut sedang ditangani oleh Direktorat Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.

Sukma Kanthi Nurani, Dede Leni Mardianti, dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan ini.

Exit mobile version