YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Berapa sih, pendapatan manusia silver dari hasil meminta-minta di perempatan jalan di Kota Yogyakarta? Dan, mengapa keberadaan mereka sulit dihilangkan meski Satpol PP sudah melakukan razia berkali-kali?
Nyatanya fenomena manusia silver itu selalu dan selalu muncul di Kota Budaya tersebut. Keberadaan mereka seringkali meresahkan masyarakat, karena dalam aksinya, tidak jarang mereka main kasar hingga menggebrak mobil pengguna jalan.
Usut punya usut, pendapatan yang cenderung menggiurkan, dibarengi faktor keramaian Kota Yogyakarta, disebut-sebut menjadi sebab merebaknya aktivitas tersebut.
Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat, mengatakan, status kota pariwisata dengan segudang daya tarik, dimanfaatkan para manusia silver untuk beroperasi di Kota Pelajar.
Di samping itu, berdasar pengamatannya, masyarakat atau wisatawan yang singgah di Kota Yogyakarta pun cenderung bermurah hati.
“Banyak pengunjung datang ke Kota Yogya, kemudian menjadi daya tarik mereka untuk meminta-minta. Ditambah, kedermawanan masyarakat yang gampang memberikan,” tandasnya, Rabu (2/10/2024).
Alhasil, dalam satu hari saja melancarkan aksi mengemisnya di jalanan, mereka bisa mengumpulkan pundi-pundi hingga ratusan ribu rupiah.
Bahkan, Octo menyebut, jika diakumulasikan dalam satu bulan, penghasilan seorang manusia silver di Kota Yogyakarta bisa melampaui gaji Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Memberi Rp 1.000, Rp 2.000, tapi ternyata penghasilan mereka (manusia silver) mengalahkan pendapatan ASN. Kalau sehari dapat Rp 600.000, dikali 30 hari sudah Rp 18 juta,” ungkapnya.
Dengan potensi yang teramat menggiurkan, banyak manusia silver yang nekat kembali beraksi, meski pernah terjaring razia Satpol PP sekalipun.
Selain itu, Octo mengungkapkan, kawanan mereka sudah memahami jam-jam rawan patroli, sehingga di lapangan kerap terjadi kucing-kucingan.
“Mereka melihat pergerakan Satpol PP dan jam tertentu, saat pergantian shift. Jadi, itu yang mereka manfaatkan di lapangan,” terangnya.
Apalagi, pada Minggu (29/9/2024) lalu, terjadi aksi manusia silver yang menggebrak mobil salah satu pengguna jalan di Jembatan Kleringan, Kota Yogya.
Insiden yang mencuat melalui berbagai lini media sosial tersebut, otomatis menjadi atensi publik maupun personel Satpol PP.
“Dengan kejadian itu, mereka menarik diri dulu, baru nanti, ketika situasinya sudah memungkinkan, mereka bakal keluar lagi,” ucap Octo
Kasatpol PP pun mengungkapkan, pihaknya bakal berkoordinasi dengan Dinas Sosial (Dinsos) DIY, untuk mempertegas upaya pembinaan manusia silver, agar tidak berhenti di Camp Assesment saja.
Terlebih, keberadaan mereka jelas melanggar Perda Kota Yogya No 1 Tahun 2014, tentang penanganan gelandangan dan pengemis.
“Untuk pembinaan di Dinsos (DIY), kami tidak bisa intervensi. Tapi, kami sedang dalam tahap koordinasi untuk pembinaan mereka,” terangnya.
“Jadi, nanti ada istilah residivis di lapangan, untuk memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran Perda,” pungkas Kasatpol PP.
Sebelumnya, Kepala Seksi Pengendalian Operasional Satpol PP Kota Yogya, Yudho Bangun Pamungkas, menuturkan, sepanjang 2024, hingga September, terdapat 18 manusia silver yang diamankan.
Berdasar hasil pemeriksaan, ia menemukan fakta bahwa modus mengemis semacam itu menghasilkan pendapatan antara Rp300-600 ribu per hari.
“Bahkan, dulu yang kami tertibkan di sekitar Jalan Taman Siswa itu, ada dua orang, per orangnya bisa dapat Rp400 ribu. Padahal, waktu kita amankan, dia baru bekerja sekitar empat empat jam,” katanya.
Dijelaskan, manusia silver yang diamankan oleh personelnya, langsung dibawa ke Camp Assessment Dinsos DIY untuk mendapat pembinaan.
Akan tetapi, karena prospek yang mumpuni, tidak sedikit dari mereka yang pernah tercokok, kembali menekuni profesi menjadi manusia silver.
“Sekarang lokasi yang marak (manusia silver) itu di seputaran Jalan Abu Bakar Ali dan Jalan Mataram. Lalu, di perempatan Jlagran itu sering, termasuk di simpang SGM juga,” jelasnya.