JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memastikan terkait kabar soal rekening Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang mencapai Rp 100 triliun tidak benar.
Sebelumnya, kabar tersebut muncul di salah satu kanal YouTube bertajuk ‘Berapa Isi Rekening Josua’.
Pemilik akun Youtube tersebut, Irma Hutabarat menunjukkan beberapa dokumen, seperti Berita Acara Penghentian Sementara Transaksi dan Surat Pemberitahuan. Surat-surat itu mencatat nominal transaksi Rp 100 triliun yang dibekukan Bank Negara Indonesia (BNI).
“Ya itu hoaks. Ada isinya, tapi tidak seperti itu,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dihubungi pada Sabtu, (26/11/2022).
Plafon tertinggi pembekuan tabungan
Ivan menjelaskan angka Rp 100 triliun adalah plafon tertinggi pembekuan nilai tabungan. Sehingga ketika PPATK memberikan perintah pembekuan rekening Brigadir J, pihak bank akan menggunakan nilai tertinggi batas transaksi penerimaan maupun pengiriman dana. Hal itu menurut Ivan adalah praktik yang lazim dilakukan di perbankan.
Ia mencontohkan, jika seseorang nasabah dibekukan rekeningnya, pihak bank akan mengatur dalam sistem jumlah maksimal yang akan dibekukan, sehingga sistem akan membaca numerik yang diberikan. Jadi, nasabah tersebut tak bisa menerima dana maupun mengirimkan dana di bawah numerik yang dimasukan pihak bank ke dalam sistem tadi.
Contohnya, jika pihak bank mengatur numerik dalam sistem sebesar Rp 1 juta, ketika nasabah melakukan transaksi sampai Rp 5 juta, yang bida diblokir oleh sistem hanya Rp 1 juta. Sementara sisanya Rp. 4 juta masih bisa masuk. Karena itu, pihak bank biasanya memasukan nilai tertinggi, agar tidak ada dana yang masuk sama sekali.
“Makanya dikasih saja sekalian angka yang impossible, jadi rekening tersebut pasti aman memblokir berapapun nilai transaksi karena asumsinya tidak mungkin nasabah punya uang diatas Rp 100 triliun. Teknis sih. BNI juga sudah menjelaskan,” ucapnya.
Sebelumnya, BNI pun telah membantah kabar soal rekening Brigadir J. Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo mengatakan BNI adalah bank milik negara yang selalu menghormati dan mendukung proses hukum guna mencari fakta dan keadilan. Sehingga, pihaknya akan menuruti persyaratan dan aturan dari PPATK.
Ia menjelaskan dokumen yang ditunjukkan Irma harus dibuat sesuai syarat dan format yang diatur dalam Peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Nomor 18 Tahun 2017 Tentang pelaksanaan penghentian sementara dan penundaan transaksi oleh penyedia jasa keuangan.
BNI sependapat dengan PPATK
Senada dengan PPATK, nominal dalam format berita acara yang disebutkan dalam video itu, menurut Okky, merupakan nilai pemblokiran atau penghentian sementara transaksi dengan nominal angka maksimum.
“Oleh karena itu perlu kami luruskan dan tegaskan disini bahwa nilai nominal dalam dokumen berita acara tersebut bukanlah nominal transaksi ataupun saldo rekening nasabah, sebagaimana dibahas dalam kanal youtube tersebut,” kata Okki melalui keterangan tertulis.
BNI menyatakan telah memastikan seluruh pelayanan transaksi BNI dijalankan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan pihak otoritas dan ketentuan yang berlaku.
Sebagai informasi, Irma menunjukan Berita Acara Penghentian Sementara Transaksi yang tertanggal 18 Agustus 2022. Dalam surat itu, terlihat ditandatangani oleh Anita Amalia Dwi Agustine, Asisten PNC BNI sekaligus saksi dari BNI dalam kasus Brigadir Yosua.
Menurut Irma, surat itu telah diterima keluarga Brigadir Yosua dari BNI Cabang Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Di dalam surat, tercatat nilai nominal saldo ataupun transaksi mencapai Rp 99,99 triliun dengan jenis debet.
Irma juga menunjukan ada penghentian sementara transaksi pada rekening tersebut. Rekening Brigadir J dihentikan atau dibekukan dalam waktu 5 Hari. Penghentian itu dilakukan atas surat permintaan PPATK dengan nomor SR/9051/AT.05.01/VIII/2022.