SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masyarakat Jawa tradisional mengenal upacara adat “ruwatan,” sebuah tradisi yang bertujuan menjauhkan sengkala (bencana) dari kehidupan seseorang, terutama mereka yang termasuk kategori “sukerta.” Dalam budaya Jawa, “sukerta” merujuk pada orang-orang yang dianggap rentan terhadap kesialan atau bencana, seperti anak tunggal (ontang-anting) atau dua anak laki-laki (uger-uger lawang).
Namun, tingginya biaya untuk mengundang dalang ruwat sering kali menjadi kendala bagi keluarga yang ingin melaksanakan tradisi ini. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Komunitas Pasar Kumandhang Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menggelar upacara Ruwatan di Kaki Merapi pada Minggu, 9 Februari 2025, pukul 13.00–17.00 WIB.
Acara tersebut bertempat di Pasar Kumandhang, Dusun Lojajar, Kalurahan Margorejo, Kapanewon Tempel, Kabupaten Sleman, dengan Ki Suwanda sebagai dalang ruwat.
Mengatasi Kalabendu Melalui Ruwatan
Sastrawan Budi Sardjono (71) sebagai inisiator acara, menilai situasi sosial, politik, dan ekonomi saat ini dipenuhi bencana dan kejahatan, bahkan melibatkan hubungan keluarga dekat.
“Jangan-jangan sekarang ini kita sudah masuk zaman Kalabendu. Orang tua memperkosa anak, ibu tega membunuh bayi, aparat yang seharusnya melindungi rakyat malah menyengsarakan rakyat. Keadaan ini sangat miris,” ungkap Budi, Kamis (16/1/2025).
Ia menduga banyak pelaku kriminal memiliki unsur “sukerta” yang tidak disadari, sehingga muncul berbagai kasus ketika mereka memangku jabatan. Oleh karena itu, menurutnya, ruwatan diperlukan sebagai upaya perbaikan dan doa agar kehidupan lebih baik.
“Ruwatan bukan tentang klenik atau mistik, tapi doa memohon keselamatan dan keberuntungan, serta membuang kesialan,” ujarnya, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Ruwatan untuk Semua Kalangan
Acara Ruwatan di Kaki Merapi terbuka untuk 300 peserta, baik dari kalangan “sukerta” maupun masyarakat umum yang merasa kehidupannya kurang baik. Selain itu, kegiatan tersebut juga menjadi penanda pembukaan Pasar Kumandhang yang diinisiasi oleh Tomon Haryowirosobo bersama akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) serta kalangan seniman perupa dan sastra.
Menurut Tomon, Pasar Kumandhang hadir untuk menghidupkan kembali semangat pasar tradisional yang mulai kehilangan ruhnya sebagai tempat transaksi budaya.
“Ruwatan ini adalah bagian dari ikhtiar membangun pasar yang kurang ‘kumandhang.’ Selain untuk membebaskan diri dari pengaruh negatif, ini juga langkah membangun pasar sebagai sarana pengembangan budaya,” jelasnya.
Biaya dan Pendaftaran
Untuk mengikuti kegiatan tersebut, peserta dikenakan biaya kontribusi sebesar Rp 300.000 per orang dan Rp 100.000 untuk pendamping. Biaya tersebut digunakan untuk sewa kursi, tenda, konsumsi, atribut ruwatan, dan honor dalang, tanpa tujuan komersial. Semangat gotong royong menjadi dasar pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pendaftaran dapat dilakukan melalui transfer ke rekening BRI atas nama Ratnasari (307401035965538) atau melalui tautan berikut:
bit.ly/RuwatanDiKakiMerapi2025
Informasi lebih lanjut dapat diperoleh melalui kontak:
- R. Toto Sugiharto: wa.me/+6281327831897
- Ratnasari: wa.me/+6282155439602
(Suhamdani)