Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pria di Sleman Ini Tega Bunuh Ibu Kandungnya Hingga 7 Tulang Rusuknya Patah

Polisi menangkap A alias S (48), pelaku pembunuhan ibu kandung berinisial SM (76) di Dusun Sembung, Kelurahan Balecatur, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis 30 Januari 2025. A diketahui membunuh ibunya karena kesal kerap diprotes | tribunnews

SLEMAN, JOGLOEMARNEWS.COM – Jengkel karena sering dikomplain, seorang pria berinisial A alias S (48), tega menghabisi ibunya sendiri, SM (76) dengan cara yang keji, hingga menyebabkan 7 tulang rusuk korban patah.

Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, pelaku yang masih membujang, selama ini tinggal serumah  dengan korban. Anak bungsunya itulah yang setiap hari merawat korban di sisa usianya tersebut.

Kasus pembunuhan ibu oleh anak kandung itu terjadi di Dusun Sembung, Kalurahan Balecatur, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 12 Januari 2025.

Adapun jasad SM ditemukan membusuk penuh luka dan tertimbun tumpukan sampah daun kering.

Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo mengatakan penemuan mayat korban bermula ketika anak sulung korban, SP datang berkunjung pada 12 Januari 2025 pukul 11.00 WIB.

SP, yang telah berkeluarga dan tinggal terpisah, mendapati rumah orangtuanya dalam keadaan sepi dan tertutup. Padahal, biasanya adik dan orangtuanya tinggal di sana.

Merasa ada yang tidak biasa, SP menghubungi saudaranya, TR, yang juga sudah tinggal terpisah. Keduanya kemudian berpencar mencari keberadaan anggota keluarga mereka. Menjelang sore, sekitar pukul 16.40 WIB, SP mencari di sekitar rumah dan menemukan gundukan sampah daun kering di lahan kosong.

Merasa curiga, ia mencoba memeriksa gundukan tersebut dan melihat ada kaki manusia. Setelah digali lebih lanjut, tampak sepasang kaki serta tercium bau menyengat. Temuan ini segera dilaporkan kepada perangkat Kalurahan dan pihak kepolisian.

Saat dilakukan pemeriksaan, mayat yang ditemukan diketahui sebagai SM, ibu kandung SP. Hasil autopsi menunjukkan adanya luka di bagian leher serta tujuh tulang rusuk yang patah, mengindikasikan dugaan tindak kekerasan.

Penyelidikan lebih lanjut mengarah pada anak bungsu korban, A alias S (48), yang sempat menghilang setelah kejadian. Berdasarkan hasil pemeriksaan, A mengakui perbuatannya. Ia mencekik korban dan mendorongnya hingga kepalanya terbentur tembok pada 29 Desember. Beberapa hari kemudian, pada 1 Januari 2025, ia memukul bagian tulang rusuk korban hingga akhirnya korban meninggal dunia pada 7 Januari.

Setelah korban meninggal, tubuhnya diletakkan di tempat tidur. Dua hari berselang, muncul bau tidak sedap, dan tubuh korban mulai dikerumuni lalat. Pelaku mencoba mengatasi hal ini dengan mengoleskan balsem ke sekujur tubuh korban, tetapi bau tetap muncul. Pada 10 Januari, pelaku akhirnya membawa tubuh ibunya ke kebun dan menutupinya dengan daun kering.

Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian, menyampaikan bahwa pelaku selama ini dikenal dalam kondisi sehat dan tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan. Meskipun demikian, pihak kepolisian tetap berkoordinasi dengan RS Grhasia untuk melakukan pemeriksaan Visum et Psikiatrikum guna memastikan kondisi kejiwaan pelaku.

Dari hasil pemeriksaan, motif di balik kejadian tragis ini adalah perasaan jengkel pelaku terhadap ibunya. Pelaku merasa tidak pernah dianggap cukup dalam merawat korban, meskipun telah berusaha melayaninya sehari-hari.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 44 ayat (3) jo Pasal 5 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Exit mobile version