Beranda Daerah Solo Pengakuan Mantan Wali Murid Ponpes di Sukoharjo: Anak Saya Pernah Dimasukkan ke...

Pengakuan Mantan Wali Murid Ponpes di Sukoharjo: Anak Saya Pernah Dimasukkan ke Kamar dan Dipukuli Tiga Orang, Akhirnya Pilih Keluar Usai 2 Bulan Mendaftar

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Salah satu mantan wali murid Pondok Pesantren Az Zayadiy, Grogol, Sukoharjo buka suara soal kasus perundungan yang sempat terjadi pada anaknya.

Mantan wali murid ini memberanikan diri untuk speak up. Usai meninggalnya Abdul Karim Putro Wibowo (13) salah satu santri yang meninggal, Senin, (16/09/2024) kemarin. Diduga karena mendapatkan penganiayaan kekerasan dari kakak tingkatnya.

Orang tua santri E (41) menceritakan anaknya E (12) keluar dari Pondok Pesantren Az Zayadiy setelah 2 bulan mendaftar. Pada tahun ajaran baru 2024/2025 tepatnya antara bulan Juli dan Agustus 2024.

E keluar setelah mendapatkan perundungan dari kakak tingkatnya. Hingga mendapatkan trauma yang mendalam.

“Yang dialami anak saya itu setelah 2 minggu masuk di pondok pesantren. Dia diminta oleh kelas 3 untuk melakukan pemalakan makanan. Tapi anak saya mengatakan tidak mau terus akhirnya dipukul,” ungkap E ditemui, Rabu, (18/09/2024).

E melanjutkan kejadian itu berlangsung sampai hari-hari berikutnya. Hingga akhirnya sang anak memberikan bekal yang dibawa dari rumah.

Namun selang beberapa hari kemudian. Karena kehabisan bekal, E diminta untuk menjadi babu. Disuruh mencuci baju hingga memijit.

Baca Juga :  Jaga Solo Damai Tanpa Money Politik Saat Pilkada, Arasi Siap Awasi TPS Hingga Rumah-Rumah Warga

“Anak saya juga pernah dimasukkan ke kamar. Dikunci di kamar dan dipukuli orang tiga atau orang empat. Setelah itu jatuhpun masih ditendang perutnya dan diinjak,” imbuh E.

Sang orang tua mulai curiga dengan anaknya ketika pertama kali sambangan. Tingkah laku E terlihat pendiam dan tidak mau bercerita sama sekali.

Sampai pada akhirnya orang tua E mencari informasi dari teman-teman satu pondok. Lalu terkumpullah 5 orang santri yang berani speak up kepada ketua yayasan.

“Kita menghadap ketua yayasan menceritakan semua itu. Tanggapan ketua yayasan pada saat itu namanya pembullyan di pondok udah biasa. Akhirnya anak saya jemput lalu dibawa ke psikolog,” paparnya.

Setelah dibawa ke psikolog E yang awalnya pendiam dan cenderung mengurung diri di kamar. Akhirnya mau diajak jalan dan baru banyak bercerita.

“Awal sebelum saya ajak ke psikologi kalau ditanya dia cuma bilang harus jaga nama baik pondok. Begitu takutnya saat diajak pulang ke rumahpun dia ga mau duduk di ruang tamu atau ruang tengah. Dia langsung masuk kamar dikunci posisinya seperti itu sampai ada trauma. Setelah dari psikolog baru mau diajak jalan- jalan, makan, dan banyak cerita,” papar orang tua E.

Baca Juga :  Relawan Tani Merdeka Optimistis Luthfi-Yasin Menang 60 % di Pilgub Jateng 2024

Disinggung soal melaporkan ke Polisi, pihaknya mengaku kejadian tersebut sudah terlalu lama dan beberapa bukti seperti memar juga sudah hilang.

“Setelah kasus anak saya ini, barulah ada korban Abdul Karim hingga meninggal dunia,” tandasnya.

Dari kasus ini, E pun berharap tidak ada lagi kasus perundungan yang terjadi di lingkungan Pondok Pesantren ke depannya. Ando