Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Micin Sering Dianggap Bisa Menyebabkan Kebodohan, Ini Penjelasan Dokter Gizi

Ilustrasi. pexels

JOGLOSEMARNEWS.COM Micin atau Monosodium Glutamat (MSG) merupakan salah satu bumbu masak yang paling sering digunakan. Dan hingga saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa penyedap rasa tersebut dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan seperti pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan.

Kenyataannya, Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM) menyatakan bahwa MSG sebagai bahan tambahan pangan kategori penguat rasa telah diizinkan penggunaannya di Indonesia dan diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Selain itu, lembaga skala internasional yang mengkaji resiko penggunaan bahan tambahan pangan seperti Joint Expert Committee on Food Additive (JECFA) juga menyatakan bahwa penggunaan MSG termasuk dalam kategori acceptable daily intake (ADI) atau asupan harian yang dapat diterima sebagai not specified. Artinya penggunaannya tidak dibatasi atau boleh dikonsumsi secukupnya. Lantas, apakah benar anggapan negatif soal MSG yang beredar di masyarakat?

Asosiasi Persatuan Pabrik Monosodium Glutamat & Asam Glutamat (P2MI), yang terdiri atas PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti,dan PT Daesang Ingredients Indonesia, telah mengadakan edukasi berbentuk talkshow dan cooking class interaktif yang dibawakan oleh dokter spesialis gizi klinik Yohan Samudra.

Menurut Yohan Samudra, micin dengan penggunaan secukupnya sangat aman dikonsumsi. Ia pun menambahkan bahwa sebenarnya penggunaan MSG dalam makanan memiliki beberapa manfaat seperti membantu meningkatkan nafsu makan sehingga asupan gizi seimbang bisa lebih terpenuhi, selain itu juga sebagai strategi diet rendah garam. “Kandungan MSG itu terdiri atas 78 persen glutamat, 12 persen natrium, dan 10 persen air,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 30 Agustus 2024.

Yohan menambahkan bahwa kadar natrium (garam) yang terdapat dalam MSG itu hanya sepertiga dari kadar natrium garam dapur biasa. “Sehingga pada masakan, yang diberi sedikit MSG, kita dapat mengurangi asupan natrium (garam), namun cita rasa makanan hasil masakan kita tetap terjaga kelezatannya,” kata Yohan.

Yohan mengingatkan bahwa kelebihan asupan garam dapat berpotensi meningkatkan resiko hipertensi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu bisa mengontrol asupan garam harian. “Hal yang paling mudah yang bisa kita lakukan memang hanya mencegah, yaitu dengan mengurangi penggunaan garam dalam makanan harian yang kita konsumsi,” katanya menambahkan.

Yohan pun mengingatkan bahwa sebagai konsumen, masyarakat juga perlu pintar dalam memilih makanan atau kudapan dalam kemasan yang mengandung garam tersembunyi. “Kita perlu menjadi konsumen yang cerdas dengan selalu mengecek label nutrition facts di balik kemasan,” lanjutnya.

Ketua Asosiasi Persatuan Pabrik Monosodium Glutamat & Asam Glutamat (P2MI) Satria Pinandita berharap masyarakat dapat terinformasi mengenai fakta yang sebenarnya terkait MSG. Ia pun berharap masyarakat dapat terpicu untuk bisa menerapkan gaya hidup sehat dengan mengontrol asupan gula, garam, lemak (GGL), sebagaimana yang dianjurkan juga oleh pemerintah. “Edukasi mengenai keamanan MSG kepada masyarakat juga turut digaungkan oleh para anggota kami di P2MI melalui berbagai aktivitas sehingga masyarakat tidak lagi merasa takut dalam menggunakan MSG,” kata Satria Pinandita.

Exit mobile version