SRAGEN- Kebijakan pemindahan pejabat atau mutasi secara besar-besaran yang terus dilakukan oleh pemerintahan Yuni-Dedy menuai kritikan dari sejumlah elemen dan PNS. Seringnya bupati memutasi pejabat dalam jumlah besar dalam 2 tahun pemerintahannya dinilai justru bisa berdampak buruk terhadap iklim psikologis PNS dan kinerja birokrasi.
Sorotan itu mencuat setelah mutasi ke-9 sepanjang dua tahun pemerintahan terhadap 82 PNS eselon III dan IV di oleh Bupati Selasa (15/5/2018). Mutasi itu tercatat hanya tiga bulan berselang dari mutasi terakhir yang digelar untuk 231 PNS pada Februari 2018 lalu.
Wakil Ketua DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto memandang mutasi yang berulangkali dilakukan dalam rentang waktu hanya beberapa bulan itu dinilai sangat tidak efektif.
Menurutnya alasan menggenjot kinerja dan optimalisasi potensi PNS, dinilai tidak relevan dan tak berdasar. Pasalnya selain sebagian besar yang dimutasi adalah PNS yang sama, banyak penempatan PNS yang tidak sesuai dengan job description atau kompetensinya. Ia juga menyebut baru pertama dalam sejarah pemerintahan ada pemimpin yang sudah memutasi pejabat dalam jumlah besar sebanyak 9 kali hanya dalam kurun 2 tahun.
“Saking seringnya, banyak PNS yang selama dua tahun itu sudah dipindah sampai 3 kali. Saya ambil contoh di Sekwan (Sekretariat DPRD) saja, hampir tiap mutasi selalu ada yang dipindah dan diganti. Bahkan belum sempat tahu namanya, ngerti-ngerti wis dimutasi meneh. Lalu ada PNS penyidik perhubungan dipindah di dinas sosial dan di bidang KB. Kayak gitu kok kinerja PNS kon maksimal. Bagus darimana, sudah nggak sesuai tempatnya, bola-bali dipindah terus,” paparnya kepada wartawan, Kamis (17/5/2018).
Legislator asal Golkar itu menyadari jika mutasi pejabat dan PNS adalah hak prerogatif dan sepenuhnya kewenangan bupati. Namun, mestinya hal itu tak menjadikan bupati semaunya memindahtugaskan PNS tanpa melihat kompetensi maupun aspek psikologis PNS.
Dengan seringnya mutasi, akan membuat PNS jadi tak tenang bekerja. Kemudian ia juga menemukan beberapa pelanggaran mutasi. Seperti ada pejabat eselon yang tiba-tiba dilantik dari IV A menjadi eselon III A. Padahal sesuai aturan, harusnya dari IV A menuju III A harus melewati III B terlebih dahulu dan itu butuh masa kerja beberapa tahun.
Lantas alasan evaluasi kinerja, menurutnya kinerja PNS tak bisa dilihat sekejap hanya dalam kurun tiga bulan. Sebaliknya ia justru melihat ada nuansa lain dan kepentingan tersendiri dari hobi mutasi yang dijalankan pemerintahan saat ini.
“Kesannya asal mindah, faktor suka tidak suka dan indikasi kepentingan tertentu itu yang lebih kental. Bukan kami menghalangi, tapi kami hanya mengingatkan bahwa menempatkan sesuatu yang tidak pada tempatnya atau menugaskan pegawai atau urusan yang bukan pada ahlinya, itu ibarat tinggal menunggu waktu kehancurannya. Tak hanya di pemerintahan, di urusan apa pun itu,” tegasnya.
Sebelumnya, Koordinator LSM Mapan Sragen, Handoko juga menyoroti hobi pemerintahan Yuni-Dedy dalam memutasi pejabat terkesan tak lazim.
“Saya mencatat sudah 5 kali mutasi hanya dalam 9 bulan. Sesuatu yang amat tidak lazim. Kalau semua PNS terus menerus diguncang dan dipindah-pindah, kami khawatir yang ada PNS itu bukan bagaimana konsentrasi pada tugasnya tapi justru akan was-was memikirkan nasibnya,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Seringnya mutasi juga dikeluhkan kalangan PNS. Sejumlah PNS di Setda Sragen juga mengeluhkan seringnya dipindah-pindah padahal baru beberapa bulan ditempatkan di instansi baru.
“Jadi pusing. Gimana wong dipindah ke tempat baru, baru mau bekerja sudah dipindah. Tapi ya mau bagaimana lagi, wong ngisoran eneke kan kudu meneng Mas, ” ujar SWT, salah satu PNS di Setda Sragen, Kamis (17/5/2018).
Sementara dalam sambutannya sat melantik 82 pejabat eselon Selasa (15/5/2018), Bupati menyampaikan, pelantikan ini merupakan yang ke 9 sepanjang masa pemerintahannya.
“Setiap individu yang diberkan tugas, harapan saya di pelantikan ke 9 dalam kurun waktu 2 tahun kinerja semakin meningkat,” ujarnya.
Bupati berharap untuk semua yang dilantik, untuk bersyukur atas apa yang sudah ditugaskan dan diamanahkan. Apapun ini harus diterima dan bagaimana menyikapi, apakah akan menerima dengan keikhlasan dan menunjukkan kinerja yang baik atau sebaliknya.
“Saya tekankan kembali bahwa yang namanya guyub rukun, jika kita bisa memberikan pembinaan kepada yang bersangkutan. Kita memakai system persaudaraan, sehingga kita minta tidak jemu untuk membina dan membina. Kalau SDM yang diberikan di sebuah instansi mempunyai bibit yang baik tentu mudah. Tapi kalau bisa membina bibit yang masih belajar, itu yang namanya pembinaan berhasil”, ujar Bupati. Wardoyo