Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pimpinan KPK Akui Kinerja Lembaga Jeblok,  IM57+  Institute:  Kegagalan Presiden

(Dari kanan) Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan usai mengajukan uji materiil terhadap UU KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Selasa (28/5/2024) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata sama-sama mengakui kegagalan lembaganya dalam memberantas kejahatan rasuah di Tanah Air.

Bagi Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha, pengakuan tersebut menjadi bukti bahwa Pimpinan KPK sendiri di masa akhir jabatannya mengakui mengenai kegagalan revisi UU KPK, kepemimpinan mereka di KPK bahkan kepemimpinan Presiden.

Terlebih dengan pernyataan Alexander Marwata yang menyatakan jangan berharap ke KPK dan Nawawi Pomolango yang memberikan skor 5 dari 10 untuk lembaganya sendiri tersebut.

“Hal ini memang terbukti apabila melihat bukti yang ada,” kata Praswad dalam keterangan resmi, Jumat (27/9/2024).

Dalam 5 tahun ini, kata dia, Pimpinan KPK ada yang menjadi tersangka dan sebagian besar terlibat dalam pelanggaran etik. Pada level pelaksana, korupsi yang dilakukan Robin Patuju sampai korupsi berjamaah di Rutan KPK menjadi pertanda kerusakan yang begitu masif di KPK. Mantan penyidik KPK itu menyebut kerusakan ini terjadi secara struktural. Bahkan, apabila diminta ikut menilai, dirinya akan memberikan nilai 1 dari 10.

Berikutnya, fungsi pemberantasan korupsi yang seakan berhenti ini karena KPK enggan untuk melakukan pemberantasan suap yang salah satunya melalui pendekatan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Bagaimana bisa, lembaga anti korupsi hanya melaksanakan satu kali OTT selama 2024. Ini membuat tindakan pencegahan tidak optimal karena tidak bekerjanya deterence effect melalui OTT.

Padahal, menurut dia, OTT punya peran memberikan efek kejut dan pintu masuk untuk menginvestigasi kasus yang lebih besar. Kegagalan ini pun tidak terlepas dari kegagalan kepemimpinan nasional yang dalam hal ini dipimpin oleh Presiden. Presiden tidak mampu menjalankan perannya sebagai panglima pemberantasan korupsi.

Setelah kerangka hukum diacak-acak, Pimpinan KPK yang dipilih pun bermasalah sehingga menimbulkan kekacauan sistemik. Perlu dilakukan upaya luar biasa untuk memperbaiki keadaan ini.

Harapan terakhir berada di tangan pemerintahan yang baru, sebagai upaya untuk memperbaiki KPK yang sudah mengalami kerusakan secara struktural, yakni dirusak oleh eksekutif dan legislatif. Menurut dia, presiden terpilih harus segera mengeluarkan Perppu KPK yang mengembalikan UU KPK kepada UU 30 tahun 2002.

Exit mobile version