SEMARANG — Sejumlah tokoh nasional dan Jawa Tengah dari berbagai kalangan, berakrab-akrab dalam acara Doa dan Puisi “Merdeka dari Corona”, Jumat 13 Agustus 2021.
Mereka saling menyapa, meledek, dan menyampaikan respek secara karib.
Kegiatan budaya menyongsong peringatan HUT Ke-76 Kemerdekaan RI itu digelar oleh PWI Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Dewan Kesenian Semarang (Dekase), dan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang.
Acara digelar secara daring dan luring, disiarkan langsung oleh televisi swasta lokal TVKU (Televisi Kampus Udinus) Semarang dan melalui streaming kanal YouTube TVKU ch49.
Hadir Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng KH Ahmad Darodji, Ketua Dekase Handry TM, penyair Budi “Bapak Nakal” Maryono dan Widiyartono Radyan, sejumlah wartawan, serta akademisi Prof Dr Ir Edi Noersasongko M Kom (Rektor Udinus), Prof Ahmad Rofiq (UIN Walisongo), Made Dwi Adnjani (Unissula), dan Wilsa Widi Budi Astuti (UKSW).
Juga Ketua KPID Jateng Muhammad Aulia Assyahidin, Ketua Komisi Informasi Jateng Sosiawan, dan Ketua PWI Surakarta Anas Syahirul Alim.
Kecuali Widiyartono yang membaca puisinya sendiri, semua tokoh membaca puisi-puisi karya Amir Machmud NS.
Ketua PWI Jateng itu baru saja menerbitkan antologi puisinya yang ketiga, “Kematian, Setiap Kali”.
Amir menyajikan puisi “Kami Tak Henti Menatap Langit” dalam acara berdurasi lebih dari satu jam itu.
Mengaku Gemetar
Sebagian tokoh dengan bercanda mengaku gemetar karena baru pertama kali membaca puisi.
Sementara Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memilih membaca “Jutaan Mata Virus” karena puisinya pendek.
Rektor Udinus Prof Dr Ir Edi Noersasongko M Kom yang membacakan “Azan Mengudara Sempurna” mengisahkan harus lebih dahulu berlatih membaca sajak di depan istri.
Kiai Darodji mengulas, puisi “Sunyi Silaturahim” yang dia baca cocok sebagai penggambaran nyata kondisi pandemi Covid-19.
Walaupun menyatakan sebagai pengalaman baru, ketiga akademisi, Ahmad Rofiq, Made, dan Wilsa tampil prima.
Ahmad Rofiq khusuk membacakan “Dalam Longgar Putaran Tawaf”, Made sangat menjiwai saat membawakan “Cinta Tak Bisa Dikarantina”, dan Wilsa begitu menyentuh saat melafalkan “Kau Tentu Tak Ingin Menjernihkan Bumi dengan Kematian”.
Sosiawan juga tampil percaya diri, terutama karena puisi “Lebaran Ini Tak Kujenguk Peristirahatanmu” terasa mewakili suasana batinnya.
Begitu juga dengan Aulia yang membawakan “Kuikhlaskan yang Harus Kulepas” dan Anas dengan “Jangan Berharap Syahdu Upacara”.
Sekretaris PWI Jateng Setiawan Hendra Kelana juga tampak menghayati penampilannya dengan membacakan “Kau Raih Cahaya di Mana Saja”.
Atal Depari, yang diwawancarai host Myra Azzahra sebelum membacakan “Kita Tak Punya Tempat Sembunyi” mengaku selama ini tidak biasa menulis puisi, tetapi lebih menjadi penikmat.
“Saya senang ada acara seperti ini,” katanya, senada dengan komentar yang disampaikan oleh Bambang Soesatyo, usai Ketua MPR itu membawakan “Hidup di Dekat Mati”.
Ketua Komisi Infokom MUI Jateng Isdiyanto juga begitu menjiwai saat membacakan “Dalam Doa Kesembuhan”.
Sebelum diakhiri Myra yang juga turut membacakan puisi “Setitik Harap di Hamparan Pasrah”, Widiyartono dan Budi Maryono masing-masing membawakan “Kabar dari Anakku” dan “Setinggi Apa pun Keangkuhan”.
Seusai acara, Koordinator Kegiatan Bakhtiar Rivai menyatakan, PWI Jateng berniat menjadikan acara semacam ini sebagai kontemplasi rutin.
“Banyak persoalan yang bisa kita respons dengan pikiran seni dan budaya semacam ini,” tutur wartawan RRI Semarang itu.
“Kami selalu siap berkolaborasi dengan PWI” sambut Hery Pamungkas, Pimpinan TVKU Semarang.
Sementara itu, Amir Machmud menyampaikan respek atas kesediaan para tokoh berpartisipasi dalam acara PWI Jateng.
“Puisi menjadi forum kontemplasi hati dan rasa dalam menandai kondisi zaman,” katanya.