Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Mengembalikan Harga Diri Guru di Tengah Tantangan Pendidikan Era Modern

Ilustrasi kegiatan belajar mengajar | dok. joglosemarnews

Malika Kayla, Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, Prodi Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Malang

Era modern menghadirkan berbagai tantangan baru bagi dunia pendidikan, khususnya bagi para guru. Perkembangan teknologi yang begitu pesat, tuntutan akademik yang semakin tinggi, serta perubahan sosial yang signifikan menciptakan tekanan tersendiri.

Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan adalah meningkatnya konflik antara guru dan siswa. Kasus-kasus di mana siswa mengadukan guru kepada orang tua, yang kemudian berlanjut hingga ke pihak berwajib, kini bukan lagi hal yang asing. Situasi ini tidak hanya merugikan guru secara profesional, tetapi juga berdampak pada menurunnya harga diri mereka sebagai pendidik.

Keberanian siswa untuk melawan guru menjadi gambaran nyata dari krisis moral dan etika yang sedang melanda generasi muda. Kemajuan teknologi digital, meskipun membawa banyak manfaat, juga menghadirkan dampak negatif yang tidak dapat diabaikan.

Akses internet yang terlalu bebas sering kali membuat siswa kehilangan kendali, sementara pengawasan orang tua yang kurang optimal semakin memperburuk keadaan. Dalam situasi seperti ini, guru tidak hanya menghadapi tekanan dari dalam kelas, tetapi juga beban psikologis akibat menurunnya penghormatan terhadap peran mereka.

Di sisi lain, tantangan yang dihadapi guru tidak hanya berasal dari siswa. Dukungan yang minim, baik dari pemerintah maupun masyarakat, turut menggerus semangat mereka. Kurangnya penghargaan, fasilitas yang tidak memadai, dan tuntutan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan perlindungan yang layak membuat profesi guru semakin sulit dijalani. Dalam kondisi seperti ini, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa mengembalikan harga diri guru membutuhkan langkah nyata yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Jika melihat perjalanan sejarah, peran guru di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan dari masa ke masa. Pada masa Hindia Belanda, pendidikan guru mulai terstruktur dengan didirikannya Kweekschool di Solo pada tahun 1852. Namun, stratifikasi pendidikan yang sangat terasa pada masa itu menempatkan pendidikan Eropa di atas segalanya. Ketika masa penjajahan Jepang tiba, sistem pendidikan dirombak, stratifikasi dihapus, dan kurikulum lokal mulai diperkenalkan, meskipun tetap sarat kepentingan politik. Setelah kemerdekaan, pendidikan guru berkembang dengan munculnya berbagai jenis sekolah seperti SGB, SGC, dan SGA. Namun, masa ini juga ditandai dengan ketidakstabilan politik dan tantangan sosial yang cukup besar.

Memasuki era Orde Baru hingga masa Reformasi, pendidikan dasar mengalami peningkatan secara kuantitas, tetapi sering kali kualitas menjadi korban. Guru dihadapkan pada perubahan kurikulum yang terlalu sering, sehingga menyulitkan mereka untuk beradaptasi dengan cepat. Kini, di era digital dan revolusi industri 4.0, tantangan semakin kompleks. Teknologi yang seharusnya menjadi alat bantu justru sering disalahgunakan. Di sisi lain, globalisasi membawa dampak pada menurunnya penghargaan terhadap budaya lokal dan memperlebar kesenjangan sosial di masyarakat.

Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, upaya untuk mengembalikan harga diri guru menjadi sangat penting. Hal ini tidak hanya menyangkut kesejahteraan mereka secara materi, tetapi juga pengakuan atas peran mereka sebagai pilar utama dalam membentuk karakter generasi penerus. Guru membutuhkan dukungan nyata berupa penghargaan yang layak, kesempatan untuk terus mengembangkan diri melalui pelatihan dan workshop, serta lingkungan kerja yang kondusif. Di sisi lain, masyarakat juga perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran guru, sehingga apresiasi terhadap profesi ini dapat kembali ditingkatkan.

Namun, tanggung jawab ini tidak sepenuhnya berada di tangan pemerintah atau masyarakat. Guru sendiri juga perlu terus berinovasi, belajar, dan mengembangkan kompetensinya agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Dengan semangat yang terus terjaga, guru dapat menjadi inspirasi bagi siswa dan komunitasnya.

Pendidikan di era modern memang menghadapi tantangan yang tidak sederhana. Namun, dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat, tantangan ini dapat diatasi. Harga diri guru adalah kunci keberhasilan pendidikan. Ketika guru dihormati dan dihargai, mereka akan mampu menjalankan peran mereka dengan penuh dedikasi, sehingga pendidikan dapat menjadi motor penggerak perubahan yang positif bagi masa depan bangsa. [*]

Exit mobile version