Beranda Edukasi Kesehatan Penanganan Drainase Postural terhadap Kasus Pneumonia pada Balita

Penanganan Drainase Postural terhadap Kasus Pneumonia pada Balita

Ilustrasi anak penderita pneumonia | tribunnews
Melyatun Khasanah
Program Studi Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang

Pneumonia merupakan infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru, alveoli yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Hal tersebut dapat menyebabkan penyakit ringan hingga mengancam jiwa pada orang-orang dari segala usia, tetapi pneumonia merupakan satu-satunya penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia. Paru-paru terdiri dari kantung kecil yaitu alveoli dengan udara ketika orang sehat bernapas. Ketika seseorang menderita pneumonia, alveoli diisi dengan nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa sakit dan membatasi asupan oksigen. Infeksi pada pneumonia umumnya menyebar melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi (Hadiq et al., 2024).

Penyakit pneumonia merupakan infeksi akut pada parenkim, meliputi alveolus dan jaringan sekitarnya, ditandai dengan batuk, sesak napas, demam. Sedangkan, penyakit pneumonia umumnya menyerang anak dengan berbagai umur namun, dalam dunia klinis balita merupakan penderita terbanyak sampai sekarang. Beberapa virus dapat menyebabkan gejala pneumonia yang berat. Virus yang menyebabkan gejala penyakit pneumonia merupakan severe acute respiratory infencition (SARI). Area paru-paru akan membesar dan membentuk sentral yang terdiri dari errotis, neutrophili, dan bakteri (Suci, 2020).

Penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian utama balita, terutama di negara berkembang. Secara global, terdapat lebih dari 1.400 kasus pneumonia per 100.000 anak per tahun. Kasus terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika Barat dan Tengah (Utama, 2024). Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun pneumonia membunuh sekitar 1,4 juta balita dan menduduki peringkat tertinggi kasus kematian pada balita di Indonesia. Salah satu penyebab kematian balita yaitu kurangnya perhatian, pada kejadian tersebut sehingga pneumonia juga disebut pembunuh anak-anak yang dilupakan (Aldriana, 2023).

Peningkatan penyakit pneumonia pada balita, dipicu oleh kondisi fisik pada rumah yang tidak dapat memenuhi kesehatan dan perilaku penggunaan bahan bakar yang mengakibatkan terjadinya pneumonia. Rumah padat penduduk dan kebiasaan merokok dapat meningkatkan terjadinya pneumonia pada balita. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan yang higenis menjadi standar lingkungan yang baik untuk mengurangi terserang penyakit pneumonia. Demikian cakupan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dengan angka yang masih rendah berpotensi lebih besar untuk menderita pneumonia dibandingkan balita yang mendapatkan ASI eksklusif (Anjaswanti et al, 2022).

Salah satu risiko penyebab pneumonia terjadi pada balita merupakan gizi buruk. Gizi buruk merupakan salah satu masalah pada negara berkembang salah satunyamerupakan Indonesia. Menurut Pemantau Status Gizi (PSG) tahun 2017 keadaan gizi buruk memiliki peran penting dalam terjadinya pneumonia pada balita, karena saat keadaan tersebut balita mudah untuk terkena infeksi yang disebabkan oleh sistem imun tubuh menurun. Salah satu kondisi gizi buruk merupakan kekurangan protein dan biasanya diikuti dengan kekurangan vitamin A, E, dan C yang merupakan antioksida dan dapat menangkal radikal bebas. Kekurangan vitamin A (Beta Karoten) dapat mengurangi fungsi perlindungan pada sisitem saluran nafas dari infeksi (Yunus dkk, 2020).

Berdasarkan penelitian Pemantau Ahli Gizi (PSG), terdapat hubungan antara kondisi gizi dan tingkat keparahan pneumonia pada balita. Balita dengan kekurangan gizi memiliki kecenderungan mengalami pneumonia dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi. Faktor tersebut dapat disebabkan pada penurunan tingkat kekebalan tubuh akibat kekurangan gizi, yang merupakan faktor tingkat keparahan pneumonia pada balita. Penelitian juga mengatakan bahwa, meskipun balita dengan gizi baik tetap beresiko terkena pneumonia pada balita.Tetapi, tidak hanya kondisi gizi buruk yang resiko menjadi salah satu penyebab pneumonia, jenis kelamin memainkan peran sebagai faktor dalam peningkatan risiko terkena pneumonia. Penelitian mencatat bahwa risiko pneumonia pada anak laki-laki lebih tinggi sekitar 1,46 kali lipat dibandingkan dengan anak Perempuan.

