YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Massa dari berbagai kampus dan elemen aktivis seperti Aliansi Jogja Memanggil, Forum Cik Ditiro, dan lainnya mengepung gedung DPRD Yogyakarta pada Kamis (20/3/2025). Mereka berpakaian serba hitam sejak pagi sebagai tanda berkabung atas pengesahan revisi UU TNI oleh DPR RI.
Aksi yang berlangsung sejak pagi itu diwarnai berbagai bentuk protes, mulai dari orasi, pembentangan spanduk besar di lobi DPRD Yogyakarta, hingga aksi teatrikal. Massa juga mengibarkan bendera setengah tiang sebagai simbol duka dan membakar safety cone di halaman DPRD DIY.
Situasi di sekitar gedung DPRD Yogyakarta tampak dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Ratusan personel dikerahkan, sementara kendaraan taktis diparkir di sekitar lokasi untuk mengantisipasi kemungkinan eskalasi aksi.
Juru bicara aksi, Bung Koes, menegaskan bahwa pengesahan revisi UU TNI mengancam demokrasi sipil di Indonesia. โDemokrasi masyarakat sipil kini sedang terancam menyusul disahkannya revisi UU TNI yang mengizinkan tentara mengisi jabatan publik di luar sektor pertahanan,โ ujarnya.
Massa menilai bahwa dengan karakter militer yang hierarkis dan berbasis sistem komando, revisi UU TNI berpotensi mengarah pada otoritarianisme dalam tata kelola pemerintahan. โKami melihat situasi saat ini semakin mirip dengan era kekuasaan Soeharto yang militeristik akibat adanya dwifungsi ABRI/TNI,โ lanjut Bung Koes.
Marsinah, juru bicara Gerakan Jogja Memanggil, mengungkapkan kekhawatiran bahwa revisi UU TNI akan membawa Indonesia kembali ke masa otoritarianisme. Ia menyinggung sejarah kekerasan militer di era Orde Baru, seperti peristiwa Tanjung Priok dan Santa Cruz di Timor Timur.
โOrde Baru pernah melakukan pembunuhan dan pemenjaraan massal tanpa pengadilan. Selain itu, krisis sosial akibat pemerintahan otoriter juga memicu krisis moneter pada 1998,โ kata Marsinah.
Massa aksi juga menyoroti proses revisi UU TNI yang dinilai cacat prosedural. RUU tersebut dibahas secara tertutup di hotel mewah di Jakarta, tanpa naskah akademik yang jelas, tidak masuk dalam Prolegnas DPR 2025, dan tidak tercantum dalam RPJMN 2025-2029. Mereka juga menilai bahwa tidak ada partisipasi publik dalam pembahasannya.
Marsinah menegaskan bahwa pengesahan revisi UU TNI hanya akan memperburuk supremasi militer dalam pemerintahan sipil. Ia juga menyoroti kasus korupsi di Basarnas pada 2023 yang melibatkan perwira aktif militer senilai Rp 88,3 miliar. Kasus itu justru diadili di peradilan militer, bukan peradilan sipil, dan KPK bahkan meminta maaf kepada militer atas penetapan tersangka.
โIni preseden buruk bagi sistem hukum kita. Peradilan militer dan sipil seharusnya memiliki batas yang jelas, bukan malah mencampuradukkan kepentingan militer dalam ranah sipil,โ tegasnya.
Massa kemudian menyatakan sikap tegas mereka. โArah perjuangan rakyat sudah jelas: gagalkan revisi UU TNI dan makzulkan Prabowo-Gibran sebagai biang kerok dari berbagai persoalan yang terjadi belakangan ini,โ seru mereka dalam pernyataan akhir aksi. ย