Beranda Umum Nasional Banjir Impor Tekstil, 60 Perusahaan Tutup Termasuk Sritex: Pemerintah Dinilai Lepas Tangan

Banjir Impor Tekstil, 60 Perusahaan Tutup Termasuk Sritex: Pemerintah Dinilai Lepas Tangan

Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, 28 Februari 2025. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat 10.965 buruh dan karyawan di empat perusahaan terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Sritex Tbk setelah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Pemerintah dinilai membiarkan banjir impor yang mengakibatkan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) terpuruk, hingga berujung pada tutupnya 60 perusahaan tekstil dalam dua tahun terakhir, termasuk belakangan PT Sritex Tbk.

Penilaian itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Karena itu, ia meminta pemerintah bertanggung jawab mengenai hal itu.

Redma menyoroti lemahnya penegakan aturan yang menyebabkan derasnya barang impor, baik legal maupun ilegal, membanjiri pasar dalam negeri. Ia menyebut, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten turut memperparah kondisi industri tekstil nasional.

“Kendalikan impor legal dan berantas praktik importasi ilegal, dalam hal ini penegakan hukum dan perbaikan kinerja Bea Cukai sangat diperlukan,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (9/3/2025).

Redma menyinggung kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 yang sempat memberikan harapan bagi industri tekstil lokal. Namun, aturan itu hanya bertahan tiga bulan sebelum akhirnya direlaksasi melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang justru membuka lebih banyak celah bagi impor.

Baca Juga :  Pengangkatan CPNS Ditunda, DPR:  Daerah Belum Siap

“Apa lagi yang ilegal, pemerintah tutup mata bahkan enggan mengakuinya. Seakan semua baik-baik saja, padahal mudah dilihat kasat mata,” ujar Redma.

Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, turut menyuarakan kekhawatirannya. Menurutnya, angka pabrik yang tutup dan pekerja yang di-PHK masih lebih besar dari yang terungkap, sebab banyak industri kecil menengah (IKM) yang juga gulung tikar.

“Yang tercatat hanya perusahaan menengah dan besar, padahal IKM yang tutup hampir 1.000 unit, dengan ratusan ribu pekerja kehilangan pekerjaan,” katanya.

Nandi menuding pemerintah tidak serius dalam memberantas praktik impor ilegal. Ia menyoroti peran Bea Cukai yang dinilai longgar dalam mengawasi barang impor, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dianggap membiarkan praktik ini terus berlangsung.

“Pemerintah butuh pendapatan, tapi impor borongan justru dibiarkan masuk tanpa membayar bea masuk dan pajak. Sementara pajak kami dinaikkan, dan kami dipaksa bersaing dengan barang impor yang masuk tanpa pajak,” ujarnya dengan nada kecewa.

Baca Juga :  Candaan Anies di ITB Raih Doktor Tanpa Joki, Sindir  Bahlil?

Menurut Nandi, masalah ini semakin menguatkan persepsi bahwa birokrasi pemerintah lebih berpihak pada kepentingan impor ketimbang industri dalam negeri. Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah tegas membersihkan praktik ilegal di tubuh pemerintahan.

“Kami harap Presiden Prabowo segera membersihkannya. Jika tidak, industri tekstil nasional akan semakin mati,” pungkasnya.

www.tempo.co