Beranda Daerah Sragen Jeritan Hati Para Pengusaha Sound Sragen Diterpa Pandemi. Ternak Satu Kandang Habis...

Jeritan Hati Para Pengusaha Sound Sragen Diterpa Pandemi. Ternak Satu Kandang Habis Dijual Hanya untuk Makan dan Beli Beras

Para pengurus APSI Sragen dan perwakilan pekerja sound system seusai menerima paket sembako dari Pemkab Sragen, Kamis (19/8/2021). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pandemi Covid-19 benar-benar menjadi mimpi buruk bagi segala sektor usaha. Salah satunya kalangan pekerja seni dan sektor yang terkait di dalamnya.

Seperti dialami kalangan pengusaha sound system dan pekerjanya. Selama hampir dua tahun pandemi, usaha sound system juga mati tanpa hasil lantaran adanya pembatasan kegiatan dan hajatan.

Bahkan untuk bertahan hidup, sejumlah pengusaha sound system di Sragen terpaksa harus menjual barang hingga ternak yang mereka miliki.

Kisah pilu itu diungkapkan pengusaha sound system Purwo Gumelar, Gondang, Fahruri Hartono.

Pria yang juga penasehat asosiasi pekerja sound system Indonesia (APSI) Sragen itu menuturkan dampak pandemi memang memukul usaha sound system.

Larangan hajatan dan perhelatan selama pandemi, membuatnya dan pengusaha sound system terpaksa tiarap tanpa bisa aktivitas.

Karena tanpa penghasilan, ia pun terpaksa menjual semua ternak kambing yang ia miliki. Total 22 ekor kambing yang ada di kandang, kini sudah ludes untuk biaya makan keluarga dan membantu pekerja-pekerjanya yang juga kehilangan pendapatan.

“Dulu waktu sebelum pandemi, saya nyambi ternak kambing. Ada lah kalau 22 ekor satu kandang. Karena 2 tahun usaha sound nggak jalan, ya terpaksa semua kambing dijual untuk beli beras dan makan. Gimana, pekerja saya kadang datang ke rumah sambat iki piye Pak, nggak punya beras. Nggak tega juga, ya akhirnya ternak yang ada satu-satu kita jual,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (22/8/2021).

Pengusaha asal Dukuh Dawung, Desa Plosorejo itu menuturkan saat ini kandangnya sudah kosong. Ia pun juga bingung lantaran tak ada lagi pekerjaan.

Baca Juga :  Kakek Dirjo, Petani Asal Desa Gading, Sumbang Satu Kebun Bambu untuk Untung Wiyono: Keluarga Pak Untung Dikenal Paling Ikhlas pada Masyarakat Sragen

Sebelumnya ia memiliki 5 perangkat sound system dan 8 kajang. Dari usahanya itu, ia mempekerjakan sekitar 8 orang.

“Kemarin itu sempat ada kelonggaran sebentar. Tapi kemudian ada PPKM, sudah nggak bisa ngejob lagi. Mau main kecil-kecilan di hajatan saja langsung didatangi petugas. Namanya warga hajatan didatangi petugas, otomatis warga lain jadi ketakutan. Yang sudah pesan, semuanya dibatalkan. Gimana nggak sedih Mas,” urainya.

Atas kondisi itu, Fahruri sangat berharap wabah pandemi Corona ini segera sirna.

Kepada pemerintah, ia dan pengusaha lain berharap agar ada kebijakan pelonggaran atau solusi bagi pengusaha dan pekerja sound system yang benar-benar terpuruk saat ini.

“Pokoknya gimana lah, kami intinya minta belas kasih ke pemerintah agar hajatan dibuka lagi. Sehingga kami bisa tanggapan lagi dan dapat penghasilan. Kalau tidak bisa, ya pemerintah harus ngasih solusi. Entah dikaryakan atau diberi pekerjaan apa kuli bangunan atau tukang batu, kami mau asalkan bisa buat makan,” terangnya.

Ilustrasi hiburan campusari tayuban. Foto/Youtube

Senada, pengusaha Sound CLS Kurniawan, Gemolong, Danang Kurniawan juga menyampaikan kondisi tak jauh beda.

Ia memiliki usaha persewaan 4 sound system dan 8 kajang dengan pekerja sebanyak 8 orang. Selama dua tahun pandemi, praktis semua aktivitas usahanya juga mandek.

“Kita hanya bertahan saling menyemangati aja. Kalau pemilik mungkin masih bisa, yang kasihan tenaga-tenaga saya karena mereka hanya bergantung tergantung di tanggapan. Ketika nggak ada tanggapan, mereka juga nggak dapat penghasilan. Padahal selama 2 tahun ini hampir 100 persen job batal,” kata dia.

Baca Juga :  Tegas Tim Unit Resmob Polres Sragen Ungkap Kasus Pengeroyokan, Tiga Pelaku Berhasil Ditangkap dan Terancam 6 Tahun Penjara

Danang menyampaikan di Sragen, total ada sekitar 370 pengusaha dan pekerja sound system yang tergabung di APSI. Jumlah itu belum termasuk mereka yang belum bergabung di komunitas.

Menurutnya, hampir semua itu mengeluhkan hal yang sama dan kesulitan untuk hidup akibat pembatasan kegiatan hajatan.

“Bantuan sembako kemarin memang sedikit membantu. Tapi sebenarnya kalau daei bahasa hati kami, kami ingin lebih diperhatikan pemerintah. Yaitu diberikan kelonggaran untuk ijin hajatan. Biar kami bisa kerja lagi. Bayangkan hampir dua tahun nggak kerja Mas,” urainya.

Danang menyampaikan tak sedikit pengusaha yang terpaksa menjual barang-barang di rumahnya untuk bertahan hidup.

“Ada yang melelang alat soundnya, ada juga yang sampai jual barang apa saja yang ada di rumahnya untuk beli beras dan kebutuhan,” imbuhnya. Wardoyo