
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Struktur kepengurusan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dinilai memberi peluang adanya intervensi politik dari pemerintah dan justru hanya menambah layer birokrasi.
Penilaian itu disampaikan oleh peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan.
Menurut Deni, tujuan utama pembentukan Danantara adalah agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa bekerja lebih efektif tanpa ketergantungan pada kepentingan politik. Namun, struktur yang diterapkan justru mengindikasikan potensi intervensi politik yang kuat.
Ia mengungkapkan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menegaskan bahwa Danantara bertanggung jawab langsung kepada presiden.
“Namun, pada praktiknya, pengelolaan tetap berada di bawah Kementerian BUMN,” kata Deni saat berbicara di Auditorium CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (25/2/2025).
Deni juga menyoroti posisi Ketua Dewan Pengawas yang diisi oleh Menteri BUMN dan Kepala Danantara yang dijabat oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani. Ia menilai adanya ketidakjelasan dalam hierarki pengawasan, karena kedua posisi tersebut berasal dari entitas kementerian yang setara.
“Kalau yang mengawasi setara dengan yang diawasi, efektivitas pengawasan jadi dipertanyakan,” ujar Deni.
Meskipun Kementerian BUMN hanya memegang satu persen saham seri A Dwiwarna, Deni menilai pengaruh kementerian tersebut tetap dominan dalam manajemen Danantara. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan saham holding investasi dan operasional yang tetap berada di bawah kendali Kementerian BUMN dan Danantara.
Deni mengapresiasi tujuan pembentukan Danantara untuk meningkatkan profesionalisme tata kelola BUMN, menarik investasi asing, dan meningkatkan daya saing. Namun, ia mempertanyakan efektivitas struktur organisasi yang dianggapnya justru memperpanjang rantai birokrasi.
“Struktur saat ini justru menambah layer birokrasi. Dari yang sebelumnya hanya BUMN dan holding di bawah Kementerian BUMN, kini ada superholding Danantara yang memperpanjang jalur birokrasi,” tegas Deni.
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan BPI Danantara pada Senin (24/2/2025) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Peluncuran tersebut diikuti dengan penandatanganan tiga payung hukum, yaitu Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2025, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025, dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2025.
Dengan regulasi tersebut, Danantara bertugas mengumpulkan aset BUMN untuk mencari pendanaan melalui penggadaian aset atau bahkan penjualan. Namun, Danantara diklaim memiliki peran berbeda dari Kementerian BUMN karena fokusnya pada pengelolaan investasi di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).