Gloria Terharu Melihat Jenazah yang Diriasnya Meneteskan Air Mata

    Gloria Elsa, dengan peralatan make up untuk merias jenazah di kediamannya, di kawasan Condet, Jakarta Timur, Jakarta Timur pada Jumat (26/6/2020) / tribunnews
    Gloria Elsa, dengan peralatan make up untuk merias jenazah di kediamannya, di kawasan Condet, Jakarta Timur, Jakarta Timur pada Jumat (26/6/2020) / tribunnews

    JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  –
    Gloria Elsa Hutasoit (37) tak menyangka bahwa garis hidupnya bakal menjadi seorang perias jenazah. Hal itu berawal sejak kematian suaminya tercinta, Elco Namarubessy (37), meninggal karena sakit.

    Bagaimana Gloria menangani rias wajah dari berbagai orang dengan aneka penyebab kematiannya, dan bagaimana tantangan profesi itu, berikut kisah hidupnya.

    Selama menjadi perias profesional sejak tahun 2018, sudah banyak jenazah yang dirias oleh Gloria Elsa Hutasoit.

    Gloria sudah pernah merias jenazah meninggal karena berbagai penyebab. Misalnya, serangan jantung, bunuh diri, disantet, hingga meninggal seusai melahirkan.

    Dari sekian banyak cerita, sepenggal momen menangani jenazah yang meninggal seusai melahirkan melekat di benaknya.

    Sebab, kala hendak dirias, Gloria melihat jasad ibu itu mengeluarkan air mata di rumah duka.

    “Pengalaman yang tidak terlupakan ketika saya make up seorang ibu usai berjuang ketika melahirkan. Itu pengalaman yang tidak terlupakan karena ada air mata di matanya. Sampai saya bingung mau mulainya. Dia berjuang, dia enggak ada tapi anaknya selamat,” kenangnya kepada TribunJakarta.com di kediamannya di kawasan Condet, Jakarta Timur pada Jumat (26/6/2020).

    Momen itu membuatnya sangat bersyukur kepada sang pencipta. Sebab, ketika melahirkan, ia diberikan kelancaran dan anaknya normal.

    “Jadi saya berterima kasih sekali kepada Tuhan karena saat saya menyelamatkan saya dan anak saya,” ucapnya.

    Selepas kematian suaminya pada tahun 2018, jalan hidup Gloria berubah. Ketika suaminya, akibat penyakit diabetes dan gagal ginjal, banyak orang mengulurkan tangan untuk mengurus pemakamannya.

    Ia merasa memiliki utang budi atas kebaikan itu sehingga memilih mengabdi sebagai seorang perias jenazah gratis di Jakarta.

    Mengurus jenazah bukan hal baru bagi Gloria. Sejak lulus bangku SMA, ia sudah membantu memandikan jenazah.

    Saat itu Gloria menemani ibunya yang bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit di Jakarta.

    Kemampuan merias didapatnya juga saat ia masih remaja. Saat itu, Gloria memang senang merias orang. Ia belajar merias secara otodidak dan belajar di salon-salon kecil.

    Sebelum menjadi perias jenazah, ia sudah kerapkali merias orang.

    Baru pada tahun 2017, ia memberanikan diri merias jenazah saudara dan keluarga terdekatnya. Namun, Gloria hanya sekadar membantu saja bukan sebagai seorang profesional.

    Ia awalnya seorang ibu rumah tangga sedangkan suaminya bekerja sebagai seorang fotografer.

    Malang menimpa keluarga mereka ketika pada tahun 2018, Elco meninggal akibat penyakit yang dideritanya.

    Tekad Gloria untuk menjadi perias jenazah profesional memuncak. Panggilan hidupnya berubah begitu sang ajal menjemput Elco untuk selama-lamanya.

    Sejak itu, tidak hanya sekadar bantu-bantu merias, ia benar-benar mulai menekuni pekerjaannya.

    “Dia sakit gula terus mengalami kebutaan akhirnya terkena gagal ginjal sampai meninggal. Ketika kehilangan penglihatannya artinya dia juga kehilangan harapan hidup. Saat-saat itu lah justru banyak orang yang menolong hidup saya, saudara-saudara, teman-teman, keluarga, bahkan orang yang enggak saya kenal. Jadi, saya ingin bayar utang budi sama tuhan. Caranya ya dengan menjadi perias jenazah,” ceritanya di kediamannya di kawasan Condet, Jakarta Timur pada Jumat (26/6/2020).