Selain dengan risiko pneumonia, pengetahuan ibu tentang peneumonia di Indonesia masih buruk sehingga banyak balita terserang pneumonia bahkan tidak terjadi hanya sekali namun berulang kali pada balita yang sama. Pengetahuan ibu yang rendah tentang penyakit peneumonia, dapat mempengaruhi perilaku pencegahan. Adapun beberapa perilaku yang beresiko untuk terjadinya peneumonia yaitu perilaku tidak mencuci tangan, perilaku tidak menutup hidung dan mulut ketika batuk, tidak membawa anak yang sakit ke fasilitas pelayanan kesehatan, perilaku merokok, dan tidak menjaga kebersihan rumah. Dampak dari pengetahuan ibu yang rendah terhadap perilaku pencegahan dapat mempengaruhi perawatan yang baik pada balita. Sehingga, untuk mengurangi terjadinya penyakit pneumonia maka pencegahan perlu dilakukan seperti melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, memberikan ASI eksklusif, segera mencari pelayan kesehatan jika anak sakit dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar balita (Sidiq, 2018).

****

 

            Pneumonia merupakan peradangan paru-paru disebabkan oleh infeksi. Pneumonia dikenal sebagai istilah paru-paru basah. Pada kondisi tersebut, infeksi menyebabkan peradangan pada kantong udara yaitu alveoli disalah satu atau kedua paru-paru. Akibatnya, alveoli dipenuhi cairan atau nanah sehingga membuat penderitanya sulit bernafas. Penyakit pneumonia disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur. Beberapa virus yang umum menyebabkan pneumonia merupakan virus influeenza, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Severe Acuaten Respiratory Syndrom Coronavirus 2 (SARS-COV-2), yaitu ganguan jenis koronavis yang menyebabkan infeksi pernapasan.

Paru-paru merupakan organ vital manusia yang penting sebagai alat pernapasan pada manusia. Penyakit paru-paru merupakan penyakit yang tingkat kematianya cukup luas. Penyakit peneumonia umum menyerang masyarakat Indonesia yang berada pada daerah dengan kualitas udara yang buruk dalam kehidupan sehari-hari banyak penyakit yang disebabkan oleh paru-paru seperti Asma, Tuberkulosi (TBC), dan pneumonia. Tetapi hal tersebut tidak boleh dianggap remeh, karena fungsi dari paru-paru sebagai alat pernapasan manusia sangat penting. Paru-paru merupakan penyakit yang susah untuk disembuhkan apabila terlambat dalam diagnosa dan akan menjadi semakin buruk atau kronis apabila tidak segera ditangani (Wulan & Pitaloka, 2024).

Pneumonian dapat dibagi berdasarkan tempat infeksi terjadi, yakni pneumonia yang didapat dari rumah sakit atau pneumonia yang terjadi diluar rumah sakit. Pneumonia yang terjadi di rumah sakit Hospital Acqurid Peneumonia (HAP), merupakan jenis pneumonia yang berkembang setelah orang dirawat di rumah sakit untuk peroiode tertentu, biasanya setelah 48 jam setelah masuk rumah sakit. Infeksi tersebut dapat menjadi lebih serius dibandingkan dengan pneumonia yangt terjadi di luar rumah sakit, karenapasien memiliki kondisi kesehatn yang lemah dan lebih rentan terhadap infeksi. Pneumonia yang terjadi di luar rumah sakit Community Acquired Pneumonia (CAP), cenderung lebih beragam dan disebabkan oleh berbagai mikrooganisme, termasuk bakteri, virus, dan jamur. Penyakit pneumonia yang terjadi di luar rumah sakit lenih sering dialami oleh anak-anak, orang lanjut usia, dan yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Pneumonia merupakan penyebab terbesar kematian pada anak di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukan pneumonia menyebabakan 1,4 juta balita meninggal setiap tahunnya. Diperkirakan dari keseluruhan total kematian balita di dunia, merupakan 16 persen kematian disebabkan pneumonia. Balita sanagt rentan terhadap pneumonia karena sistem kekebalan tubuh balita yang masih berekembang dan saluran pernapasan yang lebih sempit, yang mudah terhambat infeksi. Hampir diseluruh negara berkembang, termasuk Indonesia pneumonia pada balita sering kali terlambat didiagnosis atau tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, sehingga berisiko menyebakan komplikasi yang fatal.

