
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Yayasan Peduli Anak tengah menyelesaikan pembangunan Pusat Kesejahteraan Anak (PKA) di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Proyek tersebut telah mencapai 95 persen, namun masih menyisakan satu masalah mendesak, yakni belum tersedianya tempat tidur untuk 150 anak yang akan tinggal di sana.
PKA tersebut terdiri dari 12 rumah, ruang kelas, masjid, klinik kesehatan, dan dapur umum. Fasilitas tersebut dirancang untuk menampung 300 anak – separuhnya tinggal penuh waktu, dan sisanya datang setiap hari untuk bersekolah dan makan bersama.
Pendiri Yayasan Peduli Anak, Chaim Joel Fetter sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews menjelaskan, para ibu asuh telah dilatih, dan semua bangunan telah berdiri.
Hanya saja, hingga kini belum satu pun rumah yang dilengkapi dengan perabotan seperti ranjang susun, lemari, dan perlengkapan penting lainnya.
“Tanpa bantuan segera, lebih dari 150 anak rentan mungkin tidak punya pilihan selain tidur di lantai rumah baru mereka,” ujar Fetter.

Penampakan pembangunan fasilitas Pusat Kesejahteraan Anak di Sumbawa
dari Yayasan Peduli Anak (YPA) | Foto: Istimewa
Fetter mengungkapkan bahwa pada awal bulan ini, pihaknya telah mengirim permohonan dukungan kepada sejumlah perusahaan penyedia perabot dan perlengkapan dapur. Salah satu perusahaan telah merespons positif dengan komitmen menyediakan peralatan dapur profesional. Namun, hingga kini belum seluruh pihak memberikan tanggapan lanjutan.
“Kami menghargai dukungan yang telah diberikan, apalagi saat mereka memberikan bantuan besar setelah gempa Lombok 2018 yang lalu,” kata Fetter.
Lebih dari itu, Fetter menyebut, Pusat Kesejahteraan Anak tersebut bukan hanya untuk Sumbawa, tapi merupakan cetak biru untuk model perawatan anak yang bisa diterapkan secara nasional.
“Jika ini terbukti berhasil, pendekatan ini bisa direplikasi oleh LSM, komunitas, hingga pemerintah,” katanya.
Dari Perjumpaan Tak Terduga
Kisah Fetter berawal hampir dua dekade lalu, saat ia masih menjadi pengusaha internet sukses di Belanda. Pada tahun 2004, ia melakukan perjalanan backpacking ke Lombok dan bertemu seorang anak bernama Adi yang mengemis di lampu merah, hidup tanpa orang tua, hanya berlindung di bawah terpal.
Pertemuan itu membekas dalam hatinya. Maka ia pun kembali ke Belanda, menjual perusahaannya, lalu kembali ke Indonesia untuk memulai misi kemanusiaan.
Motivasi Fetter juga berakar pada pengalaman pribadinya. Ia dibesarkan di panti asuhan sejak usia enam tahun setelah orang tuanya bercerai.
“Saya tahu rasanya menjadi anak yang diabaikan. Saya bertekad membangun tempat di mana anak-anak bisa pulih dan merasa dicintai,” ujarnya.
Pada tahun 2006, Fetter bersama sang istri dan sejumlah rekannya mendirikan Yayasan Peduli Anak serta membuka Pusat Kesejahteraan Anak pertama di Lombok. Fasilitas ini kini telah memberikan layanan bagi ribuan anak, serta melahirkan lulusan-lulusan yang kembali mengabdi sebagai guru, konselor, dan tenaga profesional lainnya.
Atas dedikasinya, yayasan ini telah menerima berbagai penghargaan, di antaranya dari Kick Andy Heroes dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Perluasan Misi ke Sumbawa
Melihat tingginya angka anak telantar di daerah terpencil, pada 2019 Yayasan memperluas misinya ke Sumbawa – sebuah wilayah dengan akses layanan pemerintah yang minim dan banyak kasus penelantaran anak.
“Banyak anak yang ditinggal orang tuanya karena merantau atau menikah lagi. Ada yang tinggal di gubuk kosong, tak makan berhari-hari,” jelas Fetter.
Meski menghadapi tantangan besar, mulai dari logistik hingga pandemi Covid-19, pembangunan terus berjalan berkat dukungan masyarakat dan perusahaan swasta. Saat ini, fasilitas telah dilengkapi dengan sekolah, masjid, klinik, pusat olahraga, dapur berkapasitas 900 porsi per hari, dan kebun organik.
Namun, belum ada satu pun rumah yang bisa dihuni karena belum adanya tempat tidur. Kisah anak-anak seperti Obi (13) dan Ray (11) menunjukkan urgensi tersebut. Obi harus bekerja di bengkel kaca berbahaya untuk menghidupi keluarganya, sementara Ray hidup sebatang kara di gubuk kosong, mengais makanan dari rumah ke rumah.
Bantuan dari Pihak Luar
Fetter menjelaskan, lebih dari 8.000 orang Indonesia telah berdonasi, termasuk anak-anak sekolah yang menjual gelang dan kalung untuk menggalang dana. Pemilik usaha lokal turut mengadakan penggalangan dana.
“Proyek ini telah menjadi milik bersama. Bahkan mereka yang belum pernah ke Sumbawa ikut menyumbang, karena percaya pada misi kami,” paparnya.
Masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kegiatan Yayasan Peduli Anak dapat mengakses informasi melalui situs pedulianak.org. Dukungan yang datang, baik berupa dana, perlengkapan, maupun penyebaran informasi, dinilai dapat turut memperkuat upaya pemberdayaan anak-anak yang mereka dampingi.
“Ini bukan sekadar amal. Ini soal martabat, pemulihan, dan masa kecil yang layak – mungkin untuk pertama kalinya dalam hidup mereka,” pungkas Fetter. Suhamdani
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.














