JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden Prabowo Subianto melontarkan wacana bakal menerapkan pengampunan kepada para koruptor yang berseia mengembalikan hasil curian mereka ke negara.
Tak pelak, hal itu pun mengundang reaksi pro kontra. Lantas bagaimana koruptor akan jera ketika dengan mudah mendapat pengampunan dan tidak ditindak secara hukum?
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, target efek jera untuk koruptor itu sudah kuno.
Hal itu dikatakan Yusril saat merespons pernyataan Presiden Prabowo yang berniat mengampuni koruptor yang mengembalikan hasil korupsinya kepada negara.
“Pidana baru kita ini kan enggak lagi banyak bicara efek jera,” ucap Yusril kepada wartawan di kantornya, kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).
“Ini otak kita ini kan Belanda. Anda ini sebenarnya Belanda ini otaknya,” ujarnya.
Saat ini, kata Yusril, target utama proses penegakan hukum untuk para koruptor adalah agar mereka menyadari perbuatannya. Mantan Menteri Sekretaris Negara era pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono itu menilai ada opsi rehabilitasi dalam proses hukum tindak pidana korupsi.
“Orang dihukum supaya dia sadar, jadi ada rehabilitasi supaya dia menyadari perbuatannya. Taubat nasuha lah, kira-kira begitu,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, wacana Presiden Prabowo bakal memaafkan koruptor menjadi sorotan sepekan ini. Tepatnya setelah dia mengemukakan ide pemberian pengampunan kepada koruptor yang bersedia mengembalikan hasil curian mereka ke negara.
Dalam pidatonya, Prabowo menawarkan “jalan keluar” bagi koruptor dengan syarat utama: mengembalikan uang hasil korupsi ke negara. Ia bahkan berjanji bahwa tindakan ini akan dilakukan tanpa publikasi agar para pelaku merasa lebih nyaman.
“Hey para koruptor atau yang pernah mencuri, kalau kembalikan yang kau curi, akan saya maafkan,” ujar Prabowo dalam pidatonya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu (18/12/2024).
Yusril mengatakan, sebagian besar narapidana yang akan diberikan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan terpidana kejahatan narkotika. Yusril tidak merinci siapa saja yang akan menjadi penerima amnesti, namun ia menyebut bahwa sebagian besar merupakan narapidana kasus narkotika.
“Yang lain-lain mungkin tanya Pak Supratman (Menteri Hukum), yang lebih tahu,” ucap Yusril di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jakarta Selatan, pada Jumat (20/12/2024).
Ia menerangkan, orang-orang yang terjerat tindak pidana korupsi pun masuk ke dalam daftar penerima amnesti.
“Tapi yang korupsi itu enggak banyak, itu cuma beberapa ribu lah,” ujar Yusril.
Menurut Yusril, rencana Prabowo untuk memberikan amnesti atau pengampunan terhadap koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi ke negara tidak melanggar undang-undang.
“Ada yang mengatakan itu bertentangan dengan undang-undang, tapi saya mengatakan begini, harus baca undang-undang lain,” tuturnya.
Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) memang tertuang bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan sifat pidana dari perbuatan korupsi itu sendiri. Namun di lain sisi, kata Yusril, ada peraturan yang bersumber dari undang-undang yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Dasar 1945.
“Yaitu presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi,” kata dia.
Respons Istana, Mensesneg, hingga Gerindra Ihwal Pertemuan Jokowi dan Prabowo
Ia menerangkan, presiden memiliki hak untuk memberikan grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Kepala negara juga dapat memberikan amnesti dan abolisi dengan meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Amnesti dan abolisi itu bisa diberikan terhadap tindak pidana apapun,” ujar Yusril. Jika Presiden Prabowo memberikan pengampunan kepada para koruptor, baik yang masih dalam proses peradilan maupun yang sudah divonis, perkaranya dianggap selesai.