Baca Juga :  Ketumbar, Bumbu Masak yang Bisa Bantu Turunkan Kadar Gula Darah

Konsekuensi yang diakibatkan oleh pneumonia menekankan pentingnya peran keluarga dalam mencegah dan mengelola kondisi tersebut dengan tepat. Namun, mencegah kekambuhan dan mengurangi keparahan gejala perilaku memiliki kesadaran. Peran fisioterapi dibutuhkan dalam memberikan asuhan fisoterapi untuk menurunkan jumlah prevalanse. Penyakit pneumonia dalam menangani keluhan pasien pneumonia seperti mengeluarkan sputum, mengurangi batuk berdahak, dan sesak napas. Kasus pneumonia pada balita dapat diberikan terapi berupa pustural drainase. Postural drainase merupakan metode untuk meningkatkan Upaya pasien dalam memperbaiki fungsi paru (Dewi & Nesi, 2024).

Penyakit pneumonia dari berat ataupun ringan penyakit pneumonia dilihat, berdasarkan tanda klinis yang muncul. Pneumonia ringan ditandai batuk dankesulitan bernafas. Sedangkan pneumonia ringan disertai suara merintih pada balita, suara pernapasan menurun, dan cuping hidung atau tarikan hidung kedalam. Angka kejadian pneumonia dan komplikasi pada balita dapat diminimalkan. Salah satunya dengan pemberian imunisasi yang memadai (Oktaviana, 2020).

****

Beberapa penelitian mebuktikan bahwa faktor-faktor penyebab kasus pneumonia pada balita sangat beragam m ulai dari infeksi, virus, dan bakteri hingga kondisi lingkungan yang tidak mendukung, faktor-faktor tersebut meliputi beberapa hal, seperti mikroorganisme, lingkunan, genetik, gizi, imunisasi, dan ekonomi. Pada umumnya organ paru-paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme diantaranya pertahanan barrier baik secara anatomi dan fisiologi.Apabila salah satu pertahanan tersebut terganggu, maka mikrooganisme dapat masuk ke paru-paru berkembang biak dan memulai penghancuran sehingga memicu terjadinya pneumonia. Mikroorganisme yang mengivenansi saluran pernapasan bagian bawah akan menyebabkan respon inflamasi akut yang diikuti sel-sel kedalam perivaskuler. Ketika mekanisme tersebut gagal memebunuh mikroorganisme dalam alveolus, maka sel leukosit dengan aktivitas akan dibawa oleh sitokin sehingga muncul respon. Bakteri seperti Streptococcus pneumoniae amerupakan penyebab utama pneumonia bakteri pada balita,terutama pada balita yang terkena penyakit paru kronis (Elvania et al., 2024 ).

Adanya faktor lingkungan juga sangat berpengarung terhadap penyakit pneumonia pada balita, karena dalam kondisi tersebut infeksi paru-paru akan mudah menyerang. Paparan udara yang buruk dapat memeiliki dampak besar bagi kesehatan balita untuk terserang pneumonia. Ruangan yang lembab dan kurang sirkulasi udara menjadi tempat untuk berkembangnya mikroorganisme dalam alveolus sehingga berpengaruh bagi sistem pernapasan. Kadar debu yang disebabkan oleh lingkungan dapat beresiko di hirup oleh balita dan meneyebabkan peneumonia terjadi. Polusi yang berada didalam rumah merupakan faktor risiko penyebab penyakit pneumonia terbanyak dalam kasus penyakit peneumonia bagi balita.

Balita merupakan salah satu kemungkinan besar penyakit pneumonia terjadi, karna sistem imun pada balita dibawah 5 tahun lebih lemah dibandingkan orang dewasa. Hal tersebut disebabkan karena saluran pernapasan pada balita yang cukup sempit dan fungsi semua sisitem organ masih dalam tahap perkembangan. Di samping peran jenis kelamin memainkan peran penting dalam risiko terjadinya pneumonia pada balita,meskipun sebagian besar kasus pneumonia terjadi karena infeksi, bakteri, dan virus. Namun, menurut Pemantau Status Gizi (PSG) mencatat bahwa risiko pneumonia pada laki-laki lebih tinggi jika dibandingkan anak Perempuan. Faktor tersebut dapat dikaitkan dengan diameter paru-paru yang lebih kecil pada anak laki-laki dari pada anak Perempuan.

