JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Setelah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, safari politik Ketua DPP PDIP, Puan Maharani berlanjut ke Partai Golkar.
Meski dalam balutan jalan santai di Tugu Monas, namun pertemuan antara Puan Maharani dengan ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto itu terasa istimewa pada Sabtu (8/10/2022).
Antara keduanya saling berbalas pantun, makan bersama dan melanjutkan berkeliling Tugu Monas dengan mengendarai mobil listrik berwarna kuning-merah, warna yang menjadi ikon kedua partai.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, melihat ada yang menarik dari pertemuan Puan Maharani dengan Airlangga tersebut.
Pasalnya, setelah berolahraga bersama di area Monas, Airlangga memberikan hadiah mobil listrik berwarna kuning bergaris merah kepada Puan.
“Dari situasi tersebut setidaknya bisa dideskripsikan bagaimana obyektif dan rasionalnya relasi antara Golkar dengan PDIP ini. Karena fakta historik membuktikan bahwa saat petahana tak bisa maju lagi dalam kontestasi pascareformasi, PDIP dan Golkar kerap berseberangan,” kata Agung dalam keterangannya, Sabtu (8/10/2022).
Pernyataan Agung merujuk pada Golkar yang senantiasa merapat kepada kekuasaan, baik dalam konteks Demokrat di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), maupun PDIP di bawah kepemimpinan Joko Widodo. Menurutnya, realitas politik tersebut kembali terulang di Pilpres 2024.
Situasi Golkar yang mesti mengamankan tiket untuk maju Pilpres disebut Agung membuatnya berinisiatif membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Sehingga, posisi tawar Golkar makin strategis saat berhadapan dengan partai atau koalisi manapun, termasuk PDIP.
Partai Golkar menjadi partai keempat yang dikunjungi Puan setelah Partai NasDem, Gerindra, dan PKB.
Menurut Agung, penjajakan politik PDIP ini harus diakui mempengaruhi dinamika koalisi yang telah terbentuk, utamanya KIB yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan PPP, serta Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB.
“Penjajakan politik PDIP pasca-rakernas melalui Puan harus diakui mempengaruhi dinamika koalisi yang sudah terbentuk, khususnya dalam konteks KIB dan KIR, menimbang Poros Gondangdia (PG) yang digalang Nasdem bersama Demokrat dan PKS, lebih identik sebagai kubu yang berseberangan dengan pemerintah sekarang,” kata Agung.
Peluang PDIP Bentuk Koalisi
Agung menilai, peluang PDIP bergabung ke KIB semakin besar ketika Golkar, PAN, PPP, dan PDIP tak mengusung jagoannya sebagai harga mati baik sebagai capres maupun cawapres.
Apalagi, kata dia, elektabilitas Puan dan Airlangga belum menunjukkan hasil yang memadai. Sementara di sisi lain, pencalonan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai capres kian menguat.
“Artinya, pilihan antara Airlangga atau Puan paling maksimal sebagai cawapres, itupun baik Airlangga atau Puan harus legawa bila tak terpilih mewakili KIB karena figur capresnya dari eksternal KIB yang memiliki elektabilitas,” ujar Agung.
Agung menyebut kemungkinan PDIP bergabung dengan KIR hanya mungkin terwujud jika PKB berkenan memberikan jatah cawapres kepada Puan. Sebab, Partai Gerindra telah solid mengusung Prabowo sebagai capres.
“Pertanyaan fundamentalnya mengemuka, apakah Cak Imin bersedia? Atau Prabowo rela kehilangan ceruk massa Nahdliyin yang dibawa PKB?” kata Agung.
Menurut Agung, hal yang paling rasional bagi PDIP adalah membentuk koalisi baru dengan menarik salah satu anggota KIB atau KIR yang mampu merepresentasikan Islam. Khususnya, kata dia, partai dengan basis massa NU seperti PKB dan PPP.
Dia mencontohkan kesuksesan Jokowi saat menggandeng Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin demi melengkapi basis massa nasionalisnya.
Menurut Agung, pembentukan koalisi baru ini bakal menemui momentumnya agar PDIP leluasa menentukan capres dan cawapres.
“Urgensi pembentukan koalisi baru ini menemui momentumnya, agar keleluasaan PDIP dalam menentukan capres dan cawapres tidak tersandera dengan kesepakatan koalisi prapilpres yang sudah dirajut di masing-masing kubu,” kata dia.
Jika pada akhirnya PDIP hendak membuat koalisi baru, Agung menilai posisi PKB dan PPP bakal semakin krusial.
Sebab, kedua partai dibutuhkan oleh PDIP untuk melengkapi warna politiknya dalam koalisi Pilpres.
“Pertanyaan kembali muncul, Apakah PKB atau PPP tertarik untuk meninggalkan KIR dan KIB demi PDIP?” kata Agung.