TAPTENG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Tempat wisata yang berada di puncak ketinggian mungkin banyak di Indonesia. Toh, wisata berbasis pegunungan cukup banyak tersebar di berbagai wilayah.
Namun, makam Papan Tinggi yang berada di tanah Barus, Tapanuli Tengah (Tapteng) ini menawarkan sesuatu tang berbeda. Tempat ini menjadi destinasi wisata yang memadukan unsur sejarah, religi dan wisata alam sekaligus.
Satu tambahan lagi di luar itu – dan ini di luar kebiasaan – adalah sebagai tempat untuk olah fisik bagi atlet, dengan cara berlari mendaki ke puncak.
Sebagai situs bersejarah, Makam Papan Tinggi di Barus menjadi saksi perjalanan panjang masuknya Islam ke Nusantara. Di puncak bukit ini terdapat makam yang berukuran panjang sekitar 7 meter dan nisan setinggi 1,5 meter. Diyakini makam ini merupakan tempat peristirahatan terakhir ulama besar, Syekh Mahmud.
Menurut cerita sang Juru Kunci, Syekh Mahmud adalah seorang ulama asal Yaman yang diperkirakan datang ke Barus pada abad ke-7 atau ke-8.
Sebagai kota pelabuhan penghasil kapur barus yang terkenal sejak zaman dulu, Barus menjadi pusat persinggahan para pedagang dan penyebar agama dari berbagai belahan dunia.
Kompleks makam di Papan Tinggi mencerminkan penghormatan masyarakat lokal terhadap para ulama yang membawa ajaran Islam ke wilayah ini, menjadikannya salah satu simbol penting sejarah peradaban Islam di Nusantara.
Perjuangan Melelahkan
Perjalanan menuju puncak Makam Papan Tinggi tidaklah mudah, butuh perjuangan keras untuk mencapai puncaknya. Ratusan anak tangga terbentang menjulang, bak anak panah menembus langit.
Lebar papan itu hanya sekitar dua meter, yang di tengahnya dibelah dengan batangan besi memanjang, sealur dengan undak-undakan yang terbentang. Besi itu berfungsi sebagai tempat pegangan bagi para pendaki. Dengan berpegangan pada besi, pengunjung yang kecapaian bisa tetap menjaga kestabilan tubuhnya.
Cobalah hitung jumlah anak tangga saat Anda menapak di anak tangga pertama, dijamin di tengah perjalanan mendaki, anda pasti akan lupa, atau keliru menghitungnya. Kondisi capai yang ekstrem memang bisa membuat orang lupa.
Dari anak tangga pertama sampai dengan puncak makam, terdapat tiga perhentian yang berfungsi sebagai tempat istirahat bagi pendaki yang kelelahan, lumayan untuk sekadar meneguk air atau menghela nafas sejenak dan melemaskan otot-otot kaki yang menegang.
Bagi Anda yang tidak terbiasa berjalan jauh atau berolah raga, pada langkah-langkah awal, dada akan terasa panas dan mendesak-desak untuk ditumpahkan. Namun tenang, jangan dipaksakan. Lama kelamaan, seiring dengan langkah kaki, tarikan dan hembusan nafas tentu akan menyesuaikan.
Joglosemarnews bahkan harus berhenti sampai tiga kali untuk beristirahat dan meminum air guna memulihkan tenaga. Setiap langkah terasa berat, tapi tekad untuk mencapai puncak makin menguatkan ayunan langkah kaki.
Tepat ketika tenaga dan nafas hampir habis, harapan kembali muncul saat beberapa puluh meter di atas mulai terlihat ujung sebuah pagar. Tentunya itu pagar makam Papan Tinggi Barus yang sangat legendaris.
Panorama Memukau
Terbukti, perjuangan yang panjang dan melelahkan itu akhirnya terbayar setelah sampai di puncak.
Dari puncak makam Papan Tinggi, pengunjung disuguhi pemandangan luar biasa. Kota Barus yang dikelilingi perbukitan hijau terlihat jelas, sementara birunya laut di sisi barat memberikan sentuhan keindahan alam yang menenangkan.
“Saat sampai di atas, semua lelah terbayar lunas. Pemandangannya bikin kita lupa sudah ngos-ngosan tadi,” ujar seorang wisatawan yang baru saja menyelesaikan pendakian.
Makam Papan Tinggi kini tidak hanya menjadi tujuan ziarah spiritual, tetapi juga destinasi wisata yang memadukan nilai sejarah, religius, dan keindahan alam. Setiap langkah menuju puncaknya membawa pengunjung menyusuri jejak peradaban Islam yang tertanam dalam sejarah Nusantara, khususnya di Tapanuli Tengah. Suhamdani