JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ada lagi yang aneh di Indonesia! Bagaimana tidak aneh, karena tidak ada yang tahu, bahkan pemerintah pun mengaku tak tahu menahu munculnya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perariran Tangerang.
Alasan tersebut logis jika itu sebuah sulapan, atau keajaiban seperti dongeng Bandung Bondowoso yang membangun membangun Candi Prambanan hanya dalam semalam. Namun pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer tentu membutuhkan waktu yang lama.
Apakah selama pembangunan pagar laut itu masyarakat, para pemangku wilayah yang terlintasi, dan petugas atau polisi air tak ada yang iseng-iseng mempertanyakan, sampai akhirnya para nelayan mengeluh karena terganggu?
Tak urung, pemagaran laut atau pagar laut di wilayah perairan Tangerang menjadi sorotan publik karena pemerintah tak tahu menahu soal kepemilikan pagar tersebut. Yang terlihat, pemagaran laut menggunakan bilah-bilah bambu itu telah terbentang puluhan kilometer, di sepanjang wilayah pesisir 16 desa di enam kecamatan.
Keberadaan pagar di laut itu telah dikeluhkan oleh nelayan setempat sejak 2023 lalu. Tim dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten juga telah lebih dulu turun ke lapangan pada 1 Oktober lalu untuk melakukan yang sama namun panjang pagar masih terus bertambah.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono, menjelaskan KKP melakukan langkah penyegelan karena pemagaran laut itu diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Dari hasil wawancara dengan sejumlah nelayan, diketahui penyegelan laut telah mengganggu mereka.
“Pagar tersebut kami cek di KKP tidak ada PKKPRL-nya, jadi perizinannya tidak ada. Pemerintah dalam hal ini KKP hadir di laut ini untuk melakukan penyegelan pemagaran laut tersebut,” kata Pung.
Penyegelan pemagaran laut itu, kata Pung, sebagai sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat dan menegakkan aturan yang berlaku terkait dengan tata ruang laut. Lebih jauh, Pung menyatakan penyegelan pemagaran laut itu juga menjalankan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
“Pak Presiden sudah menginstruksikan. Saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri langsung untuk melakukan penyegelan,” ujar Pung.
“Negara tidak boleh kalah. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral,” kata dia.
Alasan lain pembangunan pagar harus segera dihentikan, ditambahkannya, adalah tidak sesuai dengan praktik internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 dan mampu mengancam keberlanjutan ekologi.
Menurut Ipung, langkah hari ini merupakan sikap tegas KKP dalam merespons aduan nelayan setempat serta menegakkan aturan tata ruang laut.
“Saat ini kami hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” kata Ipung melalui pesan tertulis kepada Tempo.
Sementara itu, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menyatakan pihaknya bakal mencabut pagar laut yang terbentang 30,16 kilometer di Tangerang, Banten apabila tidak mengantongi izin KKPRL. Apabila terbukti tidak mengantongi izin, pihaknya akan melakukan pencabutan terkait pelanggaran izin penggunaan ruang laut itu. “Pasti dicabut, artinya bangunan-bangunan yang ada di situ ya harus dihentikan,” kata Sakti.
Namun apabila pemagaran tersebut sudah mengantongi izin, maka hal tersebut boleh dilakukan. “Tetapi kalau izin yang KKPRL-nya ada. Tidak apa-apa mereka harus jalan terus,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sakti menyampaikan dirinya belum mengetahui keterkaitan antara pemagaran laut itu dengan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). “Saya gak tahu itu. Tapi yang pasti tidak hanya di Tangerang tapi di seluruh Indonesia ketika dia masuk dalam ruang laut harus ada izin KKPRL,” ujarnya.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu meliputi 16 desa dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
Nah, semakin misterius keberadaan pagar laut itu, dan semakin bingung masyarakat, jangan-jangan semakin lupa pula masyarakat pada isu yang jauh lebih besar dan perlu mendapat perhatian. Jangan-jangan ini hanya pengalihan isu?