Kondisi tersebut biasanya cenderung terjadi pada anak laki-laki karena faktor hormonal yang mempengaruhi respon imuologis dan tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi. Sementara saluran pernapasan yang terjadi pada anak laki-laki lebih kecil yang membentuk paru-paru serta tulang rusuk. Berbagai ginetik dan respon tertentu yang mengatur inflmasi dapat mempengaruhi tingkat peradangan dan kerusakan pada paru-paru. Riwayat keluaga dengan penyakit paru-paru kronis atau kondisi ginetik yang mempengaruhi system pernapasan memungkinkan balita rentan terhadap pneumonia. Kelainan tersebut seperti Imunodefisiensi Genetik, tubuh tidak dapat memproduksi antibody dan infeksi dengan baik (Yanti et al, 2020).

Balita dengan berat badan rendah lebih sensitif terhadap infeksi, dikarenakan produksi antibodi yang belum sempurna, pola pernapasan yang tidak teratur, dan penyerapan nutrisi yang belum sepenuhnya stabil. Selain setatus gizi yang kurang baik dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit pneumonia pada balita. Faktor tersebut disebabkan pada penurunan tingkat kekebalan tubuh akibat kurangnya gizi dan malnutrisi. Oleh karena pentingnya bagi balita unutuk menerima ASI eksklusif, artinya balita tidak menerima makan atau cairan lain untuk menentukan kebutuhannya. Memberikan ASI kepada balita dapat memberikan daya tahan tubuh yang alami, dikarenakan protein bertindak sebagai antibody alami pada tubuh balita.

Selain memberikan ASI eksklusuif pada balita, imunusasi merupakan usaha untuk membuat kekebalan pada balita dengan menyuntikan vaksin dalam tubuh, sehingga dapat menghasilkan zat kekebalan tubuh guna memproteksi tubuh dari penyakit. Di Indonesia, beberapa jenis imunisasi harus diberikan pada anak-anak dan balita mengacu pada pedoman World Health Organization (WHO). Imunisasi dapat merendahkan mordibitas dan mortalitas serta mencegah cacat yang timbul dari penyakit. Balita yang terjangkit pneumonia tanpa imunisasi berisiko lebih besar dari pada balita yang mempunyai imunisasi lengkap. Balita yang memperoleh imunusasi akan terhindar dari penyakit berbahaya yang menyebabkan kematian. Oleh karena  imunuisasi penting bagi balita yang fungsi sisitem pertahanan tubuhnya belum sempurna (Manufiah & Ridwan, 2023).

Penyakit pneumonia tidak boleh dianggap remeh, dampak yang akan ditimbulkan apabila tidak ditangani secepatnya akan menimbulkan komplikasi dan kematian pada balita. Demikian orang tua terutama ibu harus memahami penularan bakteri pneumonia dan menerima informasi yang tepat dari sumber terpercaya unutuk menjaga kesehatan balita. Pencegahan merupakan aspek terpenting dalam melawan penyakit pneumonia pada balita. Di samping orang tua dapat menerapkan drainase postural yaitu sebuah teknik yang dapat digunakan sehari-hari di rumah, dengan berbaring atau duduk untuk megeluarkan sekresi dari saluran napas balita untuk memperlancar pernapasan, mepertahankan kadar oksigen pada balita. Kondisi terasebut merupakan bentuk investasi untuk membangun masyarakat yang baik dalam perekonomianya.

Berhasil atau tidaknya pembangunan kesehatan pada masyarakat memebentuk kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan akan sangat berpengaruh pada kesehatan keluarga terutama balita dalam terpapar penyakit pneumonia. Faktor ekonomi keluarga dapat menjadi penyebab terjadinya penayakit pneumonia pada balita karena ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif karena untuk memenuhi perekonomian keluarga. Ibu harus ikut bekerja untuk memebantu perekonomian keluarga sehingga banyak ibu yang memilih memberikan susu formula terhadap balita. Balita dengan pneumonia dapat ditemukan tanda seperti peningkatan suhu yang mendadak, kejang, balita gelisah, sesak, sianosis, pernapasan cuping hidung, dan muntah disertai diare. Kondisi balita dengan gejala penyakit pneumonia banyak ditemukan terhadap balita yang mengonsumsi susu formula.

