Beranda Umum Nasional Jadi Ipar Jokowi, Ketua MK, Anwar Usman Ditolak untuk Ikut Adili Kasus...

Jadi Ipar Jokowi, Ketua MK, Anwar Usman Ditolak untuk Ikut Adili Kasus Perppu Cipta Kerja

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat membacakan putusan uji materi presidential threshold (PT) yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (29/9/2022) / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Sejak menjadi adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), posisi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman tidak lagi ‘sebebas’ sebelumnya.

Dalam kasus hukum terkait Perppu Cipta Kerja misalnya, kuasa hukum uji formil Perpu Cipta Kerja, Viktor Santoso Tandiasa meminta agar ketua MK, Anwar Usman tidak ikut mengadili perkara yang sudah diajukannya.

“Maka Ketua MK sudah seharusnya tidak ikut mengadili Perppu ini karena akan menimbulkan konflik of interest karena hubungan semenda tersebut,” ujar Viktor dalam keterangan tertulis, Jumat (6/1/2023).

Sebelumnya pada 25 November 2021, MK memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil.

Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam 2 tahun.

Bukannya memperbaiki UU, Jokowi malah menerbitkan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember dengan alasan ada kegentingan yang memaksa untuk mengantisipasi ancaman krisis ekonomi.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyebut alasan kegentingan memaksa untuk penerbitan Perpu sudah terpenuhi, sesuai dengan Putusan MK Nomor 138/PUU7/2009.

Walhasil, sejumlah unsur masyarakat sipil hari ini resmi mengajukan gugatan uji formil atas Perpu Cipta Kerja  “Perpu ini kami anggap pelecehan terhadap konstitusi dan pembangkangan terhadap UUD 1945,” kata Viktor saat dihubungi, Kamis (5/1/2022).

Baca Juga :  Prabowo Serius Tangani Pendidikan, Anggaran di APBN 2025 Terbesar Sepanjang Sejarah

MK sudah menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi dan harus diperbaiki agar partisipasi masyarakat lebih maksimal. Bukannya memperbaiki, kata Viktor, pemerintah malah mengeluarkan Perpu dengan proses yang tertutup.

Padahal, kata dia, waktu satu tahun yang tersisa masih cukup bagi pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.

Di sisi lain, Viktor sebelumnya juga jadi koordinator Tim Kuasa Hukum pada gugatan UU Cipta Kerja, yang menghasilkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Kepada Tempo, Viktor telah menyebut tindakan Jokowi adalah bentuk perbuatan melanggar hukum pemerintah atas Putusan MK.

“Bahkan dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi,” kata Viktor pada 31 Desember lalu.

Selain meminta Anwar tak ikut mengadili Perpu Cipta Kerja, Viktor juga mendesak MK segera meregistrasi dan menjadwalkan sidang serta segera memutus perppu ini inkonstitusional tanpa syarat.

“Karena sudah sangat jelas dan terang benderang tidak memenuhi syarat formil serta merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi serta melecehkan MK,” kata dia.

Percepatan sidang gugatan uji formil ini, kata Viktor, menjadi urgent karena mengingat Perpu memiliki jangka Waktu yang sangat terbatas untuk menjadi objek yang bisa diperiksa, diadili dan diputus.

Baca Juga :  Buruh Apresiasi Kenaikan UMP 2025, KSPI: Presiden Prabowo Sensitif terhadap Kesejahteraan Pekerja

Sebab pada masa sidang berikutnya, Perpu akan dibawa ke DPR untuk ditentukan disetujui menjadi UU atau tidak.

Apabila disetujui menjadi UU, maka secara otomatis objek pengujian Perpu ini menjadi hilang alias kehilangan obyek.

“Oleh karenanya kami meminta kepada panitera Mahkamah konstitusi untuk melihat urgensi prioritas penanganan perkara pengujian perppu dengan segera meregistrasi dan menjadwalkan sidang pada minggu ini,” ujar Viktor.

Tempo mengkonfirmasi tuntutan Viktor soal Anwar Usman ini kepada juru bicara MK Fajar Laksono, tapi belum ada balasan.

www.tempo.co