WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Belakangan ini, tagar #KaburAjaDulu dan ajakan “Kabur Aja Dulu” ramai menghiasi berbagai platform media sosial.
Fenomena ini menarik perhatian publik karena digunakan dalam berbagai konteks, mulai dari tekanan di tempat kerja, kenaikan harga kebutuhan pokok .
Namun, yang paling mencolok adalah maraknya unggahan yang mengajak masyarakat untuk mencari peluang kerja di luar negeri.
Tren Kabur Aja Dulu ini sekaligus menjadi bentuk sindiran terhadap pemerintah yang dianggap gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan menciptakan iklim usaha yang mendukung rakyat kecil.
Maraknya Keinginan Kerja di Luar Negeri
Banyak warganet mengeluhkan sulitnya mencari pekerjaan dengan gaji yang mencukupi kebutuhan hidup. Biaya hidup yang terus meningkat, sementara upah dinilai stagnan, membuat banyak orang mencari alternatif di luar negeri.
Di Twitter (X), Instagram, hingga TikTok, muncul berbagai unggahan yang menyuarakan keinginan untuk meninggalkan tanah air demi masa depan yang lebih baik.
Seorang pengguna X menulis:
“Gaji UMR nggak cukup buat bayar kos dan makan, mending #KaburAjaDulu ke Korea jadi TKI.”
Sementara di TikTok, seorang pekerja migran membagikan pengalaman suksesnya di Jepang dengan caption:
“Gaji buruh di Jepang bisa sampai 20 juta per bulan. Yuk, #KaburAjaDulu!”
“Gaji UMK?Jangan harap punya rumah meskipun kredit, #KaburAjaDulu”
Tak sedikit pula warganet yang berbagi informasi tentang lowongan kerja di luar negeri, lengkap dengan tips dan prosedur untuk berangkat. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan beberapa negara di Eropa menjadi destinasi yang paling banyak diminati.
Sindiran Tajam untuk Pemerintah
Fenomena ini tak hanya mencerminkan keinginan masyarakat untuk mencari penghidupan lebih baik, tetapi juga menjadi kritik tajam bagi pemerintah. Banyak yang menilai bahwa pemerintah gagal menciptakan lapangan pekerjaan yang layak serta membiarkan iklim usaha semakin sulit bagi rakyat kecil.
Seorang warga Wonogiri, Andi (27), mengungkapkan kekecewaannya:
“Cari kerja susah, meskipun seadanya sekalipun. Buka usaha juga berat, banyak aturan dan pungutan. Makanya banyak yang milih kerja di luar negeri, karena di sini nggak ada harapan,” ujar Andi.
Sementara itu, Siti (30), ibu rumah tangga yang suaminya bekerja sebagai buruh pabrik, mengatakan:
“Harga sembako naik terus, penghasilan nggak naik. Suami saya sudah kepikiran buat kerja ke luar negeri karena di sini gajinya cuma cukup buat bertahan hidup, nggak bisa nabung, apalagi kredit rumah, jelas tidak di-ACC bank,” tandas Siti.
Warga menganggap fenomena ini adalah alarm bagi pemerintah untuk segera memperbaiki kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha. Jika tidak, bukan tak mungkin Kabur Aja Dulu akan menjadi tren nyata, di mana semakin banyak tenaga kerja produktif meninggalkan Indonesia demi kehidupan yang lebih baik di negeri orang.
Lantas, apakah tren ini hanya sekadar luapan emosi di media sosial, atau benar-benar menjadi gelombang besar tenaga kerja Indonesia ke luar negeri? Mungkinkah waktu yang akan menjawab?. Aris Arianto