Beranda Umum Nasional YLBHI: Kebijakan Pemotongan Anggaran Cacat Hukum dan Langgar Konstitusi

YLBHI: Kebijakan Pemotongan Anggaran Cacat Hukum dan Langgar Konstitusi

Presiden Prabowo Subianto didampingi (Ki-Ka) Ketua DEN Luhut Binsar Panjaitan; Menteri BUMN Erick Tohir; Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roslani; dan Menkomdigi Meutya Hafid memberikan keterangan pers setelah rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/2/2025). Presiden mengumumkan kebijakan strategis untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional dengan mewajibkan penyimpanan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai kebijakan pemangkasan anggaran tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto cacat konstitusi. Ketua YLBHI Muhamad Isnur menegaskan bahwa pemotongan anggaran tersebut hanya didasarkan pada Instruksi Presiden (Inpres), tanpa melalui pembahasan dengan DPR, sehingga dianggap melanggar Pasal 42 Undang-Undang No. 62 Tahun 2024.

 

“Perubahan anggaran dengan dasar Inpres yang baru saja dikeluarkan oleh Prabowo tidak memiliki dasar hukum, sesat, dan cacat konstitusi,” kata Isnur dalam keterangan resminya, Selasa (11/2/2025). Berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada 22 Januari 2025, Prabowo menginstruksikan lembaga negara di tingkat pusat dan daerah untuk memangkas anggaran tahun 2025 sebesar Rp 306,69 triliun. Kebijakan ini dinilai berdampak pada melemahnya lembaga-lembaga negara yang berperan penting dalam hak asasi manusia dan pengawasan penegakan hukum.

 

Kebijakan efisiensi anggaran ini merupakan bagian dari langkah Presiden Prabowo untuk mengalokasikan dana hingga Rp 750 triliun guna mendanai sejumlah proyek unggulan, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan investasi jangka panjang melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Presiden Prabowo menjelaskan bahwa dana tersebut dihimpun melalui tiga tahap pemangkasan anggaran dan dividen BUMN.

 

“Penghematan putaran pertama oleh Kementerian Keuangan mencapai Rp 300 triliun, putaran kedua Rp 308 triliun, dan dividen dari BUMN sebesar Rp 300 triliun. Totalnya mencapai Rp 750 triliun,” kata Prabowo dalam perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Bogor, Sabtu (15/2/2025). Dari total anggaran yang dipangkas, sebesar US$ 24 miliar akan dialokasikan untuk program MBG, sementara US$ 20 miliar diserahkan kepada BPI Danantara untuk diinvestasikan lebih lanjut.

Baca Juga :  Prabowo Wajibkan Pengusaha Simpan Devisa Hasil Ekspor di Bank Nasional. Jika Tidak, Ini Sanksinya

 

Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari sejumlah pihak, terutama terkait dampaknya terhadap lembaga-lembaga penegak hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Beberapa lembaga yang terkena dampak pemangkasan anggaran antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komnas HAM, Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Ombudsman RI.

 

Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, menyebut pemangkasan anggaran ini sebagai kelanjutan dari upaya pelemahan KPK. “Pertama, mengubah aturan untuk mengurangi kewenangan, kedua, restrukturisasi lembaga untuk mengurangi independensi, ketiga mengurangi sumber daya atau anggaran,” ujarnya, Jumat (14/2/2025). Agus menambahkan, pemangkasan anggaran berpotensi mengurangi frekuensi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang selama ini menjadi andalan KPK dalam mengungkap tindak pidana korupsi.

 

Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemotongan anggaran di LPSK, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan sebagai cerminan minimnya komitmen pemerintahan Prabowo terhadap pemajuan hak asasi manusia. “Proses disrupsi fungsi dan kinerja lembaga demokrasi menggunakan pelemahan dan pengurangan anggaran merupakan cerminan sebuah negara Anti HAM,” kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya, Rabu (12/2/2025).

Baca Juga :  Aturan PHK Buruh di Era Prabowo Lebih Manusiawi Ketimbang Sebelumnya

 

Dampak serius dari kebijakan ini juga dirasakan oleh Komisi Yudisial (KY). Ketua KY Amzulian Rifai mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran sebesar 54 persen membuat gaji pegawai KY hanya cukup hingga Oktober 2025. “Jika tidak ada tambahan anggaran, operasional lembaga ini terancam lumpuh,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/2/2025).

 

Meski demikian, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut efisiensi anggaran tersebut tidak berdampak signifikan pada kinerja KPK dalam penindakan dan pencegahan korupsi. Ia menilai kebijakan serupa juga pernah terjadi sebelumnya ketika ada larangan menggelar kegiatan di hotel saat negara mengalami kesulitan keuangan.

Sejumlah pihak kini menunggu respons pemerintah terhadap kritik-kritik tersebut, terutama terkait dugaan pelanggaran konstitusi dalam perumusan kebijakan pemangkasan anggaran.

www.tempo.co