Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Pengurus KontraS Alami Teror,  Sufmi Dasco Minta Lapor Polisi

Pengurus KontraS Alami Teror, Sufmi Dasco Minta Lapor Polisi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebelum melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 4 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) diminta untuk melaporkan dugaan teror yang dialami sejumlah pengurus setelah menggeruduk rapat tertutup DPR membahas revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan, belum bisa berpendapat ihwal perkara dugaan teror yang dialami badan pengurus Kontras. Sebab, dia mengaku tak mengetahui siapa dan pelaku teror tersebut. "Kalau merasa terganggu laporkan saja ke aparat hukum," kata Dasco dalam konferensi pers di kompleks Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025. Sejumlah pengurus Kontras sebelumnya menghadiri rapat pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont Jakarta. Aksi interupsi yang mereka lakukan berujung pada laporan ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya oleh pihak keamanan hotel. Berdasarkan informasi yang dihimpun, laporan tersebut mencantumkan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk Pasal 170, Pasal 335, dan Pasal 406. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar,” kata Ade melalui pesan singkat pada Ahad, 16 April 2025. Namun, ia belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai status pemeriksaan terhadap pelapor maupun terlapor. Sementara itu, Kontras mengaku mengalami intimidasi setelah kejadian tersebut. Kantor mereka di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, didatangi tiga orang tidak dikenal pada Ahad dini hari sekitar pukul 00.16 WIB. Menurut Wakil Koordinator Bidang Eksternal Kontras, Andrie Yunus, ketiga pria itu menekan bel berulang kali tanpa menyebutkan tujuan yang jelas. “Kami bertanya dari mana mereka berasal, salah seorang yang mengenakan baju hitam menjawab ‘dari media’ sambil terus membunyikan lonceng pagar,” ujar Andrie. Tak hanya itu, dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, Andrie juga menerima tiga panggilan telepon dari nomor tidak dikenal antara pukul 00.00 hingga 00.15 WIB. Andrie menduga insiden tersebut merupakan bentuk teror terhadap Kontras akibat kritik mereka terhadap revisi UU TNI. “Kami menduga ini adalah aksi teror setelah kami bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi proses legislasi revisi UU TNI,” katanya. Koalisi Masyarakat Sipil menolak revisi UU TNI karena dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Rancangan undang-undang itu mencakup perpanjangan usia pensiun tentara serta peluang bagi mereka untuk menduduki jabatan sipil di berbagai sektor. Menurut mereka, kembalinya dwifungsi TNI bertentangan dengan prinsip demokrasi dan semangat Reformasi 1998 yang menuntut pemisahan peran militer dari jabatan sipil dan politik praktis. Penguasaan senjata dan kewenangan di tangan satu institusi dikhawatirkan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana terjadi pada era Orde Baru selama 32 tahun. #tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) diminta untuk melaporkan dugaan teror yang dialami sejumlah pengurus setelah menggeruduk rapat tertutup DPR membahas revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia.

Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan, belum bisa berpendapat ihwal perkara dugaan teror yang dialami badan pengurus Kontras. Sebab, dia mengaku tak mengetahui siapa dan pelaku teror tersebut.

“Kalau merasa terganggu laporkan saja ke aparat hukum,” kata Dasco dalam konferensi pers di kompleks Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.

Sejumlah pengurus Kontras sebelumnya menghadiri rapat pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont Jakarta. Aksi interupsi yang mereka lakukan berujung pada laporan ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya oleh pihak keamanan hotel. Berdasarkan informasi yang dihimpun, laporan tersebut mencantumkan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk Pasal 170, Pasal 335, dan Pasal 406.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar,” kata Ade melalui pesan singkat pada Ahad, 16 April 2025. Namun, ia belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai status pemeriksaan terhadap pelapor maupun terlapor.

Sementara itu, Kontras mengaku mengalami intimidasi setelah kejadian tersebut. Kantor mereka di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat, didatangi tiga orang tidak dikenal pada Ahad dini hari sekitar pukul 00.16 WIB. Menurut Wakil Koordinator Bidang Eksternal Kontras, Andrie Yunus, ketiga pria itu menekan bel berulang kali tanpa menyebutkan tujuan yang jelas.

“Kami bertanya dari mana mereka berasal, salah seorang yang mengenakan baju hitam menjawab ‘dari media’ sambil terus membunyikan lonceng pagar,” ujar Andrie. Tak hanya itu, dalam rentang waktu yang hampir bersamaan, Andrie juga menerima tiga panggilan telepon dari nomor tidak dikenal antara pukul 00.00 hingga 00.15 WIB.

Andrie menduga insiden tersebut merupakan bentuk teror terhadap Kontras akibat kritik mereka terhadap revisi UU TNI. “Kami menduga ini adalah aksi teror setelah kami bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi proses legislasi revisi UU TNI,” katanya.

Koalisi Masyarakat Sipil menolak revisi UU TNI karena dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Rancangan undang-undang itu mencakup perpanjangan usia pensiun tentara serta peluang bagi mereka untuk menduduki jabatan sipil di berbagai sektor.

Menurut mereka, kembalinya dwifungsi TNI bertentangan dengan prinsip demokrasi dan semangat Reformasi 1998 yang menuntut pemisahan peran militer dari jabatan sipil dan politik praktis. Penguasaan senjata dan kewenangan di tangan satu institusi dikhawatirkan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan, sebagaimana terjadi pada era Orde Baru selama 32 tahun.  

Exit mobile version