JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengecam kebijakan aplikator yang hanya memberikan bonus hari raya (BHR) sebesar Rp 50.000 kepada sebagian pengemudi ojek online (ojol). SPAI menilai nominal tersebut tidak manusiawi dan bertentangan dengan ketentuan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang pemberian BHR.
Atas ketidakpuasan tersebut, sejumlah pengemudi ojol yang tergabung dalam SPAI melaporkan aplikator ke Posko THR Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka mengadu langsung kepada Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, yang kemudian berjanji akan meminta keterangan lebih lanjut dari aplikator terkait keluhan tersebut.
Sebelumnya, Immanuel mengungkapkan bahwa pihak aplikator berdalih bahwa nominal Rp 50.000 tersebut diberikan kepada pengemudi yang dianggap tidak aktif atau bekerja paruh waktu.
โJadi Rp 50.000 itu pertimbangannya karena mereka dianggap pekerja part-time. Itu dari platform digital yang menyampaikan ke saya ya,โ kata Immanuel di kantor Kemnaker pada Selasa (25/3/2025).
Immanuel menjelaskan bahwa aplikator membagi pengemudi dalam lima kategori penerima BHR. Kategori tertinggi, yakni Mitra Juara Utama, menerima BHR sebesar Rp 900 ribu untuk pengemudi roda dua dan Rp 1,6 juta untuk pengemudi roda empat. Sementara itu, pengemudi yang hanya menerima Rp 50.000 masuk dalam kategori terbawah, yang dinilai memiliki produktivitas rendah atau tidak memenuhi syarat sebagai mitra penuh waktu.
Gojek, salah satu aplikator yang memberikan BHR, menegaskan bahwa pembagian bonus telah disesuaikan dengan tingkat keaktifan dan produktivitas mitra pengemudi. โNominal setiap kategori disesuaikan dengan tingkat keaktifan, kinerja, konsistensi, dan produktivitas, serta tetap mempertimbangkan kemampuan perusahaan,โ ujar Chief of Public Policy & Government Relations Goto, Ade Mulya, dalam keterangannya pada Rabu (26/3/2025).
Menurut Ade, skema pemberian BHR berdasarkan lima kategori ini bertujuan untuk memastikan bonus diterima oleh pengemudi yang berkontribusi aktif dalam ekosistem perusahaan. Untuk masuk kategori tertinggi, pengemudi harus memiliki jam kerja minimal 200 jam per bulan, tingkat penyelesaian perjalanan minimal 90 persen, serta periode keaktifan yang panjang.
Namun, SPAI menolak argumen tersebut dan menilai pembagian kategori tersebut hanya akal-akalan perusahaan untuk menghindari kewajiban memberikan tunjangan yang layak. Mereka mendesak pemerintah untuk turun tangan dan memastikan bahwa aplikator memberikan BHR yang adil bagi seluruh mitra pengemudi, tanpa diskriminasi berdasarkan jam kerja.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan di Kementerian Ketenagakerjaan, sementara para pengemudi ojol berharap pemerintah dapat memberikan solusi yang berpihak pada pekerja.