Beranda Daerah Sragen Pengakuan Kadus di Sragen yang Nekat Sobek Sertifikat Tanah Warga yang Hendak...

Pengakuan Kadus di Sragen yang Nekat Sobek Sertifikat Tanah Warga yang Hendak Dijual untuk Makam Muslim. Katanya Terpaksa Karena Disuruh!

Kadus Katelan, Nano Widyanto saat menyampaikan jawaban kepada salah satu ahli waris yang juga bibinya, Suharni. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kadus Desa Katelan, Kecamatan Tangen, Nano Widyanto akhirnya angkat bicara soal kasus penyobekan sertifikat tanah pekarangan milik kakeknya, alm Suto.

Sertifikat tanah pekarangan seluas 3.240 M2 di Dukuh Gilis, Katelan yang oleh ahli waris hendak dijual untuk makam muslim itu disobeknya menjadi dua bagian karena ada pemicunya.

“Saya merasa sudah beli. Saya keluar uang. Saya menyobek itu bukan atas kemauan saya, tapi atas kemauan Mbah Ni (Suharni- bibinya) dan Joko (sepupunya). Ada fotonya, ada video dan ada rekamannya. Ada saksi-saksinya juga,” kata Nano kepada JOGLOSEMARNEWS.COM saat hadir di mediasi dengan perwakilan ahli waris di Balai Desa Katelan, Kamis (17/3/2022).

Nano yang merupakan anak dari Sukiyem, salah satu ahli waris tanah itu, tidak menampik dirinya memang menyobek sertifikat tanah kakeknya itu.

Penyobekan dilakukan di rumahnya. Awalnya ia didatangi oleh bibinya, Suharni dan Joko, pamannya Suwarno Notil, dan beberapa ahli waris yang meminta sertifikat tanah itu.

Karena merasa punya hak, Nano tak menyerahkan. Sempat terjadi adu mulut dan saling argumen, hingga kemudian dia sobek sertifikat itu menjadi dua.

“Saya melakukan penyobekan atas permintaan Joko dan ibunya. Waktu itu dia bilang nak memang Mbokku yo tuku, kowe yo tuku, sertifikate mbokku ndi, suweken dari loro. (Kalau memang ibuku ya beli, kamu ya beli, sertifikat ibuku mana. Sobeklah jadi dua,” ujar Nano.

Nano kemudian mengatakan ia mengaku memang merasa sudah mengeluarkan uang Rp 30 juta. Seingatnya uang itu diserahkan 3 kali dan dua di antaranya ke bibinya, Suharni.

Namun ia tidak menampik memang saat itu tidak ada kuitansi atau bukti penyerahan uang. Akan tetapi ia mengklaim ada saksi-saksi yang melihat penyerahan uang.

Mengaku Ditekan 

Nano juga mengaku saat ribut-ribut penyobekan sertifikat itu, ia sempat dicekik oleh Joko dan didorong sampai ke pagar. Kasus itu sudah ia laporkan di Polsek dan berakhir damai.

Perihal bukti kuitansi kalau dirinya sudah membeli dan bukti kepemilikan yang selama ini ditanyakan ahli waris, Nano mengakui tidak punya.

“Buktinya sewaktu simbah saya sakit perlu biaya. Waktu itu aset dari Simbah say tinggal tanah itu. Waktu itu bilangnya yang ditoroki tinggal bagiannya Suharni dan Sukiyem (ibunya). Sebelum saya beli tanah itu, saya kumpulkan semua ahli waris. Tiga kali rapat keluarga, semua ahli waris datang kecuali Warno. Rp 30 juta tiga kali pembayaran. Ada saksinya,” kata dia.

Suasana memanas saat mediasi kisruh Penyobekan sertifikat tanah warisan di balai desa Katelan Tangen antara ahli waris dengan Kadus Nano Widyanto (kiri) yang menyobek sertifikat. Foto/Wardoyo

Ia kembali bersikukuh bahwa dirinya melakukan penyobekan karena merasa dalam tekanan dan ancaman.

“Saya menuruti apa yang Mas Joko dan mboke minta. Saya melakukan pengrusakan, penyobekan dan penggelapan saya tahu. Tapi kalau saya nggak lakukan itu, mungkin saya juga diancam terus dan ditekan,” katanya.

