Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pilkada Sragen Memanas Muncul Spanduk Bernada Tolak Pemimpin Dinasti di Sejumlah Desa di Sragen

Spanduk Bernada Tolak Pemimpin Dinasti

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Lagi-lagi sejumlah spanduk yang bersifat provokasi kembali bertebaran dibeberapa wilayah kecamatan Sambungmacan dan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sragen 2024.

Beberapa spanduk provokasi tersebut bertuliskan “Plumbon bersatu tolak pemimpin dinasti” dan juga bertuliskan “Sambirejo tempatnya orang pintar mari bersatu tolak pemimpin dinasti”.

Adapun titik-titik pemasangan spanduk tersebut antara lain di Desa Plumbon, Desa Banyurip, Toyogo dan Banaran dan yang terbaru yaitu di wilayah Kecamatan Sambirejo.

Adapun maksud dan tujuan pemasangan spanduk di beberapa desa itu belum diketahui secara pasti siapa pelakunya. Namun adapun tujuan itu untuk mengajak warga tidak memilih pemimpin yang baru tidak berbau nepotisme maupun keluarga dinasti di Pilkada Sragen 2024.
Tentunya penolakan tersebut mengarahkan warga menolak dukungan terhadap pasangan calon (Paslon) nomor urut satu Untung Wibowo Sukowati-Suwardi. Lantaran muncul anggapan kempimpinan Sragen dari Bupati Yuni diwariskan ke Wibowo Sukawati disebut politik dinasti.

“Siapa yang memasang spanduk itu kami tidak tahu, karena pagi melihat sudah terpasang di jalanan,” ungkap salah satu warga Toyogo yang enggan disebut namanya.

Sementara Sekretaris DPD Nasdem Sragen Bambang Widjo Purwanto yang juga tim sukses pasangan calon bupati dan wakil bupati Sragen Bowo-Suwardi menegaskan bahwa politik dinasti itu tidak ada. Lantaran yang harus dipahami warga Sragen, bahwa masyarakat memilih langsung dalam pemilihan bupati. Kalo cocok senang dengan program kerjanya bisa dipilih dan dicoblos.

“Terkecuali sistem pemerintahan kerajaan itu dinamakan dinasti. Lha ini dalam pemilihan bupati warga yang menentukan pilihannya dan mencoblos, ya kliru kalo dibilang politik dinasti di Sragen,” kata Bambang Pur Selasa (8/10/2024).

Menurut Bambang Pur, yang jelas bentuk kampanye hitam dengan menggunakan tulisan yang provokatif dinilai sudah basi. Masyarakat sudah cerdas dan pintar menentukan pilihannya dalam Pilkada Sragen 2024.

“Kita sudah pernah mengalami di Pilkada 2011, mbak Yuni yang saat itu putra dari Bupati ikut mencalonkan sebagai calon Bupati ketika tidak dipilih dan kalah suara juga ngak jadi Bupati. Dan Secara explisit dalam UUD 1945 bahwa penempatan jabatan sebagai pemimpin negara dimulai dari Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota itu secara Demokrasi. Artinya dipilih langsung dari rakyat. Bukan hadiah dari langit ataupun pemberian langsung dari seseorang termasuk keluarga,” ujarnya.

Sebelumnya, spanduk bernada provokasi dengan tulisan spanduk menyindir mantan Bupati Sragen Agus Fatchurrahman dengan membenturkan dengan PNS. Agus Fatchurahman disuruh minta maaf pada PNS Sragen atas pernyataan yang menyindir dan menyebutkan PNS terkait pindahnya kantor Pemkab terpadu.

Yang terbaru ini gantian mantan bupati Sragen Untung Wiyono diserang secara politis terkait ijazah palsu. Spanduk berwarna merah bergambar keluarga Untung Wiyono, beserta anak-anaknya.
Terdapat foto Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Calon Bupati Untung Wibowo Sukawati. Pada intinya mendesak minta maaf kepada rakyat Sragen. Berkaitan menggunakan ijazah palsu. Informasi yang dihimpun, spanduk terpasang di Utara makam pahlawan Manding, perempatan SMPN 6 Sragen dan di pertigaan ring road Nglorog.

Terkait Spanduk tersebut Sekretaris DPC PDI Perjuangan Sragen Suparno menyampaikan pada masyarakat untuk berpolitik, dan berdemokrasi dengan yang santun.

“Aja lali kodrate, wong Jawa aja lali Jawane. Etika, budi pekerti kita junjung tinggi, saling menghargai. Jadi, sukmben kalau ada yang menang, ora umuk (sombong), sing kalah kuwi engko ya bisa bersatu meneh,” kata Suparno pada Senin (7/10/2024).

Suparno juga menilai jika diawali saling menjelekkan akan jadi contoh yang tidak baik untuk masyarakat. Dalam kontestasi ini dia mengingatkan untuk menjunjung sebuah demokrasi ini yang suportif.

“Tidak usah saling menjatuhkan, toh yang dijatuhkan belum tentu sesuai dengan apa yang disampaikan, kita jaga tinggi etika berpolitik, kesantunan berpolitik, budaya dan lain sebagainya,” jelasnya.

Huri Yanto

Exit mobile version