Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Debora Rini Melukis dengan Mata Hati, Bukan Sekadar Warna

Bersama Prof. Widodo Hadisaputro (UGM) dan Dr. Hajar Pamadhi, MA (Hons) dan EneMentes | Foto: Istimewa

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Di sebuah sudut Studio Kalahan, Jogja, lukisan-lukisan kecil tergantung dengan penuh makna. Setiap goresan memancarkan cerita, tidak hanya tentang seni tetapi juga tentang keberanian dan ketabahan seorang seniman bernama Debora Rini, atau yang lebih akrab disapa Debrin.

Bagi Debrin, melukis bukan hanya tentang menuangkan ide di atas kanvas, melainkan sebuah perjalanan spiritual. Meski sejak 2020 penglihatannya terganggu, Debrin terus berkarya dengan hati yang besar. Seni baginya bukan hanya bentuk ekspresi, melainkan terapi yang menguatkan jiwa, terutama dalam menghadapi keterbatasan fisiknya.

“Melukis bagi saya adalah doa. Doa dalam bentuk warna dan garis,” ujar Debrin, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Pameran terbaru Debrin bersama kelompok seni EneMentes berlangsung pada 6-13 Desember 2024. Dalam pameran ini, 10 karyanya dipamerkan, masing-masing membawa pesan spiritual yang mendalam.

Salah satu karyanya yang berjudul Agape menjadi magnet perhatian. Lukisan itu, menurut Heri Dono, seniman sekaligus pemilik Studio Kalahan, merefleksikan cinta kasih universal yang menyentuh hati.

Agape mengingatkan kita bahwa hidup ini singkat, tetapi seni dapat meninggalkan warisan panjang,” ujar Heri.

Suasana pembukaa pameran EneMentes, tampak pengunjung menikmati karya-karya yang terpajang | Foto: Istimewa

Tidak hanya penikmat seni, para pakar juga turut memberikan apresiasi. Prof. Widodo Hadisaputro, Ph.D., dari Universitas Gadjah Mada, menyebut bahwa karya-karya Debrin adalah jembatan komunikasi yang menyentuh aspek terdalam dari jiwa manusia. Sementara itu, Dr. Ki Hadjar Pamadhi, MA (Hons), yang menjadi kurator, menggambarkan lukisan-lukisan ini sebagai doa yang divisualkan dengan penuh kesabaran dan ketulusan.

“Setiap goresan adalah bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta,” ungkapnya.

 Semangat Sumarah

Karya-karya Debrin lahir dari proses yang panjang dan penuh perenungan. Dalam menjalani hidup, ia mempraktikkan semangat Sumarah, sebuah falsafah Jawa yang berarti berserah diri kepada Sang Khalik dengan sepenuh hati, tanpa kehilangan semangat untuk terus berusaha.

“Sumarah bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan hasil kepada Yang Maha Kuasa setelah berbuat yang terbaik,” tutur Debrin.

Dalam menghadapi keterbatasan, Debrin juga terinspirasi oleh konsep kecerdasan emosional dari Daniel Goleman—kemampuan mengendalikan diri, menjaga semangat, dan memotivasi diri di tengah tantangan.

Bersama EneMentes, kelompok seni yang beranggotakan alumni ISI Solo, Debrin menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan dan spiritual. Anggota lain seperti Agoes Nuryanto, Agus Siswanto, dan Harbani Setyowati turut melengkapi pameran dengan karya-karya mereka.

Namun, kisah Debrin memiliki daya tarik tersendiri. Dengan keterbatasan penglihatannya, ia membuktikan bahwa seni adalah medium yang melampaui hambatan fisik. Pameran ini menjadi bukti nyata bagaimana kekuatan doa, cinta kasih, dan tekad mampu menciptakan keindahan yang tak terbantahkan.

Bagi para pengunjung, pameran ini bukan sekadar ajang menikmati seni visual, tetapi juga sebuah perjalanan inspiratif. Setiap lukisan adalah undangan untuk merenung, memahami, dan merasakan cinta kasih yang terpancar dari setiap goresan.

Melalui karya-karyanya, Debrin mengingatkan bahwa keterbatasan bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah semangat baru.  Suhamdani

 

 

Exit mobile version