Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Hati-hati! Ancaman PHK di Balik Kebijakan Pemangkasan Anggaran

PHK

Ilustrasi terkena PHK. AI

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh Presiden Prabowo, dikhawatirkan bakal menimbulkan efek domino. Apalagi, pemerintah sendiri seolah tidak konsisten dengan langkah efisiensi, dengan bentuk kabinet yang gemuk dan pengangkatan Staf Khusus (Stafsus) yang baru.

Efek domino dari pemotongan anggaran institusi negara itu berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan,  sebagaimana diketahui, sejumlah lembaga bahkan telah memutus kontrak sebagian pegawai mereka.

Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai menyatakan, pemangkasan anggaran sebesar 54 persen di lembaganya, membuat gaji pegawai KY hanya cukup hingga Oktober 2025. Jika tidak ada tambahan anggaran, operasional lembaga itu terancam lumpuh.

“Saya tadi dapat kabar, BBM kami mulai bulan depan beli sendiri, keteteran kami,” kata Amzulian kepada awak media saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/2/2025).

Dijelaskan, pemangkasan anggaran di Komisi Yudisial tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang dikeluarkan pada 24 Januari 2025. Amzulian sendiri mengaku telah menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membahas kemungkinan pengurangan pemotongan anggaran.

Sebelumnya, Juru bicara KY ,Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan pemotongan itu berdampak signifikan terhadap operasional lembaga.

“Bahkan, setelah dicermati, ternyata tidak cukup untuk operasional harian kantor,” ujar Mukti dalam konferensi pers via Zoom, Jumat (7/2/2025).

Anggaran MK Hanya Cukup Bayar Gaji Pegawai hingga Mei

Selain Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menjadi korban berikutnya yang terkena pemangkasan anggaran atas nama efisiensi. Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan berujar, salah satu imbas dari kebijakan efisiensi adalah MK hanya mampu membayar gaji pegawai hingga Mei 2025.

MK mulanya memiliki pagu anggaran sekitar Rp 611,4 miliar dan tersisa Rp 295,14 miliar. Hanya saja, anggaran tersebut justru disunat hingga Rp 226,1 miliar yang menjadikan anggaran MK hanya tersisa Rp 69,04 miliar.

“Dengan demikian, kami terhadap pemotongan tersebut memiliki dampak. Satu, kami mengalokasikan gaji dan tunjangan Rp 45 miliar tersebut sampai bulan Mei,” kata Heru.

PHK Telah Terjadi 

Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Iman Brotoseno mengatakan pemangkasan anggaran yang dilakukan membuat manajemen kesulitan membayar honor wartawan dan kontributor. Ia juga membenarkan terjadi sejumlah pemutusan kerja kepada para karyawan akibat efisiensi anggaran. Namun, ia menyebut gelombang PHK itu hanya terjadi di daerah saja.

“Ya sebenarnya untuk di level pusat sih tidak ada ya, itu hanya ada di daerah. Jadi sebagian ada yang melakukan perumahan, ada juga yang tidak, memang berbeda-beda ya antara masing-masing stasiun,” kata Iman saat ditemui usai rapat.

Sama dengan Iman, Direktur Utama RRI Hendrasmo juga mengamini terjadi pemutusan kerja pada sejumlah kontributor di daerah. Namun menurut dia, angka tersebut tidak banyak hanya 10 hingga 20 orang saja. Hendra menyebut bahwa yang sebenarnya terjadi tidak segenting seperti pemberitaan di media sosial.

“Kalau jumlah kontributor kami itu 979 total, tetapi yang bermasalah paling hanya 10-20 orang saja,” kata dia. “Ini memang opini media sosial itu yang lebih besar dari realitasnya.”

Menpan RB Angkat Tangan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Rini Widyantini mengatakan kementeriannya tidak bisa mengintervensi mengenai keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi akibat kebijakan pemangkasan anggaran. Rini mengatakan keputusan PHK tersebut berada di instansi bersangkutan.

“Saya enggak bisa intervensi karena (keputusan) Menpan RB yang dikeluarkan adalah kebijakan nasional,” kata Rini saat ditemui di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025).

Menurut Rini, saat ini Kemenpan RB telah mengeluarkan kebijakan mengenai pangkalan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Tapi keputusan tersebut tidak bisa mengakomodasi maupun mengintervensi keputusan PHK di instansi lain. Termasuk kebijakan PHK di TVRI dan RRI. 

Exit mobile version