JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute, Made Supriatma menegaskan, meskipun banyak pihak tidak menyukai sosok Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden lantaran menabrak aturan di Mahkamah Konstitusi (MK), namun proses penggulingannya tetaplah harus melalui jalur demokratis.
Ia mengkritik usulan pemakzulan Gibran oleh Forum Purnawirawan TNI yang menurutnya mencerminkan gaya lama ala jenderal “koboi”.
“Seberapa pun tidak sukanya kita terhadap Gibran, itu proses untuk demokrasi. Jangan meniru caranya Gibran. Jadi bagaimana pun juga dia harus digulingkan secara demokratis. Tidak bisa dengan cara-cara jenderal koboi seperti ini,” kata Made kepada Tempo, Senin (5/5/2025).
Made menilai desakan pemakzulan Gibran hanyalah pintu masuk bagi para purnawirawan untuk kembali menanamkan pengaruh dalam politik sipil. Ia menilai langkah itu berbahaya bagi demokrasi, apalagi dilakukan dalam iklim politik yang semakin memberi ruang kepada militer.
“Ini upaya mereka untuk kembali ke politik sipil, dan mereka melihat kesempatan itu terbuka di era Prabowo ketika TNI mulai diberi ruang lebih,” katanya.
Ia pun mengingatkan agar suara Forum Purnawirawan TNI diperlakukan setara dengan kelompok sipil lainnya.
“Kita harus memperlakukan suara purnawirawan ini seperti suara rakyat sipil lainnya—seperti Kontras atau para demonstran di jalanan. Tidak ada yang istimewa dan jangan diistimewakan,” tegas Made.
Diketahui, Forum Purnawirawan Prajurit TNI bulan lalu menyampaikan delapan tuntutan politik, salah satunya adalah permintaan kepada Presiden Prabowo agar mengganti Gibran sebagai Wakil Presiden. Mereka menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan bagi Gibran melanggar hukum acara dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
“Keputusan MK terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman,” demikian kutipan salah satu tuntutan yang dibacakan pada 17 April 2025.
Tak hanya itu, pada poin pertama, forum tersebut juga mendesak agar Undang-Undang Dasar 1945 dikembalikan ke versi aslinya, sebelum amandemen. Desakan itu dinilai Made sebagai indikasi kuat bahwa semangat Orde Baru masih hidup di tubuh forum tersebut.
Dokumen tuntutan itu ditandatangani sejumlah purnawirawan jenderal, antara lain Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Tuntutan itu juga diketahui oleh Wakil Presiden RI periode 1993–1998, Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
Menanggapi hal tersebut, Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, menyatakan bahwa Presiden Prabowo memahami aspirasi yang disampaikan para purnawirawan, mengingat kedekatan latar belakang mereka.
Namun demikian, menurut Wiranto, Presiden tidak bisa serta-merta menanggapi tuntutan tersebut karena menyangkut persoalan mendasar dalam ketatanegaraan.
“Itu masalah-masalah yang tidak ringan, sangat fundamental,” kata Wiranto di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