****

Pneumonia merupakan peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi serta dapat menyerang anak-anak terutama balita. Pada kondisi tersebut, inflamasi terjadi ketika kantung udara di paru-paru terinfeksi. Sehingga sering disebut sebagai peradangan pada paru-paru (Setiawan, 2024).  Penyakit pneumonia membuat kantung terisi nanah, dan terjadi ganguan pernafasan yang dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian pada balita. Pneumonia merupakan penyebab kematian tertinggi diseluruh dunia sehingga dikategorikan berbahaya.

Baca Juga :  Sederet Bahan Alami di Rumah ini Bisa Bantu Ringankan Gelaja Flu

Dengan demikian, melakukan pencegahan supaya tidak terjadinya penyakit pneumonia pada balita melalui beberapa terapi efektif. Pencegahan drainase postural atau membantu balita mengeluarkan lendir atau cairan yang terakumulasi pada saluran pernapasan. Latihan drainese postural sangat efektif meredakan gejal dan mempercepar pemulihan pada balita. Latihan drainese postural perlu diberikan untuk membangun kondisi yang baik. Drainase postural mencegah komnplikasi dengan membersihkan saluran pernapasan, membantu meningkatkan funsi paru-paru pada balita. Selain latihan drainese postural dapat dilakukan di rumah menggunakan prosedur fisioterapi dengan benar.

Terapi farmalogis menjadi salah satu metode penting bagi penderita penyakit pneumonia. Penyakit pneumonia pada balita dapat ditangani dengan terapi farmokologi yang didukung oleh pemberian terapi non fermakologi. Terapi fermakologi yang dapat diberikan yaitu berupa, antipiretik, antibiotic, mukolitik, inhalasi, dan analgrtik. Sedangkan terapi non fermakologi berupa terapi pendukung meliputi fisioterapi dada dan batuk. Fisioterapi dada yang menggunakan tekhnik postural drinase, perkusi, dan vibrasi merupakan salah satu tindakan non fermakologis yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi pembersihan jalan nafas pada balita (Salsabila & Khirunnisa, 2022).

Fisioterapi dada merupakan proses mengeluarkan sputum, mengembalikn pertahanan fungsi otot nafas, memperbaiki ventilasi, dan mengatasi gejala gangguan pernapasan terhadap balita. Proses oksigensi dalam terapi dada dapat membantu balita menurunkan kesakitan dan keluhan dalam proses pernapasan. Asupan gizi yang seimbang pada balita akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit menular, serta dapat memberikan responded lebih banyak (Penyami dkk, 2024). Terapi pada dada dapat mendukung pemulihan pneumonia, meskipun terapi dada tidak melibatkan pengobatan medis antibiotik dan antiviral. Fisioterapi dada menjadi metode pendukung pemulihan terhadap balita penderita pneumonia.

Mengatasi pneumonia tidak cukup hanya dengan menguasai pengobatan maupun penanganan, tetapi dibutuhkan suatu pengetahuan yang cukup tentaf faktor penyebab pneumoniapada balita. Sehingga dapat dilakukanupaya ptreventif untuk mencegah pneumonia pada balita. Kebanyakan ibu menggangap pneumonia merupakan penyakit biasa yang sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang sendiri. Penyakit pneumonia jika tidak segera ditangani dapat menyebab kan kematian

Pengeluaran sputum pada penderita penyakit pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan dan ditemukannya gejala batuk. Proses batuk merupakan reflex yang terjadi karena pertahanan fungsi saluran pernapasan. Pengeluaran sputum, penumpukan darah, zat tasing dikeluarkan melalui batuk yang menyumbat jalan lendir yang ada pada saluran pernapasan baik dalam bentuk secret maupun spuntum dapat di tangani dengan batuk efekti. Batuk efektif merupakan suatu metode dengan benar, balita duduk bersandar di tempat tidur dengan kaki menyentuh lantai. Metode batuk efektif bertujuan mengeluarkan sekresi yang menumpuk pada pernapasan serta mengehamat energi pada balita (Utami & Mustafsiro, 2023).

