BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Bantul kembali menjadi perhatian serius. Sebagaimana fenomena gunung es, data yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil dari jumlah kasus sebenarnya. Banyak korban memilih diam karena rasa malu, ketakutan, atau anggapan bahwa kekerasan adalah hal yang wajar.
Hingga November 2024, tercatat 86 kasus kekerasan terhadap perempuan di Bantul. Data ini diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul, Agus Budiraharja, yang juga menyebutkan bahwa total kasus kekerasan mencapai 160. Sebanyak 74 di antaranya merupakan kasus kekerasan terhadap anak.
“Yang tercatat ini hanyalah sebagian kecil. Kita semua harus menyadari bahwa yang tidak tercatat jauh lebih banyak. Ini menjadi alarm bagi kita untuk semakin serius menangani isu kekerasan ini,” ujar Agus dalam keterangannya.
Agus menegaskan bahwa kekerasan, baik terhadap perempuan maupun anak, tidak hanya meninggalkan luka fisik tetapi juga dampak psikologis yang mendalam. Terutama bagi anak-anak, trauma akibat kekerasan dapat mengancam masa depan mereka sebagai generasi penerus bangsa.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini, menegaskan bahwa pencegahan kekerasan memerlukan sinergi dari seluruh elemen masyarakat.
“Upaya ini tidak hanya menjadi tanggung jawab DP3AP2KB atau Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Semua elemen masyarakat harus ikut berperan aktif,” kata Ninik.
Sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanganan, layanan Sapa 129 terus didorong sebagai saluran pelaporan yang aman bagi korban. Layanan ini juga menyediakan akses pendampingan dan penampungan sementara bagi para korban.
“Ini menjadi langkah awal untuk memastikan para korban mendapatkan perlindungan yang mereka butuhkan,” imbuh Ninik.
Dengan tingginya angka kekerasan, pihak pemerintah daerah mengajak masyarakat untuk lebih proaktif dalam melapor dan bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak. Fenomena gunung es ini menuntut komitmen bersama agar korban tidak lagi merasa takut dan suara mereka dapat didengar.