Beranda Umum Nasional Revisi Naskah Sejarah Bakal Hapus Istilah Orde Lama

Revisi Naskah Sejarah Bakal Hapus Istilah Orde Lama

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon dan Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha Djumaryo setelah mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 26 Mei 2025 | tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Revisi naskah sejarah yang bakal dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan bakal menghapus istilah Orde Lama. Langkah ini menjadi bagian dari penyusunan ulang sejarah nasional yang tengah digarap besar-besaran oleh kementerian tersebut.

Proyek penulisan ulang sejarah ini melibatkan 113 penulis, 20 editor per jilid, dan tiga editor umum dari kalangan sejarawan serta akademisi. Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, penghilangan istilah “Orde Lama” didasarkan pada pertimbangan historis dan terminologis, mengingat tidak pernah ada pemerintahan pada masa itu yang secara resmi menyebut dirinya sebagai Orde Lama.

“Kalau Orde Baru memang menyebut itu adalah Orde Baru. Akan tetapi, apakah pemerintahan pada periode itu (sebelum Orde Baru) menyebut dirinya Orde Lama? Kan tidak ada,” ujar Fadli usai rapat dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025), seperti dikutip dari Antara.

Ia menambahkan, pendekatan ini diambil untuk menciptakan narasi sejarah yang lebih netral dan inklusif, tanpa menimbulkan bias atau label yang bersifat politis. Fadli juga menyebut target penyelesaian proyek ini dirancang agar bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025.

Namun, sikap pemerintah ini langsung menuai tanggapan dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Ia menegaskan bahwa penghilangan istilah Orde Lama dari naskah sejarah berpotensi mengaburkan fakta sejarah dan melukai pihak-pihak tertentu.

Baca Juga :  Bencana Besar di Aceh, Wali Nanggroe Akui Jalin Komunikasi dengan Duta Asing

“Apa pun kejadiannya, jangan sampai ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang dihilangkan, karena sejarah tetap sejarah,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Selasa (27/5/2025).

Politikus PDIP itu juga meminta agar proses revisi dilakukan secara hati-hati dan menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak. Ia menekankan pentingnya transparansi dan ketelitian dalam menulis ulang sejarah nasional. “Jangan sampai terburu-buru, malah nanti melanggar aturan dan mekanisme,” tambahnya.

Mengenai isu lain yang turut mencuat, Fadli Zon juga meluruskan kabar bahwa peristiwa Kongres Perempuan 1928 akan dihapus dari penulisan sejarah versi baru. Ia menegaskan, kabar tersebut tidak benar dan hanya merupakan informasi yang menyesatkan.

“Justru kita ingin memperkuat adanya keterlibatan perempuan di dalam sejarah. Bukan menghapus,” ucap Fadli.

Ia menegaskan bahwa semangat penyusunan sejarah ini berorientasi pada perspektif Indonesia-sentris, bukan warisan narasi kolonial. Menurutnya, sejarah bukan semata-mata catatan masa lalu, melainkan cermin jati diri bangsa dan panduan untuk generasi masa depan.

“Urgensi penulisan sejarah 2025, antara lain, menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia sentris, menjawab tantangan kekinian dan globalisasi, membentuk identitas nasional yang kuat; menegaskan otonomi sejarah/sejarah otonom; relevansi untuk generasi muda, dan reinventing Indonesian identity atau menemukan kembali jati diri Indonesia,” paparnya.

Rencananya, sejarah nasional versi baru ini akan dituangkan dalam 10 jilid besar, meliputi: Sejarah Awal Nusantara; Nusantara dalam Jaringan Global: India dan China; Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah; Interaksi dengan Barat: Kompetensi dan Aliansi; Respons terhadap Penjajahan; Pergerakan Kebangsaan; Perang Kemerdekaan Indonesia; Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi; Orde Baru (1967–1998); serta Era Reformasi (1999–2024).

Fadli menambahkan, buku ini akan berisi garis besar sejarah Indonesia dan tidak masuk dalam detail-detail kecil, mengingat cakupan sejarah nasional yang sangat luas. Meski begitu, ia memastikan bahwa proses penyusunan akan dibuka untuk uji publik ketika sudah mencapai tahap 70 persen.

Baca Juga :  Menu MBG Diduga Ada Belatung, Dewan Pakar BGN Minta Siswa Tak Curhat di Medsos  

“Indonesia telah absen dalam menulis sejarah bangsanya sendiri selama lebih dari dua dekade. Sudah saatnya kita menyusun sejarah dari sudut pandang kita sendiri—bukan lagi dari lensa penjajah, melainkan dari suara bangsa Indonesia,” tandasnya.

www.tempo.co

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.