Beranda Umum Nasional Bahan Baku Tinggal untuk 3 Minggu,  Kasus Sritex Butuh Putusan Cepat Jika...

Bahan Baku Tinggal untuk 3 Minggu,  Kasus Sritex Butuh Putusan Cepat Jika Tak Ingin Terjadi PHK

Gapura masuk perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman tbk. (Sritex) | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Kasus status pailit PT Sri Rejeki Isman (Sritex) memasuki babak baru. Kurator kepailitan Sritex dan tiga anak usahanya, yakni  PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, mulai mengumpulkan para kreditor perusahaan tekstil tersebut.

Salah seorang kurator PT Sritex, Denny Ardiansyah, dalam pertemuan pertama dengan para kreditor di Pengadilan Negeri  Semarang, Rabu (13/11/2024) mengatakan, rapat pertama baru sebatas memperkenalkan diri bersama hakim pengawas dari PN Semarang.

Menurut Denny, setelah rapat perdana tersebut, nantinya akan dilanjutkan dengan langkah-langkah teknis berikutnya.

Dikatakan, hingga saat ini baru ada sembilan kreditor yang sudah tercatat oleh kurator dengan nilai tagihan mencapai Rp 600 miliar.

“Paling besar pajak, nilainya mencapai Rp 500 miliar,” katanya dan menambahkan, tagihan dari kreditor lain masih belum disampaikan seluruhnya.

Denny menegaskan bahwa kurator akan bekerja hati-hati untuk melindungi kreditor, debitor, maupun karyawan Sritex.

“Jangan sampai langkah yang dilakukan kurator justru blunder atau mengakibatkan kerugian,” katanya.

Sedangkan berkaitan dengan karyawan Sritex, lanjut dia, kurator hingga saat ini belum memperoleh data lengkap dari debitor.

Pemerintah, menurut Denny,  memberi atensi dan dukungan kepada kurator dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-Undang Kepailitan.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya, Pengadilan Niaga Semarang memutus pailit PT  Sritex dan tiga anak perusahaannya setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut, yakni PT Indo Bharat Rayon, yang mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.

Rumahkan 2.500 Karyawan

Terkait dengan status pailit tersebut, PT Sritex telah merumahkan 2.500 pekerja, namun perusahaan menyatakan mereka bukan di-PHK.

“Sritex tidak melakukan PHK dalam status kepailitan ini. Tetapi, Sritex telah meliburkan sekitar 2.500 karyawan ,” ujar Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta, Rabu.

Iwan menjelaskan karyawan yang diliburkan karena adanya persoalan mengenai pasokan bahan baku yang tersendat. Ia juga mengatakan bahwa pekerja yang diliburkan tetap mendapatkan gaji.

Baca Juga :  Jokowi Tak Lagi Berkuasa, Pemerintah Bakal Hentikan Sementara Bansos Jelang Pilkada, Kecuali Daerah Terdampak Bencana

Jumlah itu disebut Iwan akan terus meningkat bila tidak ada keputusan dari kurator dan hakim pengawas untuk izin keberlanjutan usaha, pasalnya ketersediaan baku disebutnya hanya untuk produksi selama tiga minggu ke depan.

“Jadi, ini ada proses going concern yang harus cepat diputuskan hakim pengawas karena akan membantu kami dalam keberlanjutan, bila itu ada kita kembali,” katanya.

Kendala tersebut, kata dia, jika tidak segera diselesaikan, maka bakal menghadirkan ancaman PHK.

Manajemen Sritex, kata dia, senantiasa mengedepankan keberlangsungan usaha serta mengusahakan agar tidak ada PHK terhadap para pekerja.

Hal itu ia sampaikan, karena masalah lain tengah dihadapi yakni persoalan rekening bank perusahaan yang dibekukan, sehingga turut berdampak pada operasional.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menegaskan bahwa PT Sritex tidak melakukan PHK.

“Artinya, saya ingin menjawab isu liar yang tidak bertanggung jawab ini, bahwa tidak ada PHK,” kata Noel sapaan akrabnya.

Noel juga menyebut dalam waktu dekat pihaknya juga akan mengunjungi PT Sritex untuk memastikan tidak ada PHK serta sebagai bentuk kehadiran negara.

“Pekerja itu butuh kepastian, kepastian hukum. Dan negara harus hadir,” katanya.

Ombudsman Dukung Penyelamatan Sritex

Di pihak lain, Ombudsman RI meminta pemerintah mempercepat upaya penyelamatan Sritex (SRIL) sebagai pelayanan publik perlindungan industri tekstil dalam negeri beserta tenaga kerjanya, setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh PN Niaga Semarang.

Dalam acara fasilitasi di Kantor PT Sritex, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (12/11/2024), Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyatakan pihaknya menaruh atensi khusus dalam percepatan penanganan Sritex, sebab status pailit telah berdampak langsung pada pemblokiran oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai sehingga tidak ada transaksi barang masuk maupun keluar.

“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan berbagai upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Sritex,” ujar Yeka di Jakarta, Rabu.

Baca Juga :  Indonesia Ajukan Permintaan Pengembalian Prasasti Pucangan kepada India

Menurutnya, status pailit telah berdampak pada keputusan merumahkan sementara sebanyak 2.500 karyawan dan jumlah tersebut akan terus bertambah jika izin usaha tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berjalan di Mahkamah Agung (MA).

Selain itu, kata dia, ketersediaan bahan baku produksi Sritex yang tersisa diperkirakan akan habis dalam tiga minggu ke depan, sehingga kemungkinan timbul potensi PHK besar-besaran, mengingat tidak ada lagi yang dapat dikerjakan oleh karyawan.

“Jadi, diperkirakan PHK besar-besaran akan terjadi 3 minggu ke depan,” ucap dia.

Yeka mengungkapkan pailitnya Sritex mengisyaratkan adanya potensi malaadministrasi dalam pelayanan publik mengingat prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.

Ia mengkhawatirkan hal tersebut akan menimbulkan efek domino yang besar pada penyelenggaraan pelayanan publik sektor industri, perdagangan, dan ketenagakerjaan, yang secara lebih lanjut akan membawa keterpurukan sektor itu.

Untuk itu selain mempercepat penyelamatan Sritex, Ombudsman juga mendesak adanya peninjauan atas kebijakan dan Undang-Undang Kepailitan, yang dinilai berpotensi menimbulkan maladministrasi di masa depan.

Secara khusus kepada Kementerian Perdagangan, Ombudsman meminta untuk mengambil langkah untuk mencegah impor ilegal untuk melindungi industri dalam negeri.

www.tempo.co