WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di tengah hiruk-pikuk tuntutan kenaikan upah dan perjuangan buruh yang kerap terdengar, ada banyak kisah menginspirasi dari para pekerja sejumlah pabrik di Jateng.
Mereka adalah buruh yang tidak pernah mendapatkan kenaikan upah selama bertahun-tahun. Upah yang mereka terima besarannya di bawah UMK setempat.
Namun, tak ada keluhan ataupun rasa kecewa. Sebaliknya, mereka justru menunjukkan loyalitas luar biasa terhadap perusahaan.
Pabrik yang mempekerjakan buruh super itu bergerak di banyak bidang. Ada yang produksi kerajinan tangan, konveksi, dan lainnya. Sejak beberapa tahun terakhir, kondisi usaha tersebut tidak sepenuhnya stabil.
Pemilik salah satu perusahaan di Jateng tenggara, Wonogiri, seorang perempuan yang meminta namanya dirahasiakan, mengungkapkan bahwa dirinya sudah berusaha sekuat tenaga menjaga bisnis tetap berjalan meski omzet kerap pas-pasan.
“Saya tahu upah mereka memang kecil, dan saya ingin sekali menaikkannya. Tapi apa daya, keuangan perusahaan benar-benar pas-pasan. Kalau saya paksa menaikkan, perusahaan bisa rugi besar dan akhirnya tutup,” ujar dia dengan mata berkaca-kaca, Senin (2/12/2024).
Para buruh yang bekerja di pabrik itu memahami sepenuhnya kondisi tersebut. Mereka tahu perjuangan sang bos untuk mempertahankan usaha tidaklah mudah.
Bahkan, mereka sering melihat sendiri bagaimana pemilik bisnis sering tidur di pabrik karena mengurus pesanan hingga larut malam.
Salah satu buruh di perusahaan konvensional, Siti (38), menceritakan alasan dirinya tetap setia meski tidak pernah mendapat kenaikan upah seperti diinginkan pemerintah melalui UMN, UMK dan sejenisnya.
“Bos kami itu orangnya baik, sangat peduli sama kita. Meski upah kecil, kami tahu beliau juga tidak hidup mewah. Setiap bulan, kami masih bisa membawa pulang gaji, walaupun tidak besar. Itu saja sudah cukup membuat saya bersyukur,” tutur Siti.
Hubungan antara pemilik perusahaan dan para buruh memang sangat baik. Pemilik usaha selalu memastikan buruh mendapat makan siang gratis, dan saat ada sedikit keuntungan lebih, ia tidak segan-segan memberikan bonus meskipun kecil.
“Kadang kalau ada rezeki lebih, bos langsung belikan makanan atau kebutuhan pokok buat kami. Itu bikin kami merasa dihargai,” ungkap Rudi (42), buruh lainnya.
Sikap bersyukur dan saling mendukung ini menciptakan suasana kerja yang penuh kekeluargaan. Meski harus bekerja dengan upah yang jauh dari kata cukup, para buruh tetap menjalani pekerjaan mereka dengan sepenuh hati.
“Kami percaya, selama bekerja dengan tulus dan ikhlas, rezeki akan datang dari jalan lain. Lagi pula, di luar sana belum tentu kami mendapatkan pekerjaan yang suasananya seperti di sini,” tambah buruh lainnya.
Kisah ini menunjukkan bahwa di tengah tekanan ekonomi, rasa syukur, keikhlasan, dan solidaritas masih menjadi nilai yang dapat mempererat hubungan antara buruh dan pemilik usaha. Harapan besarnya kondisi perekonomian segera membaik, sehingga kebersamaan yang telah terjalin antar buruh dan bos selama ini bisa terus berlanjut dengan kesejahteraan yang lebih baik bagi semua pihak. Aris Arianto