Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Istri Pengasuh Pesantren Semarang Berjuang Melawan Tuduhan dan Vonis Berat Suaminya

Christya Dewi Eka istri dari Muh Anwar alias Bayu Aji Anwar yang merupakan pengasuh pondok pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi didampingi penasihat hukumnya akan ajukan kasasi | tribunnews

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Christya Dewi Eka, istri dari Muh Anwar alias Bayu Aji Anwar, pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah Al Kahfi Semarang, tak mampu menahan tangis saat suaminya divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Tinggi Semarang.

Vonis tersebut dijatuhkan atas tuduhan pencabulan terhadap santriwati. Kini, Christya harus menanggung sendiri beban delapan anak kandungnya.

“Saya sangat terpukul karena suami saya, yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga, dijatuhi hukuman berat seperti ini,” ungkap Christya kepada TribunJateng.com, Senin (2/9/2024).

Christya mengaku kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa setelah suaminya ditangkap. Penangkapan Muh Anwar terjadi di rumah orangtuanya di Bekasi, namun dilakukan tanpa surat penangkapan resmi.

“Surat penangkapan baru dikirim melalui WhatsApp setelah suami saya sampai di Semarang. Saya tidak tahu apa-apa tentang prosedur yang benar dalam penangkapan ini, saya hanya bisa diam karena waktu itu saya sedang hamil empat bulan,” ujarnya.

Setelah penangkapan suaminya, Christya merasa terpaksa harus pindah ke Bekasi. Anak-anaknya mendapat tekanan dari masyarakat, terutama dari seorang jemaah berinisial YC yang memaki-maki mereka. Kejadian ini membuat Christya merasa tidak kuat dan memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya di Bekasi.

“Saya tidak tahan melihat anak-anak saya dimaki-maki. Saat itu, empat anak perempuan saya dimaki oleh YC yang menuduh suami saya melakukan asusila. Saya akhirnya pulang ke rumah orang tua di Bekasi,” tambahnya.

Christya menceritakan bahwa korban dalam kasus ini, yang dikenal dengan inisial M, datang ke pondok pesantren pada Juli 2020. Korban ditempatkan di pondok bersama anak-anaknya dan diperlakukan sama selama tiga tahun. “Korban ini bersekolah di SMA, sedangkan anak saya di SMP. Mereka selalu bersama selama tiga tahun dan diperlakukan sama. Namun, setelah lulus, korban diperlakukan seperti ini,” katanya dengan nada sedih.

Christya menduga ada pihak yang sengaja menggunakan korban untuk menghancurkan rumah tangganya. “M ini dikenal sebagai anak yang pasif dalam pergaulan. YC, seorang janda yang ditinggal suaminya, tiba-tiba mendekati keluarga kami melalui ibu mertua saya dan adik-adik suami saya. Dia selalu datang ke acara keluarga, meskipun tidak pernah diundang, dan selalu menawarkan diri untuk ikut,” ujarnya.

Sementara itu, penasihat hukum Muh Anwar, Sri Arijani, menyatakan bahwa pihaknya masih mengupayakan kasasi. Mereka merasa beberapa pertimbangan majelis hakim di tingkat pertama tidak adil, karena keterangan kliennya sebagai terdakwa tidak dipertimbangkan dengan semestinya.

“Korban dan pelapor telah memberikan keterangan palsu mengenai adanya persetubuhan yang membuat korban kehilangan kehormatannya. Namun, saksi yang meringankan menyatakan bahwa korban sudah memiliki pacar sebelum bertemu dengan klien kami. Hal ini tidak disampaikan oleh korban maupun pelapor dalam persidangan,” ungkap Sri.

Atas dugaan keterangan palsu ini, pihaknya telah mengadukan korban M dan pelapor S ke Polda Jawa Tengah. Namun, laporan ini dilimpahkan ke Polrestabes Semarang dan akhirnya ditangani oleh Polsek Semarang Barat, yang membuat mereka kecewa.

“Kami berharap Kapolda Jawa Tengah dapat menindaklanjuti laporan kami demi perlindungan hukum bagi klien kami yang masih berjuang di tingkat kasasi,” tambahnya.

Penasihat hukum lainnya, Heri Hartono, menjelaskan bahwa kliennya dijerat dengan dakwaan Pasal 81 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Jo UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016. Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan Pasal 81 Jo Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014.

“Terdakwa divonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh Pengadilan Negeri. Jika denda tidak dibayarkan, maka hukuman akan ditambah dengan enam bulan kurungan. Pengadilan Tinggi Semarang menguatkan putusan tersebut. Saat ini kami sedang melakukan kasasi,” pungkas Heri.  

 

Exit mobile version