Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Tok! Batal Tanggal 6 Februari, Pelantikan Kepala Daerah Diundur antara 17-20 Februari

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam. Pelantikan Kepala Daerah batal digelar pada 6 Februari 2025, Mendagri perkirakan akan dilaksanakan antara tanggal 17-20 Februari 2025 mendatang | tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Setelah sempat mengalami tarik ulur, akhirnya pelantikan Kepala Daerah batal digelar pada 6 Februari 2025 mendatang. Pasalnya, pelantikan akan disatukan antara daerah yang tidak bersengketa dengan daerah yang hasil sengketa Pilkadanya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau dismissal.

Sebagaimana diketahui, menurut rencana awal, pelantikan kepala daerah yang tidak bersengketa di MK, bakal digelar terlebih dulu pada 6 Februari 2025.

“Karena disatukan antara yang pelantikan non-sengketa MK dengan yang dismissal, karena ada yang putusan sela kemarin tanggal 30 Januari maka otomatis yang tanggal 6 Februari kita batalkan,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Menurut Tito, kepastian tanggal pelantikan kepala daerah sedang dibahas.  Pihaknya juga telah melakukan uji coba proses pelantikan mulai dari putusan MK hingga terbitnya Surat Keputusan (SK) Kemensetneg untuk Gubernur dan SK Kemendagri untuk Bupati dan Wali Kota, maka kemungkinan tanggal pelantikan yakni antara tanggal 17-20 Februari.

“Nah dari situ kira-kira ya lebih kurang 12 sampai 14 hari kalau dihitung semenjak tanggal 5 putusan, artinya kira-kira tanggal 17, 18, 19, 20 Februari,” kata Tito.

Kepastian tanggal pelantikan kepala daerah, kata Tito akan diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto.  Ia akan melaporkan hasil penghitungan tanggal kepada Presiden antara 17-20 Februari 2025.

“Nah ini yang nanti akan diputuskan oleh Bapak Presiden karena jadwal dan acara pelantikan diatur dengan peraturan Presiden.”

“Artinya kami setelah mengetahui exercise ketemu MK, KPU, Bawaslu dan lain-lain, DPRD zoom meeting, Kepala daerah gubernur zoom meeting, setelah itu kita tahu waktunya, saya akan melapor kepada Bapak Presiden nanti kalau beliau sudah memutuskan kita akan tetapkan dengan peraturan Presiden,” ujar Tito.

Tito mengatakan, kepala daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan akhir MK akan dilantik secara bertahap.

“Mungkin berturut-turut (pelantikan setelah putusan akhir MK), karena 24 Februari saya enggak tau berapa jumlahnya ya,” ujar Tito.

Jika jumlah kepala daerah yang ditetapkan cukup besar, pelantikan bisa dilakukan serentak.  Namun, jika jumlahnya lebih sedikit, mekanismenya akan mengikuti aturan yang ada, di mana gubernur dilantik oleh presiden, sementara bupati dan wali kota akan dilantik oleh gubernur.

Tito juga mengingatkan dalam beberapa kasus, proses sengketa bisa berlangsung lama, seperti yang pernah terjadi di Yalimo, Papua, di mana Pilkada ulang memakan waktu hingga 1 tahun 3 bulan.

Namun, ia berharap situasi tersebut tidak terjadi lagi agar seluruh kepala daerah bisa segera bekerja untuk masyarakat.

Terpisah, pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menanggapi diundurnya pelantikan kepala daerah pada 6 Februari 2025.

Ia menjelaskan bahwa Putusan MK No.143/PUU-XXI/2023, Putusan MK No.27/PUU-XXII/2024, dan Putusan MK No.46/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa desain pilkada serentak tidak hanya mencakup pemungutan suara secara serentak, tetapi juga harus diikuti dengan keserentakan pelantikan kepala daerah terpilih sebagai bagian dari penataan akhir masa jabatan.

“Dengan demikian, pelantikan bergelombang seperti yang direncanakan pemerintah dan dimulai pada 6 Februari 2025 bertentangan dengan ketentuan pelantikan serentak yang diatur dalam UU Pilkada serta sejumlah Putusan MK,” ujar Titi saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (1/2/2025).

Titi menilai keputusan pemerintah untuk menunda pelantikan guna menyesuaikan dengan penyelesaian persidangan perselisihan hasil pilkada di MK merupakan langkah yang tepat. Namun, ia menekankan bahwa jadwal pelantikan sebaiknya mengikuti isi Putusan MK No.46/PUU-XXII/2024, yang mengatur bahwa pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak harus dilakukan secara bersamaan, termasuk bagi mereka yang perkaranya telah diputus oleh MK dengan status ditolak atau tidak dapat diterima.

Oleh karena itu, pelantikan seharusnya menunggu hingga seluruh proses penyelesaian sengketa hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi selesai.

“Pengecualian hanya dimungkinkan bagi daerah yang melaksanakan pemilihan ulang, pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang akibat putusan Mahkamah Konstitusi atau faktor force majeure,” jelasnya.

Exit mobile version