YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Yogyakarta untuk tahun 2025 sebesar 6,5 persen menjadi Rp 2.655.041, dinilai tak ada artinya bagi kalangan buruh atau pekerja.
Pasalnya, bersamaan dengan itu pemerintah juga menggenjot Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Artinya, kenaikan UMK sebesar Rp 162.044 menjadi tidak signifikan dan masih jauh dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang besarnya di kisaran Rp 4 juta.
Salah seorang pekerja di Kota Yogyakarta, Maulidina, menyebut, kenaikan UMK yang hanya 6,5 persen itu ‘sama saja bohong’.
“UMK naik, tapi dibarengi dengan harga-harga yang ikut melambung tinggi, ya sama saja bohong dong,” katanya, Rabu (18/12/2024).
Menurut Maulidina, kenaikan harga kebutuhan pokok di Yogyakarta sejalan dengan daerah lain yang memiliki Upah Minimum Kota (UMK) lebih tinggi. Namun, ia merasa hal ini tidak masuk akal, mengingat UMK di Kota Yogya masih tergolong rendah.
“Seharusnya upah minimal bisa mendekati angka Rp4 juta sesuai survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kalau terus seperti ini, masyarakat dibiarkan hidup tidak layak,” ungkapnya.
Maulidina berharap ada penyesuaian yang signifikan terhadap UMK di Yogyakarta agar pekerja bisa menjalani kehidupan yang lebih layak.
“Bayangkan, harga rumah sekarang di atas Rp700 juta. Gaji pekerja yang hanya mepet UMK membuat membeli rumah di Kota Yogya menjadi hal yang mustahil,” tuturnya.
Ia mengaku bahwa memiliki hunian di Yogyakarta kini menjadi angan-angan yang sulit tercapai bagi pekerja seperti dirinya.
“Beli rumah di Kota Yogya saat ini benar-benar seperti mimpi. Jadi, saya tidak mau berharap banyak,” tandasnya.