    Memulai menjadi perias jenazah tidak selalu berjalan mulus. Tidak jarang ia keliru dalam menanganinya.

    Ia terus belajar bagaimana cara merias jenazah dengan benar. Sampai akhirnya Gloria menemukan formula sendiri cara untuk merias jenazah.

    “Ketika kita meninggal, kan mau bertemu dengan Tuhan. Jadi kamu siap menghadap dalam keadaan (penampilan) terbaikmu,” ungkapnya.

    Di setiap panggilan merias jenazah, Gloria tidak pernah memasang tarif. Ia ikhlas ketika pekerjaannya cukup dihargai dengan ucapan terimakasih.

    Itu cara Gloria membalas budi kepada kebaikan sang pencipta yang menolong mengurus jenazah suaminya melalui orang-orang di sekelilingnya.

    Namun, ada saja orang yang membayar jasanya sebagai tanda terimakasih.

    “Saya sudah mengalami kehilangan suami saya sendiri di mana pada saat kehilangan itu, tidak sempat memikirkan biaya. Kita sedih luar biasa. Saya belajar merasakan ketika di posisi itu. Karena saya pernah berada di posisi terendah itu. Biar hidup saya juga berharga,” ucapnya.

    Gloria terkadang hanya meminta orang itu untuk membayar ongkos perjalanan menuju lokasi jenazah bila ia sedang benar-benar tidak punya uang.

    Selama masih di Jakarta, Gloria siap menerima panggilan bagi yang membutuhkan jasanya.

    Bahkan, ia sering mendapatkan panggilan merias dini hari. Dengan ojek langganannya, ia menembus pekat malam dan dingin yang menusuk-nusuk tubuh.

    “Saya stand by kapanpun. Ketika ada yang hubungi, langsung berangkat. Pernah naik ojek jam satu pagi ke Jati Bening. Ke Rawamangun jam 4 pagi. Wah, kemana-mana deh,” ucapnya.

    Sebagai tulang punggung keluarga, Gloria harus mencari rezeki untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak semata wayangnya, Leonel (7).

    Ia berjualan makanan seperti keripik dan donat. Ia juga aktif berjualan parfum.

    Selain itu, ia membuka kelas merias jenazah. Murid-murid yang mengikuti kursusnya pun terbilang banyak. Gloria dibayar seikhlasnya oleh mereka.

    “Pokoknya apapun asal halal, itu saya kerjakan,” tambahnya.

    Bukan Pekerjaan Sepele

    Merias jenazah bukan pekerjaan yang mudah. Selain harus menguasai teknik merias, ia juga harus mempersiapkan kesehatan mental.

    Sebab, perias jenazah, menuntut Gloria melihat banyak orang yang meninggal karena berbagai penyebab.

    Gloria pun harus mengetahui penyebab kematian seseorang. Itu bertujuan agar ia bisa mempersiapkan peralatan rias sebelum berangkat ke lokasi.

    Pasalnya, penanganan jenazah berbeda-beda. Misalnya saja, bila terkena serangan jantung wajah akan berwarna lebih gelap, penyakit liver berwarna kuning, penyakit gula lebih kemerahan, dan kanker kulit akan lebih terasa kering.

    Gloria memiliki teknik sendiri untuk menanganinya. Dari sekian banyak warna yang berbeda, ia berusaha membuat warna kulit jenazah seperti kondisi normal lagi.

    Gloria mengaku kondisi psikisnya terganggu karena pekerjaannya merias orang tak bernyawa.

    Ia terkadang merasa takut ajal tiba-tiba menjemputnya. Gloria suka bertanya-tanya kapan Tuhan akan mencabut nyawanya.

    Sejak Desember, ia mengaku mengalami anxiety yaitu perasaan cemas yang cukup kuat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

    “Orang banyak salah kaprah, mereka kalau berbicara perias adalah pekerjaan yang sepele. Menurut saya enggak, itu susah. Saya selalu bilang kamu terlahir indigo atau tidak kamu akan menjadi orang yang sensitif. Hidup kamu akan berubah,” katanya.

    Kendati demikian, orang-orang yang memanggilnya merasa puas dengan jasa riasnya. Gloria pun merasa senang dengan apa yang ia kerjakan selama ini.

    www.tribunnews.com