Tahap selanjutnya merupakan perilaku ibu yang berhubungan dengan pencegahan pneumonia pada balita terbentuk dari karakteristik responden, pengetahuan ibu, sikap ibu, kepercayaaan ibu. Pola perilaku ibu dapat dilakukan dalam pencegahan pneumonia terutama di rumah dengan memberikan ASI eksklusif. Meberikan vaksin pada balita, menjaga kebersihan lingkungannya dan mengenalkan balita pada kebiasaan hidup sehat seperti mencegah mengonsumsi jajan sembarangan. Ibu yang memiliki pengetahuan tentang penyakit pneumonia pada balita lebih cepat mengerti dan memahami ketika fisioterapi memberikan edukasi pencegahan pneumonia pada balita. Dengan demikian, pengetahuan ibu merupakan survei keluarga terbesar yang dapat membantu ibu untuk memberikan perilaku dan Tindakan pencegahan yang lebih baik terhadap balita.

Selain pencegahan menggunakan metode batuk efektif dan terapi drainase postural pneumonia pada balita. Lingkungan sebagai kunci utama mencegah penyakit pneumonia pada balita. Aspek risiko tidak menggunakan masker, orang tua balita sebagai perokok, dan kurangnya pemahan terhadap penyaki pneumonia pada balita merupakan penyabab paling utama penyakit pneumonia terjadi pada balita (Aprilia & Faisal, 2024). Selain pencegahan menggunakan metode batuk efektif dan terapi drainase postural pneumonia pada balita. Lingkungan sebagai kunci utama mencegah penyakit pneumonia pada balita.

Tingkat pengetahuan tersebut yang nantinya akan membentuk sikap dan perilaku seseorang terhadap kepeduliannya terhadap penyaki pneumonia. Sikap seseorang akan mempengaruhi perilaku kesehatan, sikap positif akan menghasilkan perilaku kesehatan yang positif pula. Namun memahami tentang pengertian tanda dan gejala serta cara pencegahannya, dapat membantu ibu untuk memberikan perilaku dan tindakan pencegahan yang lebih baik. Sehingga terrhindar dari resiko dan komplikasi yang kemungkinan besar terjadi penyakit pneumonia pada balita (Luma, 2021).

****

            Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang meyebabkan peradangan pada paru-paru, alveoli yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Penyakit pneumonia menjadi penyebab kematian balita terbesar diseluruh dunia khususnya di negara berkembang. Balita lebih rentan terkena penyakit pneumonia karena sisitem kekebalan tubuh yang belum sempurna dan sepenuhnya berkembang. Dengan lingkungan yang kurang mendukung, seperti polusi udara, gizi buruk, dan kebiasaan merokok berperan besar meningkatkan risiko pneumonia pada balita, karena menurunkan daya tahan tubuh dan mudah terkena infeksi. Tanpa penanganan yang tepat, balita berisiko mengalami komplikasi bahkan kematian.

            Kondisi ekonomi keluarga dan pengetahuan ibu yang rendah tentang penyakit pneumonia pada balita turut berkontribusi terhadap peningkatan kasus pneumonia pada balita, karena mempengaruhi pencegahan yang kurang tepat. Pengelolaan gizi yang baik, ASI eksklusif, imunusasi yang lengkap, dan menjaga kebersihan lingkungan dapat menurunkan resiko pneumonia pada balita. Dengan menerapakan terapi non farmakologis dan fermakologis serta latihan fisioterapi dada dapat membantu mempercepat pemulihan balita yang terinfeksi penyakit pneumonia. Selain edukasi kepada orang tua dan dukungan lingkungan sangat penting dalam memastikan konsistensi pencegahan penyakit pneumonia pada balita.

Dengan demikian, melakukan pencegahan supaya tidak terjadinya penyakit pneumonia pada balita melalui beberapa terapi efektif. Pencegahan drainase postural atau membantu balita mengeluarkan lendir atau cairan yang terakumulasi pada saluran pernapasan. Latihan drainese postural sangat efektif meredakan gejal dan mempercepar pemulihan pada balita. Latihan drainese postural perlu diberikan untuk membangun kondisi yang baik. Drainase postural mencegah komnplikasi dengan membersihkan saluran pernapasan, membantu meningkatkan funsi paru-paru pada balita. Selain latihan drainese postural dapat dilakukan di rumah menggunakan prosedur fisioterapi dengan benar. [*]