Beranda Umum Nasional Terkait Penyeragaman Materi Pengajian, Ini Sikap Majelis Taklim

Terkait Penyeragaman Materi Pengajian, Ini Sikap Majelis Taklim

Ribuan jemaah memadati lokasi pengajian KH Anwar Zahid di Mondokan, Sragen, Senin (26/3/2018). Foto/Wardoyo
Ilustrasi Pengajian. Foto/Wardoyo

BANDAR LAMPUNG, JOGLOSEMARNEWS.COM — Melalui Kementerian Agama, pemerintah berencana menyeragamkan materi pengajian. Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Sejumlah pihak menentang rencana tersebut, mereka khawatir kebijakan itu akan mendikte perihal materi dakwah.

Ustazah kondang Dedeh Rosidah mengatakan, majelis taklim di kampung-kampung selama ini sudah memiliki pedoman kajian sendiri. Acuannya tentu Alquran dan sunah Rasulullah SAW. Majelis taklim sudah puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, dan setahu saya setiap RT itu ada majelis taklim.

“Saya kira kita-kita tahu diri sebagai guru ngaji, mengajarkan Alquran itu kankewajiban kita. Saya rasa jangan banyak diatur-atur lah,” kata ustazah yang akrab disapa Mamah Dedeh itu kepada Republika, kemarin.

Ia yakin tanpa penyeragaman modul pun para pengisi materi majelis taklim akan mengajarkan yang sesuai dengan Alquran dan sunah, tanpa melenceng dari tafsir yang digariskan ulama terdahulu. Ia mempersilakan Kementerian Agama dan pemerintah mengerjakan hal-hal yang lebih besar untuk kepentingan umat.

“Itu (majelis taklim) mah urusan kami-kami yang di bawah ini. Berikanlah kebebasan karena kami tahu ke mana kami harus melangkah. Kami tahu aturan kok,” kata Mamah Dedeh.

Keberatan terhadap penyeragaman materi juga disampaikan majelis taklim di Lampung. “Kalau menteri meminta majelis taklim mengikuti modul yang diberikan negara, jelas hal tersebut telah mendikte keberadaan majelis taklim,” kata Herlina (53 tahun), sekretaris Majelis Taklim An-Nisa Kemiling, Bandar Lam pung, Rabu (4/12/2019).

Menurut dia, yang disampaikan dalam majelis taklim tersebut ajaran atau dakwah Islam, bukan peraturan pemerintah. Ia mengatakan, untuk mengatur konsep dan isi dakwah para ustaz atau ustazah saja, pengurus majelis taklim tidak berani, apalagi harus mengikuti kehendak pihak lain. Seharusnya, ujar dia, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bisa memperbanyak tumbuhnya majelis taklim agar akhlak generasi bangsa menjadi lebih baik.

Baca Juga :  Jika Terjadi PSU di Pilkada Jakarta,  Akan Terbukti Dharma-Kun Sekadar Boneka KIM Plus atau Bukan

PMA Majelis Taklim ditandatangani Menteri Agama Fachrul Razi pada 13 November. Regulasi ini antara lain mengatur tugas dan tujuan majelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencakup pengurus, ustaz, jamaah, tempat, dan materi ajar.

Dalam PMA 29/2019 itu diatur juga soal materi-materi yang diajarkan dalam majelis taklim. Di antara ketentuannya, materi ajar majelis taklim bersumber dari Alquran dan hadis. Selain itu, materi ajar juga bisa berasal dari kitab karya ulama dan modul atau buku pedoman. Materi majelis taklim meliputi akidah, syariah, dan akhlak.

Materi juga sesuai tugas majelis taklim yang dicantumkan dalam regulasi itu, yakni sebagai sarana pendidikan masyarakat, penguatan silaturahim, pemberdayaan ekonomi umat, dan pencerahan umat serta kontrol sosial. Selain itu, materi juga sesuai dengan tujuan majelis taklim seturut PMA 29/ 2019, di antaranya membentuk manusia yang berakhlak mulia; memperdalam pengetahuan keagamaan; serta mewujudkan kehidupan beragama yang toleran dan humanis dan memperkokoh nasionalisme, kesatuan, juga ketahanan bangsa.

Terkait regulasi soal materi itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Tarmizi Tohir menyatakan, Kemenag pada tahun depan berencana mengeluarkan modul pembelajaran pengajian Islam yang akan dibagikan ke majelis-majelis taklim. Modul yang akan disiapkan nantinya seputar fikih, akhlak, sejarah Islam, berkaitan dengan modernisasi agama, dan lainnya.

Baca Juga :  Catat! Gaji Guru Bakal Naik Mulai Januari 2025

Tarmizi mengatakan, modul majelis taklim ini lahir dari sejumlah ketua majelis taklim yang sudah berkumpul dan berdiskusi. Selain itu, modul ini juga diisi oleh praktisi dan dosen. “Ini yang merumuskan ketua majelis taklim. Mereka yang merumuskan, kita fasilitas saja. Kita yang mencetak, kita kasih mereka sehingga pengajian rutin jelas,” kata dia.

Terkait kebijakan itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas melayangkan kritiknya. “Saya kira menteri agama itu enggak usah ngurusi yang begitu-begitu deh. Saya kira terlalu remeh menteri ngurusi begituan. Banyak persoalan besar di negeri ini dari sekadar ngurusi majelis taklim,” ujar Yaqut di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.

Menurut pria yang disapa Gus Yaqut itu, sebaiknya majelis taklim dibiarkan berkembang tanpa campur tangan pemerintah pusat. Aturan-aturan itu justru dikhawatirkan menghambat perkembangan majelis taklim tersebut.

www.republika.co.id