Terkait laporan ahli waris ke Polres soal penyobekan, Nano mengaku sudah siap menghadapi. Ia juga tidak keberatan dan akan kooperatif jika dipanggil oleh polisi.

“Saya sampaikan kronologi biar jelas. Kalau akan laporkan saya, ya biar dilaporkan. Sebagai warga negara baik kalau ada panggilan, saya siap menjalani aduan,” imbuhnya.

Sementara, Suharni membantah menerima uang pembayaran dari Nano. Saat mediasi di depan Kades, ia balik mengatakan bahwa justru Kadus Nano yang banyak memutarbalikkan fakta dan mempermainkan orang tua.

Baca Juga :  RSU Hastuti Sragen Resmi Dibuka oleh Bupati Yuni, Menjadi RS Ke-13 di Kabupaten Sragen

Kowe wis nggaek-ngaekkne wong tuwo. Nang kepolisian omonganmu malik kabeh,” ujarnya.

Sedang Joko, anak Suharni, menyebut sepengetahuannya neneknya tidak pernah dirawat di rumah sakit. Karena sejak sakit sampai meninggal dirawat di rumah.

Sehingga ia menilai apa yang disampaikan Nano hanya alibi semata. Soal dirinya menyuruh menyobek sertifikat menjadi dua sebenarnya bukan menyuruh tapi ucapan itu terlontar karena saking kesalnya lantaran Kadus ngotot merasa sudah membeli tanah itu berdua dengan ibunya.

“Kalau orang bisa berfikir apalagi dia seorang perangkat desa, mestinya bisa menerjemahkan menyuruh dengan ngelulu (menyindir). Karena waktu itu dia dari awal ngotot terus kalau merasa sudah membeli tanah itu separuh. Tapi ditanya buktinya mana, suratnya mana, kuitansinya mana nggak pernah bisa nunjukin,” ujar Joko kesal.

Sementara, Suwarno juga menyangsikan klaim soal wasiat nenek soal warisan yang minta dibeli oleh Nano.

Ia juga meragukan pengakuan Nano soal biaya sewaktu neneknya sakit. Termasuk soal pembayaran Rp 30 juta, seingatnya tidak pernah ada ahli waris yang menerima dan mengetahui.

“Memang dulu dia mau beli, disuruh Rp 80 juta, dia hanya berani Rp 60 juta. Lalu sertifikat dibawa ibunya, waktu kita minta katanya dibawa Nano, malah kemudian disobek jadi dua. Kalau memang dia mbeli, buktinya, kuitansinya juga nggak ada. Dari 9 ahli waris, tidak ada yang memberi persetujuan dan nggak ada yang tandatangan. Apa itu sah?” ujar Suwarno.

Ahli waris saat menunjukkan fotokopi sobekan sertifikat yang separuh. Foto/Wardoyo

Karena tidak ada itikad baik menyelesaikan secara kekeluargaan, Suwarno dan Joko berniat melaporkan kembali kasus itu ke Polres Sragen.

“Karena tidak selesai, kami akan lapor ke ranah hukum lagi. Karena dulu saat mediasi di Polres, dia minta laporan dicabut katanya sertifikatnya mau dikasih, tapi ini malah dipersulit sertifikat nggak diberikan,” imbuh Joko yang juga anggota Polsek tersebut.

Duduk Perkara Sertifikat hingga Penyobekan

Sekadar tahu, kasus itu awalnya mencuat setelah Suwarno, mewakili ahli waris melapor ke Polres Sragen beberapa waktu lalu.

Pria asal Dukuh Gilis RT 02, Katelan, Tangen itu melaporkan Kadus Nano yang juga keponakannya lantaran sertifikat tanah seluas 3420 meter persegi itu disobek oleh Nano menjadi dua.

Padahal saat ini, tanah itu dalam proses dijual dan sudah diberi uang muka untuk makam muslim oleh salah satu tokoh setempat, H Lukito.

Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Suwarno mengungkapkan laporan ke Polres dilakukan awal Februari lalu. Saat ini dirinya sudah dua kali diperiksa dan dimintai keterangan oleh penyidik Polres terkait laporannya.

“Laporan saya ke Polres sudah dua bulan lalu. Awalnya almarhum Bapak saya Mbah Setu Senen punya lahan tegalan seluas 3240 M2 di wilayah Blawong, Katelan. Oleh 9 anaknya sebagai ahli waris tanah itu mau dijual dan sudah dibeli oleh Pak Haji Lukito untuk makam muslim. Sudah jadi harga Rp 275 juta dan sudah diberi DP (uang muka) Rp 10 juta dua bulan lalu. Tapi sertifikatnya waktu itu dibawa ibunya Nanok itu, lalu saat saya minta sama saudara, malah dipegang Pak Bayan (Nanok) dan disobek jadi dua di rumahnya,” paparnya, Rabu (2/3/2022) silam

Baca Juga :  KPU Sragen Dituduh Dzalim di Pilkada 2024, Tim Kampanye Paslon 02 Sigit-Suroto Beberkan Keburukan Selama Debat Terbuka Berlangsung

Suwarno menguraikan dalam trah Mbah Setu, dirinya terpaksa menempuh jalur hukum karena dampak dari penyobekan itu membuat proses jual-beli tanah itu jadi terhambat.

Hal itu karena pihak pembeli baru akan melunasi pembayaran setelah memegang sertifikat untuk dibalik nama.

“Proses jual-beli belum bisa clear. Padahal semua ahli waris sudah ikhlas, tandatangan komplet, tinggal menyerahkan sertifikat dan bayaran. Tapi gara-gara sertifikat disobek Pak Bayan itu akhirnya sampai sekarang masih menggantung,” paparnya.

Ia menceritakan bahwa dirinya adalah anak nomor tiga dari sembilan bersaudara. Nanok adalah anak dari kakaknya, Suharni yang merupakan anak nomor dua dari Mbah Setu.

Sertifikat itu disobek di hadapan 5 saudaranya sekaligus ahli waris. Yakni dirinya, Joko, Suharni, Sutiyem dan Sukinem.

Saat mengetahui sertifikat disobek, ia dan beberapa saudaranya sempat marah.

Surat Pernyataan Bermaterai

Suwarno juga menegaskan secara status, posisi tanah itu tidak ada masalah dan 9 anak ahli waris Mbah Setu sudah menyetujui untuk dijual.

Hal itu diperkuat dengan surat pernyataan yang dibuat pada tanggal 10 November 2021.

Dalam surat pernyataan itu, intinya 9 anak ahli waris almarhum Suto di antaranya Suharni, Sukimin, Sukiyem, Suwarno, Sukinem, Sutiyem, Sami, Sukardi, Sukarmin sudah menyetujui tanah warisan itu dijual Rp 275 juta dan selanjutnya hasilnya akan dibagi rata.

Pernyataan itu dibuat dengan dilampiri fotokopi KTP dan tandatangan kesembilan ahli waris dengan saksi Sukri, Suraji dan mengetahui Ketua RT 5, Widodo.

“Semua anak sudah tandatangan semua bermaterai dan pakai KTP. Nah awalnya sertifikat ada di saya, habis itu dibawa saudara saya Sami, terus kakak saya Suharni, terus diminta Pak Bayan itu. Dulu dia pernah bilang mau beli tapi kita minta Rp 80 juta hanya nawar Rp 60 juta. Yang kami sayangkan, kenapa dia berani nyobek sertifikat padahal bukan ahli waris, dia cuma cucu. Sekarang sobekan sertifikat itu yang satu di saya, satunya di Pak Bayan itu,” urainya.

Ia berharap kasus itu bisa ditindaklanjuti dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Setelah itu bisa diproses sertifikat pengganti sehingga proses jual-beli bisa berlanjut kembali.

Terpisah, saat dihubungi, Ketua RT 5 Desa Katelan, Widodo tak menampik adanya laporan itu.

Ia juga membenarkan memang dari 9 ahli waris tanah milik Alm Setu Senen sudah menyepakati dijual untuk makam muslim dengan membuat surat pernyataan bermaterai. Wardoyo